Tepat pukul 16.00 waktu Jakarta, Shinta sudah berada di mansion mewah itu, tentu bersama Arlan. Walau merasa tidak nyaman untuk bergerak saat ini. Karena inti Shinta masih terasa sangat perih, disebabkan perlakuan nakal Arlan, yang seolah-olah melepaskan semua hasrat terpendam selama dua tahun lebih berpuasa.
"Istirahat yah, sayang. Ingat, jangan sampai Leon melihat bekas merah di dada mu. Karena tadi aku tidak kuat untuk menahannya ..."
"Iya Pi ..." angguk Shinta patuh dengan wajah merona malu.
Tak lupa Arlan mengecup lembut bibir Shinta, saat akan keluar dari mobil, dan mengizinkan menantunya itu turun lebih dulu.
Arlan tersenyum sumringah, wajahnya berseri-seri, bahkan sangat bahagia setelah mendapatkan apa yang ia butuhkan selama ini.
"Ternyata kamu sangat menyenangkan sayang ..."
Bergegas Arlan memarkirkan mobilnya, turun perlahan, dari mobil sport miliknya, dia turun membawa beberapa berkas serta tas laptop juga semua barang-barangnya selama menginap di apartemen, termasuk satu box perhiasan yang akan ia beri pada Shinta jika ada momen indah berdua.
Saat kakinya akan melangkah masuk kedalam kamar pribadinya, seketika langkahnya terhenti mendengar suara putra kesayangannya ...
"Papi!"
Arlan menoleh kearah belakang, melihat Leon sudah mampu berdiri tegap, dengan balutan piyama, serta dipapah oleh Shinta yang tersenyum bahagia.
"Ooogh ... Le-le-leon, kamu sudah bisa berdiri sendiri dan berjalan? Ooogh Tuhan terimakasih, terimakasih Shinta, semua ini berkat bantuan mu!" Arlan mengecup wajah cantik menantunya itu dengan penuh perasaan bahagia dihadapan Leon.
Leon yang tidak begitu menaruh perasaan curiga sedikitpun memberi ruang pada Arlan untuk memeluk dan mencium istri tercinta dihadapannya.
Lagi-lagi Arlan menatap kearah Leon, "Kamu akan pulih, Nak! Papi yakin itu. Semoga saja semangat kamu kembali dan kita akan berlibur ke Eropa bulan depan. Kebetulan Papi ada undangan, dan semoga saja kamu bisa ikut serta."
Arlan memeluk erat putra kesayangannya, melirik kearah Shinta mengucapkan terimakasih tanpa suara dengan mata berkaca-kaca.
Tanpa pikir panjang, Arlan memberikan satu kotak perhiasan yang ada dalam genggaman, sengaja ia beli beberapa waktu lalu untuk menantu kesayangan itu. Membuka kotak indah berwarna merah itu dihadapan anak menantunya.
Shinta ternganga lebar, menggelengkan kepalanya, dengan mata berkaca-kaca, "Papi ... Ini terlalu berlebihan. Leon bisa berdiri serta berjalan karena semangat yang ia miliki."
Arlan menggelengkan kepalanya, "Ini sengaja aku beli buat kamu. Pakailah ... Ini sebagai ucapan terimakasih ku. Leon tolong pakaikan pada istri mu, karena Papi akan melakukan virtual dulu sebentar. Masih ada satu meeting lagi yang harus Papi hadiri. Shinta, jika kamu sudah selesai dengan urusan Leon, tolong ke ruangan kerja ku! Kita akan membicarakan untuk bonus kamu. Hari ini gaji kamu akan ditransfer oleh keuangan ku!" perintahnya tegas.
Leon tersenyum sumringah, matanya berbinar-binar, karena istrinya akan menerima gaji, tapi sedikit berbisik penuh selidik, "Sayang, memangnya kamu kerja sama Papi?"
Shinta mengangguk, dia mengusap lembut wajah suaminya, "Papi meminta aku untuk membantunya di rumah sakit. Tapi aku masih fokus merawat mu, dan sekarang kamu sudah bisa berjalan, tentu saja akan menjadi hal yang bagus untuk kita. Mungkin lusa, aku sudah mulai aktif di rumah sakit," bohongnya melirik kearah Arlan.
Leon tersenyum, menganggukkan kepalanya tanda setuju dan mengerti. Selama ini ia memang tidak mengetahui pernikahan mereka memiliki perjanjian khusus antara Shinta dan Arlan. Maka dari itu, Leon tidak di benarkan untuk berkunjung ke rumah sakit milik Arlan agar menghindari semua gosip miring yang akan menggangu kesehatannya.
Arlan berlalu meninggalkan anak menantunya, menuju ruang kerja, sementara Leon dan Shinta beranjak ke kolam renang, untuk menikmati segelas juice yang di persiapkan oleh pelayan.
Leon tersenyum senang, melihat kotak perhiasan itu diletakkan oleh Shinta di meja.
Leon berkata dengan polosnya, "Papi sangat menyayangi kamu. Pasti kamu sangat merindukan kedua orang tua kamu, kan sayang?"
Mendengar pertanyaan suaminya, justru membuat Shinta hanya bisa menganggukkan kepala, walau sesungguhya dia memiliki perasaan yang berbeda atas perhatian Arlan padanya.
Entahlah ... Kali ini Shinta seperti tidak akan melepaskan kesempatan untuk selalu dekat dengan Arlan. Dia benar-benar di buat kecanduan oleh duda beranak satu itu, walau saat ini mereka berdua berada dihubungan yang salah.
"Hmm ... Nanti malam aku akan menggunakan pakaian yang sedikit lebih terbuka, agar Papi tak mampu menolak ku. Aku harus lebih agresif. Lebih baik saat ini aku mengajak suami ku bermain golf bersama. Jadi nanti malam dia akan terlelap karena kelelahan ..." gumamnya dalam hati, tanpa memperdulikan rasa perih yang masih terasa dibagian intinya.
Perlahan Shinta mengusap lembut lengan Leon, menatap pria itu penuh cinta yang penuh kepalsuan sambil berkata, "Suamiku ... Kamu mau mencoba melakukan diving ringan?"
Leon tersenyum sumringah, dia mengangguk setuju. Sudah lama dia tidak bermain golf, dan kali ini kebahagiaan itu semakin terpancar, membuat semangat mudanya kembali menyala.
Benar saja, Leon berjalan sendiri, walau perlahan, mencari dimana keberadaan stik golf diletakkan oleh para pelayan.
Beberapa kali, pasangan suami istri itu tertawa bahagia, serta saling berpelukan mesra, membuat mata Leon melihat satu tanda merah di dada sang istri yang tanpa sengaja terlihat olehnya.
Baju mini dress dengan dada terbuka lebar yang membalut tubuh ramping Shinta, membuat mata Leon sedikit nyalang saat menatap gundukan kenyal itu menyentuh tubuhnya.
Shinta yang sangat lihai melakukan diving ringan, membuat ia lupa akan pesan Arlan saat akan turun dari mobil.
Namun saat Leon akan bertanya pada Shinta, tentang tanda merah yang tak sengaja terlihat, mereka mendengar panggilan suara Arlan dari kejauhan.
"Hai, sudah hampir senja! Masuklah, tidak baik berada diluar!" perintahnya.
Leon mengangguk, Shinta memberikan stik golf pada pelayan yang menemani mereka, langsung memapah suaminya, untuk berjalan beriringan mendekati Arlan yang masih berdiri di depan pintu kaca menunggu anak menantunya.
Leon bertanya pada Arlan, "Papi katanya meeting! Apa sudah selesai?"
Arlan mengambil tangan Leon, membantu putra kesayangannya untuk berjalan beriringan supaya segera duduk di sofa ruang keluarga.
"Bagaimana? Kamu merasa enakan setelah cuci darah, dan berolahraga? Papi akan berjanji, akan selalu pulang ke rumah untuk melihat perkembangan kamu setiap harinya."
"Segar Pi, sudah enakan dan mulai merasa hangat suhu tubuh ku. Mudah-mudahan setelah aku bisa berjalan lagi, berat badanku semakin bertambah, dan bisa memberikannya Papi cucu," tawanya membuat Arlan tersentak mendengar celotehan putranya.
Arlan menelan ludahnya sendiri, seketika tenggorokannya terasa sangat kering, seperti tercekat, membuat dia hanya bisa tersenyum tipis melirik kearah Shinta.
Sementara Shinta hanya tersenyum dan mengusap lembut lengan suaminya, "Berdoa saja. Aku hamil dan kamu pasti bahagia sayang ..." bisiknya pelan, membuat Arlan semakin gelisah karena perasaan bersalah.
Arlan bergumam dalam hati, "Bagaimana jika apa yang aku lakukan pada Shinta hari ini, membuat gadis ini hamil? Bagaimana mungkin Leon akan percaya. Jujur aku takut, apa yang terjadi pada Yasmin, terjadi pada Shinta ..." sesalnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Tari Gan
hubungan mengruet 🤣🤣
2023-01-03
0
Simply Yunita
nah hamil? anak apa cucu tuh? arlan menelan ludah 🤣🤣🤣
2022-10-20
2
Chay-in27
hamilnya sama Arlan pasti ...😤😡🙄
2022-10-19
3