Aida menuruni undakan tangga menuju dapur. Kebiasaan yang setiap pagi dilakukan Aida adalah membantu sang ibu untuk memasak.
"Selamat pagi Ummi," Aida mendaratkan ciumannya pada pipi Aisyah.
"Pagi Sayang," balasnya. "apa yang bisa aku bantu Umm?" Aida melihat apa yang hendak dibantunya.
"Tata saja masakan itu di atas meja Nak, lagian sudah tidak ada lagi yang mau bantu selain itu."
"Maaf Ummi, aku telat turun," sesalnya.
"Tidak apa Sayang, lagian Ummi mengerti kok," Aisyah menampilkan senyum manisnya kepada putrinya.
"Terima kasih Ummi. Oh iya, Zainab mana Umm?" Sedari tadi Aida tidak melihat keberadaan adiknya itu. Padahal biasanya gadis itu pasti sudah berada di dapur bersama Aisyah.
"Baru saja dia ke kamar Ai, katanya dia datang bulan,"
Aida hanya mengangguk mendengar ucapan Aisyah. Aida menyusun dengan tapi hidangan sarapan pagi mereka. Tak lupa dua centong nasi berada di atas meja makan.
"Panggil gih suami kamu, Nak," Suruh Aisyah kepada putrinya. Karena, suaminya sudah melangkah menuju dapur.
"Iya Umm,"
Aida membuka pintu kamarnya. Kepala wanita itu menggeleng melihat kelakuan suaminya yang masih saja tertidur. Bahkan mulut laki-laki itu tampak sedikit terbuka.
"Mas bangun kita mau sarapan bersama di bawah," Aida membangunkan suaminya dengan lembut.
"Hmmm," hanya itu yang keluar dari mulut laki-laki itu.
"Bangun Mas, Ummi sama Abi sudah nungguin kita di meja makan," ujar Aida tepat di samping telinga suaminya. Meski agak grogi Aida harus melakukannya agar laki-laki itu cepat bangun.
Benar saja mata laki-laki itu langusng terbuka lebar. "Kenapa baru bangunin saya?" Husein langsung mendudukkan tubuhnya.
"Subuh tadi aku sudah bangunin kamu, Mas. Tapi kamu malah marah sama aku," jawab Aida sekenanya.
Husein langsung melangkah dengan cepat menuju kamar mandi. Membuat istrinya menatap dirinya dengan nanar. "Ya Allah, kuatkah hamba atas ujianmu ini," Aida mengusap dadanya lembut.
Tak lama kemudian Husein keluar dari dalam kamar mandi dengan rambut basah yang membuat tik-tik air bening itu berjatuhan ke lantai. Menambah kesan tampak berkali-kali lipat untuk laki-laki itu. Tidak salah bukan jika Aida menatap suaminya begitu? Lagian juga sudah halal jadi ya sah-sah saja.
'Ya Allah, betapa tampannya pangeran yang kau kirimkan untuk hamba.' menolog Aida dalam hatinya.
Akhirnya kedua orang itu keluar dari dalam kamar. Aida berjalan di samping suaminya layaknya seorang istri pada umumnya.
"Maaf Abi, Ummi, kami sedikit terlambat," Husein menarik kursi untuk didudukinya.
"Tidak apa-apa Nak, Abi mengerti kok," balas laki-laki itu dengan tersenyum.
Mereka makan dengan tenang. Tak ada percakapan yang terjadi di senja makan. Terdengar sunyi, bahkan hanya dentingan sendok serta detik jarum jam yang terdengar.
"Abi, Ummi nanti aku sama Aida akan pindah ke rumah kami," Husein menatap kedua mertuanya itu secara bergantian.
Aida menatap suaminya terkejut. Pasalnya suaminya itu tak memberitahu dirinya terlebih dahulu. Aida ingin menyela, namun tak jadi lantaran sekarang dia harus mematuhi apapun perintah suaminya.
"Kenapa cepat sekali Nak? Apa tidak bisa menginap di sini untuk beberapa hari kedepan?" Aisyah menatap menantunya itu dengan penuh harap.
"Tidak bisa Mi, lagian rumah yang akan aku huni sama istriku tidak terlalu jauh dari kantor,"
"Ahh, iya tidak apa-apa Nak Husein. Tapi jangan lupa sering-sering berkunjung ke sini ya," pinta Hasan kepada menantunya itu.
"Iya Bi, pasti akan sering-sering berkunjung ke sini," balas Husein.
Aida membereskan semua keperluannya ke dalam koper yang lumayan besar. Tak lupa memasukkan baju suaminya yang berada di dalam lemari pakaiannya dan meninggalkan beberpa helai saja.
"Mas apa kita akan berangkat setelah ini?" Aida meletakkan kopernya di depan pintu kamar.
"Iya," Husein merapikan baju yang kini di pakainya.
Pengantin baru itu melangkah menuruni anak tanggan, dengan Husein menyeret koper besar milik Aida.
"Abi, Ummi, kami berangkat dulu?" pamit Husein saat kedua mertuanya itu berada di ruang tamu.
"Kenapa tidak nanti sore saja, Nak Husein" Aisyah cukup terkejut dengan ucapan menantunya. Dia mengira jika menantu dan anaknya itu akan pindah nanti sore.
"Tidak Ummi, kami akan berangkat sekarang. Karena ada sesuatu yang harus kamu kerjakan," jawab Husein.
"Oh ya Sudah, kamu hati-hati ya Nak," Aisyah memeluk putrinya dengan erat. Putri yang sangat dicintainya itu akan pergi bersama dengan menantunya.
"Ummi, aku akan sering-sering ke sini kok, jadi Ummi tidak usah bersedih," Aida mengusap air mata Asiyah. Jujur saja Aida juga masih berat untuk meninggalkan rumah yang penuh dengan kenangan ini.
"Iya Nak, kamu harus janji itu,"
"Iya Mi,"
Selanjutnya Aida memeluk erat cinta pertamanya, Hasan. Laki-laki yang mati-matian mendidiknya menjadi seorang anak yang berbakti. Menjadi seorang anak yang memang pantas untuk dibanggakan. Didikan Aisyah maupun Hasan tidak akan pernah mengecewakan, lantaran kedua putrinya sangat taat akan ajaran agama Allah.
"Nak, seorang suami itu ibarat sebuah rumah. Jika engkau mematuhinya, ia akan melindungi dan mencukupi kebutuhanmu. Namun, jika engkau mengkhianatinya, maka ia akan berpaling darimu. Jadi patuhilah suami kamu Nak, jangan pernah membuat Allah murka akan tindakan yang kamu lakukan," Hasan mengusap pipi mulus putrinya.
"Iya Abi, in sya Allah aku akan mengingat nasehat-nasehat yang Abi berikan kepadaku selama ini," Aida mendaratkan ciuman pada pipi cinta pertamanya itu.
"Bagus Nak, Abi akan sangat bahagia jika kamu menjalani itu semua. Ambillah teladan dari Siti Khadijah yang memiliki nilai kesetiaan yang tinggi, dari Aisyah nilai kejujurannya, dari Asiah nilai kesabarannya menghadapi suaminya yang selalu berbuat jahat bahkan mengaku dirinya Tuhan, dari Maryam nilai ketabahannya, dan dari Fathimah nilai keteguhannya." lanjut Hasan mencium lembut pipi putrinya.
"Terima kasih Bi, terima kasih sudah memberikan aku begitu banyak pelajaran. Apapun bentuk ilmu yang Abi berikan in sya Allah, akan aku gunakan dalam kehidupan sehari-hari,"
"Iya Nak, jangan pernah kecewakan Abi, maupun Ummi,"
"In sya Allah aku tidak akan pernah mengecewakan Abi maupun Ummi," balas Aida memberikan senyum terbaiknya. "Ya sudah, aku sama Mas Husein pergi dulu Biar Mi. Aku pasti akan sangat merindukan Abi maupun Ummi nantinya,"
"Iya Nak, kamu hati-hati di jalan. Tolong didik Aida jika dia berbuat salah ya Nak Husein," pinta Aisyah kepada menantunya.
"Iya Mi, in sya Allah,"
Aida dan Husein meninggalkan kediaman Hasan untuk menuju kediaman mereka. Husein menjalani mobilnya tidak terlalu kencang bisa dibilang sedang. Tak ada yang berbicara di antara mereka berdua. Hanya semilir angin yang menerpa wajah cantik Aida. Kebetulan kaca pada pintu di samping Aida duduk di bukanya. Sejuk, sangat sejuk angin yang menerpa dirinya. Aida sampai memejamkan netranya menikmati betapa sejuknya udara pagi ini.
"Sudah sampai Mas?" Aida menatap suaminya yang sudah membuka sabuk pengamannya.
"Sudah," balasnya singkat. Aida berkali-kali mengucap istigfar dalam hatinya. Berusaha tetap sabar dengan sikap dingin suaminya. Aida yakin jika suatu saat es itu akan mencari dengan sendirinya.
Aida mengikuti langkah suaminya menuju rumah. Rumah yang tampak sangat megah dengan tingkat dua. Rumah yang tak jauh berbeda dengan rumah Ayahnya. Meski rumah Ayahnya lebih besar sedikit dari rumah ini nanum, rumah yang kini akan ditinggali Aida di tumbuhi pohong rindang yang tak terlalu banyak. Cukup asri dan nyaman.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Al Hyt
Serius Thor mohon perbaiki kalimatnya,, hanya orang" pintar yg mampu memahami tulisan anda.
2023-01-29
2
ˢ⍣⃟ₛ🍾⃝𝓡ͩ𝓱ᷞ𝔂ͧ𝓷ᷠ𝒾𝓮ͣᴸᴷ㊍㊍
pisah kamar gak Yaa ..??🤔🤔🤔
2022-12-03
1