Bab 16. Memasak Untuk Affan

Aira begitu terampil menyiapkan bahan dan bumbu. Dia terlihat seperti seorang juru masak yang hebat. Bi Sumi hanya membantunya membereskan sisa-sisa bahan yang tidak diperlukannya.

Affan mendengar suara langkah kaki Faya yang menuruni tangga. Dia segera menyembunyikannya tubuhnya dan menutup pintunya cepat-cepat.

'Gawat kalau Faya tahu aku sedang mengintip Aira diam-diam. Dia pasti berpikir kalau aku sudah bucin.' Affan mengusap wajahnya lalu berjalan menuju tempat tidurnya.

Affan mengambil remot TV-nya dan menyalakannya. Matanya memang melihat ke TV tetapi pikirannya sedang berada di tempat Aira berada.

Faya berjalan menghampiri Aira yang sedang memasak. Seumur-umur dia tidak pernah memasak. Dalam keadaan darurat dia hanya bisa memasak mi instan atau telur ceplok saja.

"Masak apa, Ma? Baunya enak banget," tanya Faya sambil mengintip masakan Aira dari belakang punggungnya.

"Ini capcay dan ini timlo. Ayahmu sakit jadi aku membuatkan makanan berkuah untuknya," jelas Aira. Di depan Faya dia tidak berani memanggil Affan dengan sebutan Om.

Faya terkejut. Dia tidak tahu jika ayahnya sedang sakit. Jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi, dia pikir ayahnya sudah berangkat ke kantornya.

"Sakit? Aku akan pergi menjenguknya." Faya terlihat cemas, setelah mengatakan itu dia segera pergi meninggalkan Aira.

Aira mengulurkan tangannya hendak mengatakan sesuatu. Namun, Faya berjalan terlalu cepat. Masakannya bisa gosong jika dia tinggalkan begitu saja.

"Aku lupa bilang kalau Om Affan cuma masuk angin biasa." Aira menggelengkan kepalanya lalu kembali berkutat dengan masakannya.

Capcay yang dimasak telah siap. Aira hanya tinggal menyelesaikan satu menu lagi yaitu timlo.

Di kamar Affan,

Faya membuka pintu kamar ayahnya dengan cepat. Wajahnya terlihat begitu khawatir saat mendengar ayahnya sedang sakit.

Affan terkejut dengan kedatangan Faya yang tiba-tiba.

"Huft ...! Kamu mengagetkan ayah saja, Sayang." Affan mengungkapkan keterkejutannya.

Bukannya menjawab pernyataan ayahnya. Faya malah nyelonong mendekati sang ayah. Tangannya menyentuh lehernya dan mengukur suhu tubuhnya dengan punggung tangannya.

"Tidak panas. Ayah beneran sakit atau Aira hanya membohongiku saja?" Faya menatap Affan dalam. Matanya menemukan tanda merah yang sedikit terlihat di lehernya.

Affan terlihat pasrah saat putrinya memutar tubuhnya hingga dirinya berada di dalam posisi yang membelakangi Faya.

Faya tersenyum saat melihat ayahnya penuh dengan tanda merah akibat kerokan. Sebelumnya dia berpikir jika ayahnya itu terkena gigitan atau cakaran Aira saat melakukan hal dewasa.

"Aku pikir ayah habis membuat dedek buatku," ucap Faya sambil tertawa cekikikan.

"Hush! Kamu bikin ayahmu ini malu saja. Kami dan Aira masih SMA, ayah tidak mungkin melakukannya dan membuat Aira malu disekolah karena dikira hamil diluar nikah."

Jawaban dari Affan tidak membuat Faya menjadi senang. Dia malah menunjukkan wajah kecewanya.

"Aku pikir ayah benar-benar mencintai Aira. Jangan bilang ayah masih menginginkan Amanda!" seru Faya dengan suara yang pelan tetapi penuh penekanan.

Ekspresi wajah Affan berubah ketika Faya menyebut nama Amanda.

"Ayah tidak memiliki perasaan apapun pada Amanda. Ayah sedang berusaha untuk menerima kehadiran Aira di dalam hidup ayah. Cinta ayah begitu besar untuk ibumu, jadi ayah mohon berikan ayah waktu untuk mengenal Aira."

Faya mengangguk. Mencoba mengerti tentang apa yang dikatakan oleh ayahnya.

Tidak lama kemudian Aira datang membawakan sarapan untuk Affan. Meskipun dia sangat lapar tetapi dia mengutamakan tugasnya sebagai seorang istri.

"Faya, aku menyisakannya untukmu di ruang makan jika kamu mau," ucap Aira saat melihat Faya menelan ludahnya ketika melihat masakannya.

"Itu bukan modus halus untuk mengusirku dari sini, bukan?" goda Faya sambil menyenggol lengan Aira.

Beruntung nampan berisi makanan dan minuman untuk Affan tidak tumpah. Aira meletakkannya dengan aman di atas nakas.

"Kamu ini ada-ada saja. Ya, sudah kalau tidak mau. Rasanya akan berbeda jika dipanaskan," jelas Aira.

"Nah, kan, ini beneran modus. Aku tahu ayahku memang tampan. Baiklah, aku akan pergi. Kalian nikmati saja sarapan romantis kalian berdua," goda Faya sambil pergi berlalu dari kamar Affan.

Aira tersipu setiap kali Faya menggodanya dengan kalimat yang memojokkan dirinya. Dalam hati dia merasa gemas dengan kelakuan sahabatnya itu yang membuatnya begitu malu di depan ayahnya.

Kini di dalam ruangan itu hanya tinggal Aira dan Affan.

****

Bersambung ....

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***