Di ruangan yang berbeda, Arlan justru tengah meledak-ledak meluapkan rasa amarahnya karena perasaan cemburu melihat kemesraan anak menantunya. Bagaimana tidak, kini Shinta tengah mengandung benih kegilaan mereka, tapi dengan mudahnya wanita itu berciuman bibir dengan Leon yang tampak semakin segar walau masih terlihat kurus.
"Apa maksud kamu, Shinta? Kenapa kamu tidak pernah menghargai perasaan ku? Aku mencintai kamu! Bahkan saat ini kamu tengah mengandung anak ku! Kamu sadar enggak?" ucapnya berapi-api, membuat Shinta bergidik ngeri.
Shinta menjawab pelan ucapan Arlan, agar tidak memperkeruh suasana hati mereka sebelum berangkat menuju Italia ...
"Pi ... Shinta akan berusaha tidak bermesraan dengan Leon di luar rumah, tapi kalau dikamar bagaimana Shinta mau menolak? Leon suami Shinta, dan kami hanya berciuman. Kalau Shinta menolak semua perlakuan Leon, justru itu akan berdampak buruk pada kesehatan suami Shinta ..."
Arlan menyela ucapan Shinta, "Alah, bilang saja kalau kamu juga menginginkan Leon untuk menyentuh mu!"
Shinta menautkan kedua alisnya, dia semakin bingung dengan tingkah Arlan yang tampak menginginkan wanitanya melakukan semua sesuai keinginan pria yang ada dihadapannya saat ini.
Dengan tegas Shinta menggelengkan kepalanya, dia tidak ingin melihat Leon terluka ataupun semakin sakit jika dia mengikuti semua ucapan Arlan.
"Apa Papi mau Leon down kembali? Shinta bersusah payah untuk membangkitkan semangat hidupnya, tapi ternyata mendapatkan tekanan seperti ini dari Papi! Lebih baik Shinta pergi saja dari sini, enggak dibayar juga nggak masalah. Papi suruh Shinta jaga kesehatan, tapi Papi menuntut banyak seolah-olah Shinta merupakan istri Papi. Kenapa sejak awal bukan kita yang menikah kontrak? Kenapa mesti Leon?" geramnya menatap nanar kearah Arlan.
Arlan terdiam sejenak, matanya berembun mendengar penuturan Shinta yang benar adanya. Jika waktu bisa diputar kembali, ingin rasanya dia yang mengenalkan pada Leon, bahwa Shinta adalah ibu sambungnya.
Tapi inilah kesalahan Arlan dalam mengambil keputusan kala itu, menjebak dirinya masuk lebih dalam, dan membiarkan hatinya dipermainkan oleh keadaan. Kini nasi sudah menjadi bubur. Tidak mungkin Leon akan dijauhkan dari Shinta, dan ketika putra kesayangannya itu benar-benar menutup mata, tidak mungkin bagi mereka berdua untuk bersatu dalam sebuah ikatan pernikahan.
"Hubungan seperti apa ini? Kenapa aku yang tergoda oleh menantu ku sendiri ...? Aaagh sial! Ternyata Shinta yang menjebak ku untuk masuk ke dalam permainannya. Kini apa yang harus aku lakukan? Shinta tengah mengandung anak ku! Oogh sial-sial-sial ..." geramnya meremas rambutnya sendiri.
Shinta yang sudah tampak sedikit tenang, hanya bisa bertanya, "Bisakah Shinta bersiap-siap Pi?"
Arlan memandangi wajah Shinta sesaat, hanya berkata, "Bisakah kamu menenangkan aku lima menit saja?"
Shinta yang mendengar penuturan Arlan memohon padanya tersenyum sumringah, berhambur meraih pria yang tengah duduk disofa, kemudian merengkuh tubuh kekar itu untuk meraih kenikmatan sesuai permintaan pria yang tampak kebingungan saat ini.
Benar saja, lebih dari lima menit permainan mereka, membuat dessahan dan errangan tak tertahankan. Tanpa mereka sadari Leon telah mendengar pembicaraan juga suara aneh dua insan itu sejak tadi didepan pintu, hanya bisa menggeram dalam kepiluan.
"Benar feeling ku! Ternyata Papi jatuh hati pada Shinta, dan ternyata istriku sudah tidak suci lagi ..." tangisnya dalam hati beranjak dari depan pintu ruang kerja Arlan.
Dua pelayan Leon yang melihat kejadian itu, hanya bisa mengurut dada, tanpa bisa berbuat apa-apa.
Diruang keluarga Leon menyandarkan tubuhnya di sofa, memandangi foto Yasmin yang masih terpampang jelas didinding, hanya bisa tersenyum tipis ...
"Mi ... Hanya Mami yang setia dan ikhlas mengurus Leon. Ternyata dua orang yang bersama Leon saat ini adalah serigala berbulu domba. Leon harus bagaimana Mi? Kenapa Papi tega sama Leon? Mengapa mesti istri Leon yang di goda Papi? Kenapa bukan Tante Raline ataupun Mia secretarisnya. Kenapa mesti Shinta? Tapi Leon berusaha untuk tetap tegar, seperti waktu dulu Mami bicara sama Leon. Kita harus kuat, kita harus berjuang. Leon akan berusaha membangunkan perkutut ini, walau sebenarnya tidak bisa lagi ..." rundungnya dengan mata berkaca-kaca.
Salah seorang pelayan paruh baya mendekati Leon, membawakan satu gelas jus buah yang biasa anak majikannya konsumsi pada jam 09.00 waktu Jakarta, kemudian memberikan dengan wajah tersenyum hormat.
"Silahkan den ..."
Leon tersenyum tipis, dia menatap wajah pelayan yang sudah lebih dari 15 tahun mengabdikan diri dikediamannya.
"Duduk sini bi," tepuk nya pada sofa yang kosong.
Bibi menggelengkan kepalanya, menunduk hormat memilih bersimpuh dihadapan Leon, memijat-mijat pelan kaki anak majikannya yang masih mengenakan kaus kaki wine the pooh sesuai pilihan Shinta.
"Den Leon sudah terlihat lebih tampan sekarang. Bibi dengar mau ke Italia sama Bapak dan Non Shinta. Jangan lupa oleh-oleh buat Bibi, yah? Bawa gantungan kunci juga boleh, atau hmm apa yah," hiburnya membuat Leon tertawa kecil.
Leon mengalihkan pandangannya kearah lain, berharap Shinta akan segera keluar dari ruang kerja Arlan, namun lagi-lagi itu hanya harapan pria sakit sepertinya.
"Bi, kalau suatu saat nanti ... Leon menyusul Mami, jaga Papi buat Leon. Bilang sama Papi, jangan menikahi wanita yang mau berselingkuh. Apalagi seperti hmm ... Mungkin mereka khilaf yah Bi," rundung Leon dengan linangan air mata yang tertahan, namun tampak seperti memikirkan sesuatu.
Pelayan yang sangat mengetahui perasaan anak majikannya saat ini, hanya bisa berkata, "Yah, pernikahan itu unik den. Kita harus kuat, coba saja Den Leon pura-pura tidak tahu saja, anggap saja wanita itu hanya pelayan kayak kami di mansion ini. Nanti juga ketahuan belangnya. Biasanya orang yang tidak menghargai pernikahan, mereka akan kenak batunya. Kecewa boleh, den. Tapi jangan berlarut-larut. Den Leon harus semangat, bibi pasti akan mendukung. Yang penting harus semangat, jangan menyerah ataupun menangis karena wanita seperti itu. Mungkin dia sudah siap untuk di tinggal sama Bapak. Den Leon tahu sendiri, Bapak tidak bisa melupakan Bu Yasmin."
Leon mengangguk-anggukkan kepalanya, dia menghela nafas dalam-dalam, bergumam dalam hati ...
"Kali ini Leon harus kuat. Mencari tahu, apa maksud dari pembicaraan mereka berdua tadi tentang pernikahan kontrak. Apakah mereka sengaja mempermainkan sebuah pernikahan atas keterpaksaan? Ooogh, benar kata bibi. Aku harus kuat, harus bertahan hidup lebih lama, menyaksikan dosa apa yang akan mereka tuai nantinya, cibiran dari semua keluarga kah, atau apa ..."
Lagi-lagi Leon teringat akan tanda merah yang pernah ia lihat beberapa waktu lalu didada sang istri. "Berarti tanda merah itu, merupakan bekas ciuman dari Papi! Ooogh Tuhan, ternyata sudah lama mereka berkhianat dari Leon. Apa yang Papi lakukan di belakang Leon? Apakah dia ingin menghancurkan seluruh karirnya hanya untuk seorang Shinta?"
Leon menyandarkan tubuhnya lebih dalam di sofa, membiarkan pelayan berlalu meninggalkannya, menatap kearah langit-langit ruang keluarga yang berwarna cerah, tersenyum bahagia ...
"Terimakasih Tuhan, kau telah membuka mata hati ku untuk menilai seorang Shinta! Aku akan melakukan sesuatu yang tidak engkau ketahui sayang, aku harus sembuh, harus ..." senyumnya mengembang lebar saat membayangkan apa yang akan ia lakukan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Tari Gan
bingung mo ngomong apa lagi 😁
2023-01-05
1
sandi
kerennn
2022-11-19
1
Simply Yunita
leon cengeng 😭😭
2022-10-23
1