Mata kedua-nya saling bertemu, Arlan tak mampu untuk tidak mendekati Shinta. Gadis ceria nan hangat, membuat ia benar-benar tergoda pada sang menantu ...
Jantung kedua-nya berdegup kencang, tampak gugup saat mata mereka saling menatap. Hanya satu yang ada dalam benak Arlan ... "Cantik ..."
Kekaguman Arlan semakin terlihat jelas dari raut wajahnya, saat ia langsung memberikan tas yang ada ditangannya, pada pelayan. Tatapan mata yang dulu tak merasakan apa-apa, kini semakin merasakan sesuatu yang sangat berbeda.
Arlan mendekatkan wajahnya, hanya untuk mencium aroma wangi yang menyeruak dari tubuh gadis, yang mengaku masih perawan dihadapannya beberapa waktu lalu.
Shinta tersentak, saat jemari tangan Arlan menyentuh kulit wajahnya, menatap mata Arlan yang juga tengah menatapnya, "Papi! Papi kenapa baru pulang sekarang? Tadi ada keluarga Leon yang datang ke sini, tapi wanita itu tidak Shinta beri ruang untuk bertemu dengan Leon, karena suami ku sedang istirahat. Jadi dia hanya melihat sebentar dan bertanya, siapa aku. Kemudian memilih pergi meninggalkan rumah ini."
Arlan menghela nafas berat, sejujurnya dia sudah membayangkan Raline akan melakukan hal ini pada Shinta.
Arlan tersenyum manis dihadapan Shinta, mengalihkan pembicaraan mereka berdua, kembali bertanya, "Bagaimana keadaan Leon? Apakah dia masih memanggil nama ku?"
Shinta menggelengkan kepalanya, sejujurnya dia sangat menyadari bagaimana berdebar nya mereka berdua, saat di pertemukan. Berkali-kali ia membasahi tenggorokan yang sakan mengering karena jarak wajah keduanya sangat dekat.
"Ba-ba-baik Pi. Leon hanya menginginkan aku membelainya, tapi dia tidak mam-- ..."
Arlan tak ingin melanjutkan pembahasan mereka berdua, karena dia sudah menyaksikan kemesraan putranya dengan Shinta yang tak bisa berbuat apa-apa.
"Bagaimana perasaan mu? Hmm setelah Leon terlelap temuin aku. Ada hal yang ingin aku bicarakan pada mu."
Arlan meninggalkan Shinta di ruang tamu, berlalu menuju kamarnya yang berada tidak jauh dari ruang kerjanya.
Shinta tersenyum sumringah, dia merasakan sesuatu yang berbeda dari Arlan saat ini. Jika di delik kebelakang gadis itu sangat menginginkan Arlan, untuk menjadi suami sungguhan nya, bukan suami kontrak untuk Leon.
Beberapa waktu sebelum kepulangan Arlan, Shinta yang mengetahui gerak-gerik tangan Leon kala itu merasakan sesuatu yang aneh pada suaminya.
Berkali-kali Leon meminta pada Shinta, untuk menyentuh miliknya, membuat ia harus melakukannya, walau tidak berhasil sempurna.
Bagaimana tidak, kondisi Leon yang masih terbaring, setelah melakukan cuci darah, membuat dia menginginkan Shinta untuk memberikan kepuasan batin.
Shinta yang merupakan perawat, sangat mengerti bagaimana perasaan Leon jika sudah melakukan cuci darah. Tubuhnya akan terasa sangat segar, bahkan ceria dan terlihat aktif dari biasanya, walau dia hanya melakukan sekedarnya saja.
Shinta berusaha mengecup bibir suaminya yang mengering, walau mengeluarkan aroma yang tidak sedap karena pengaruh obat-obatan dari dalam tubuh. Aroma yang menandakan, bahwa kondisi seseorang tidak normal dari orang normal lainnya.
Apapun itu, Shinta berusaha untuk tidak mengecewakan Leon. Walau sesungguhnya Leon lah yang mengecewakan istrinya sendiri saat pelepasan itu terjadi begitu cepat.
Leon berkali-kali membawa Shinta dalam dekapannya, hanya bisa mengucapkan, "Maafkan aku, sayang. Karena aku tidak mampu membahagiakan mu. Apa mau aku membantu mu ...?"
Shinta menggelengkan kepalanya, dia hanya tersenyum, mengusap lembut wajah Leon yang sesungguhnya tampan, namun sakitnya membuat wajah yang dulu terlihat tampan, berubah menjadi lebih memprihatinkan.
"Tidurlah suami ku. Aku sangat bahagia bisa membuat mu bahagia," hanya itu yang bisa Shinta ucapkan, kemudian sedikit menjauh dari lengan Leon hanya untuk melindungi lengan itu dari himpitan tubuhnya.
Shinta yang tumbuh dari keluarga biasa saja, yang pernah mengenyam kesuksesan menjadi anak orang kaya, namun harus tumbuh seorang diri karena pengkhianatan partner bisnis keluarganya.
Kedua orangtuanya meninggal pada kecelakaan tragis, kemudian meninggal dunia, sementara Shinta diambil alih oleh panti sosial yang berada di Singapura.
Kehidupan Shinta berubah, ketika ia berhasil mendapatkan beasiswa disalah satu universitas ternama di London Inggris, dalam bidang kesehatan. Karirnya di Mount Elizabeth Singapura, tidaklah mudah. Dia merintis kurang lebih empat tahun untuk menjadi leader dalam menangani penyakit dalam.
Pertemuannya pertama kali dengan Keluarga Arlan, karena kebetulan Shinta yang menerima pasien bernama Leon Alendra Arlan, yang mengalami muntah darah saat dini hari.
Bergegas Shinta memberi pertolongan pertama pada Leon, dari menghentikan rasa mual yang di rasakan oleh pasien, juga mencarikan golongan darah B+ yang sedikit sulit di dapatkan malam itu.
Arlan yang ikut mendonorkan darahnya, membuat Shinta terpesona pada pandangan pertama dengan duda beranak satu itu.
"Aaugh ..." ringis Arlan, saat Shinta menusukkan jarum suntik pertama kali.
Shinta yang sudah melakukan dengan sangat hati-hati, sedikit berbisik pada Arlan, "Maaf Tuan. Bisakah kamu menarik nafas panjang? Karena ini akan sedikit sakit, jarumnya lumayan besar ..."
Arlan tersenyum manis, dia hanya memainkan bibirnya sendiri, menahan rasa ngilu kala itu.
Semenjak malam itu, Arlan meminta Shinta untuk mengawasi Leon dalam pengawasannya 24 jam selama dua bulan. Tentu saja dengan tips yang sangat menggiurkan, agar putranya merasa nyaman dan tidak kesepian saat menjalani pengobatan di Mount Elizabeth.
Malam semakin larut, Shinta telah menyelesaikan tugasnya, menidurkan Leon yang sudah terlelap. Ia beringsut perlahan, untuk mencari keberadaan Arlan sesuai permintaan duda tampan itu.
Shinta mencepol rambutnya tinggi, dia merasa tubuhnya sedikit lelah. Dan beranjak menuju dapur, mencari makanan yang akan dia santap sebelum menuju ruang kerja Arlan.
Saat Shinta akan menyesap secangkir wedang jahe, yang di buatkan pelayan, dan menikmati satu mangkuk kecil cream soup, terdengar suara mendehem seorang pria dari arah belakangnya, sambil menghembuskan hangatnya nafas seorang pria dewasa.
"Ehem ..."
Sontak hembusan hangat nafas seorang pria dewasa tersebut, membuat bulu kuduk Shinta meremang dan tersipu malu.
"Papi ..." sapanya memberi ruang pada Arlan untuk duduk disampingnya.
Arlan memerintahkan kepada pelayan untuk menyediakan secangkir kopi hitam tanpa gula dan cream soup yang sama dengan Shinta.
Arlan menoleh kearah Shinta yang tengah menikmati sendokan soup ke mulut mungil itu dengan perlahan, "Hmm ... Saran aku jika wanita itu datang lagi, jangan pernah buka pintu rumah ini! Tapi aku sedang memikirkan untuk membawa kalian tinggal di apartemen ku yang berada dilantai 18. Aku rasa kita akan aman disana. Oya, kapan kamu bisa aktif kerja? Jika kamu sudah aktif di rumah sakit, aku akan meminta pada pihak rumah sakit agar mempersiapkan tempat untuk Leon."
Shinta berpikir sejenak, menoleh kearah Arlan, "Lebih baik Shinta fokus merawat Leon dulu, Pi. Karena Leon masih penyesuaian. Tubuhnya masih lemah, dan Shinta belum tega meninggalkannya, apalagi dia sudah dua kali seminggu cuci darah. Jadi Shinta mau fokus untuk Leon. Jika Papi memiliki kandidat yang lain, silahkan saja. Karena kesehatan Leon lebih utama dari pekerjaan di rumah sakit."
Mendengar penuturan menantunya, benar-benar membuat Arlan semakin terpesona. Dia tidak tahu harus berkata-kata, karena hanya Yasmin yang pernah mengatakan hal yang sama beberapa tahun lalu, saat memutuskan untuk meninggalkan pekerjaannya sebagai akuntan publik demi merawat putra kesayangan mereka.
Arlan mengusap lembut kepala Shinta, mendekatkan wajahnya ke cuping kanan menantunya, berbisik dengan pelan ...
"Jujur aku tergoda dengan pesona mu, Shinta ..."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Tari Gan
ku terpesona pada pandangan pertama,ku jatuh cinta selamanya kata si duren
2023-01-02
0
Ani
😄😄😄😄😄😄 mulai terpesona nih
2022-10-20
2
Chay-in27
cie cie ... naksir ni ye ... terpesona pada pandangan pertama Ternyata... tapi masih malu-malu kuda ...🤣🤭🤭
2022-10-15
3