Marsha sudah berada di sebuah gedung yang sangat sering dia datangi. Semua karyawan membungkuk dan tersenyum ketika dia melewati pintu masuk. Dan dengan ramah, Marsha juga membalas senyum mereka. Itulah alasan kenapa semua orang suka pada Marsha. Sudah cantik, gak sombong pula. Tapi senyum Marsha langsung pudar begitu dia memasuki lift.
Lift berhenti di lantai 10. Lantai itu sepi. Hawanya juga dingin. Orang yang tidak tau pasti mengira lantai ini hanya ada ruangan kosong yang tidak berpenghuni.
Marsha dengan percaya diri melangkah masuk ke suatu ruangan dengan pintu yang hanya dapat di buka dengan sidik jari atau password. Marsha sudah sering ke sini, jadi dia dapat dengan mudah membuka pintunya.
“Sayang,,,” Marsha masuk dan menemukan Juna sedang menelepon.
Pria itu mengangkat satu tangannya, mengisyaratkan supaya Marsha tidak mendekat dan berisik.
“Kalau kamu tidak bisa selesaikan dalam 3 jam, saya akan pecat kamu! " Juna mematikan teleponnya dengan kesal.
“Siapa?” Tanya Marsha penasaran.
“Pertanyaan yang tidak perlu di jawab.”
Juna berdiri dari kursinya. Dia menatap keluar jendela ruangan. Moodnya sedang tidak terlalu bagus dan dia tidak ingin berbicara dengan Marsha sekarang. Masalahnya, Marsha selalu membuat Juna sakit kepala dan stress. Di mana ada Marsha, di situ pasti ada kekacauan. Dan setiap kali Marsha berbuat ulah, dia yang harus membereskannya.
Pernah satu kali Marsha bertengkar dengan seorang wanita di butik karena berebut baju limited edition. Juna lah yang harus membatalkan meeting untuk menangani keributan yang diperbuat Marsha dan bodyguardnya. Jadi, kejadian kemarin itu bukan yang pertama kali.
“Are you okay?'’ Tanya Marsha seraya memegang pundak Juna.
Juna berbalik, membuat Marsha dapat melihat wajah tampan kekasihnya. Juna memiliki hidung yang mancung, rahang yang tegas, dan kulit yang bersih. Hanya kekurangannya, dia jarang tersenyum dan punya tatapan mata yang begitu tajam. Silet saja kalah tajam.
Seperti saat ini, bukannya menjawab, Juna malah menatap Marsha tajam sehingga membuat Marsha sedikit gugup.
“Mau makan siang?” Tawar Marsha mencoba untuk mencairkan suasana.
“Nona, tapi anda ada janji makan siang dengan nona Valen kan?” ucap seseorang yang sejak tadi berada di belakang Marsha.
"Astaga Ken, hampir saja aku lupa." Karena pekerjaan yang cukup padat, Marsha sampai sering lupa dengan jadwalnya. Untung ada Ken, bodyguard yang selalu mengingatkan segala jadwalnya.
"Jun.. aku pergi dulu ya..See you besok.." Marsha mencium pipi Juna, lalu buru-buru pergi.
Sekarang tinggal Juna yang berada di ruangan. Dia akhirnya bisa bernafas lega ketika Marsha sudah keluar. Juna memang pintar dalam urusan bisnis, tapi kalau soal wanita, dia tidak begitu paham. Baginya semua wanita sama saja. Berisik dan merepotkan. Seharusnya sejak awal Juna tidak menyambut permintaan Marsha untuk berpacaran, karena sekarang dia terjebak dan tidak bisa mengakhirinya.
“Pak, apakah mau pesan makan siang?” Seorang pria berkacamata membuyarkan lamunan Juna.
“Kita makan di luar, Jo.”
***
Cafe Milan.
Seluruh pengunjung cafe menengok ke arah dua pria tampan yang tengah menikmati makan siang mereka. Pria yang satunya berwajah oriental, dengan rambut di spike, dan wajah yang tegas sangat menunjukan jika dia adalah orang kaya raya. Sedangkan pria satunya bertubuh kekar dan berkacamata. Kulitnya sedikit coklat, tapi tatapannya sungguh ramah dan murah senyum.
“Ga usah tebar pesona Jo.” Juna menghentikan Jo yang sejak tadi tersenyum ke segala arah.
“Yah, namanya juga usaha, siapa tau ada yang ketangkep.”
Juna menggeleng-gelengkan kepala. Dia memotong steak nya dengan cepat. Sepertinya dia salah memilih tempat, karena tujuan sebenarnya dia ke cafe Milan supaya tidak ada lagi mata yang memandang ke arahnya. Juna hanya ingin makan dengan nyaman. Tapi, ternyata sama saja.
“Sudahlah Jun.. Namanya juga nasib orang tampan.. kenapa kamu begitu kaku sih? Semua orang itu tau siapa kamu.”
“Justru itu.. aku itu bukan artis, tapi pengusaha.” Jelas Juna sambil mengacungkan pisaunya di depan asisten sekaligus temannya itu. Jika di luar kantor, Jo boleh memanggil atasannya dengan hanya sebutan nama, tidak perlu embel-embel Bapak atau Tuan.
“Oh iya, ada yang lihat kamu sama Megan di sebuah hotel. Kamu betul ketemu sama Megan?” tanya Jo tiba-tiba.
Juna hanya melirik, lalu tersenyum licik. “Itu bukan urusan kamu Jo.”
“Ya,,ya... terserahlah..” Jo memilih menyerah karena Juna tidak akan memberitahukan segala sesuatunya pada Jo. Seharusnya Jo senang karena bebannya akan berkurang, tapi dia melihat Juna akhir-akhir ini semakin lama semakin banyak rahasia. Dia khawatir kalau Juna depresi.
“Jun, sepertinya kamu butuh liburan deh.. kali aja kamu bosan sama Marsha.”
Meskipun itu kenyataan, tapi ucapan Jo berhasil membuat atasannya tersedak. “Apa hubungannya liburan dan Marsha?”
“Ya habis.. Gue tau lo ga suka Marsha.. coba cari yang antimainstream,, siapa tau ketemu waktu liburan. Tapi jangan Megan juga. Dia udah punya pacar dan reputasinya kurang bagus.”
“Lo tau, ini pisau tajam?” Juna membolak balikan pisaunya di depan wajah Jo. Jo langsung diam seribu bahasa. Juna memang sangat sensitif dan tidak bisa diajak kompromi.
“Jangan bicara tentang Megan lagi.” Kata Juna tiba-tiba.
Dia menghentikan aktifitasnya karena sebuah telepon masuk.
“Ya, tentu saja aku akan ke sana. Jangan khawatir.. miss you..”
Jo mendengarkan percakapan bos nya dengan heran. Jarang sekali Juna mengangkat telepon saat sedang makan. Dan terkahir Jo dapat dengan jelas bisa mendengar kata miss you. Juna merindukan seseorang? Selama 5 tahun pacaran dengan Marsha, Jo tidak pernah dengar Juna mengucapkan kata itu pada Marsha.
“Siapa Jun? Marsha?” Tanya Jo yang sangat penasaran.
“Bukan.”
“Jangan bilang kamu punya pacar lain.” Tebak Jo dengan ekspresi yang menuduh.
Juna hanya tersenyum sinis.
Akhirnya lagi-lagi Jo menyerah dan mereka hanya menyelesaikan makanan tanpa mempedulikan sekeliling. Mereka tidak sadar kalau seseorang mendengarkan pembicaraan mereka sejak tadi.
Tim mengamati mereka dari meja sebelah sambil pura-pura mengerjakan tugas di laptop. Dan satu hal yang Tim tau dari pembicaraan mereka adalah bahwa Juna tidak menyukai Marsha. Kehidupan para publik figure memang penuh dengan kepalsuan. Tim sempat merasa kasihan pada Marsha karena Juna tidak menyukainya. Dan kesimpulannya, Juna memang dapat di curigai sedang bermain di belakang Marsha. Tapi dengan siapa? Megan atau yang lain?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments