SUAMI PILIHAN ABI

SUAMI PILIHAN ABI

SPA 01

Aida tengah membersihkan halaman rumah, yang tampak dipenuhi oleh rumput liar yang sudah mulai meninggi. Tidak keseluruhan, karena ada sebagian terdapat tanah yang tidak bisa di tumbuhi rumput. Sedikit lelah, tapi itu harus dilakukan Aida. Menunggu Abi atau Umminya yang akan membersihkan rasanya tidak mungkin. Apalagi menunggu adik perempuan, bahkan itu lebih tidak memungkinkan.

Adiknya yang berada empat tahun dibawahnya. Apalagi gadis itu tengah disibukkan dengan belajar. Sebentar lagi gadis itu akan mengikuti ujian hingga lebih kurang tiga bulanan. Menduduki bangku kelas tiga, membuat gadis itu tidak lagi leluasa sepeti sebelumnya. Hari-harinya di penuhi dengan belajar, belajar dan belajar. Kadang dia juga lelah. Namun, demi mendapatkan beasiswa untuk kuliah dengan hasil keringatnya sendiri adalah suatu yang sangat membahagiakan dirinya. Meski orang-tua mereka mampu menguliahkan dirinya, namun jika hasil dari perjuangannya sendiri, rasanya akan jauh lebih berbeda.

Rasa lelah membuat Aida menghentikan pekerjaannya. Duduk dan mengambil air yang dia bawa keluar menggunakan botol minuman. Meneguk tiga kali tegukan untuk menghilangkan rasa lelah serta haus. Menyeka keringat yang membanjiri wajahnya, terutama bagian hidung serta atas bibir.

Dirasa rasa lelahnya sudah berkurang Aida kembali melanjutkan pekerjaannya yang hanya tinggal seperempat lagi. Mengikat bagian depan hijabnya yang tampak seperti mukenah ke belakang kepalanya, agar memudahkan gadis itu untuk bekerja. Bukan tak ada hijab pendek, hanya saja gadis itu lebih nyaman memakai hijab yang ukurannya sudah melewati ukuran XL.

***

Meja makan sudah diisi oleh Abi, Ummi serta adiknya. Mereka tengah menyendok makanan kepiring masing-masing. Sedangkan Aida masih menunggu mereka siap terlebih dahulu. Aida kurang suka jika bergantian, yang ada akan terasa lama. Apalagi apa yang dia inginkan sedang di ambil sama yang lain.

Dalam waktu lebih kurang 25 menit akhirya mereka sudah berada di ruang tamu kecuali adiknya yang sudah izin ke kamar untuk belajar. Lantaran gadis itu besok, akan mengadakan simulasi satu.

"Aida," Suara Hasan membuat Aida menoleh ke arah sang abi.

"Iya Bi, ada apa?" Aida ikut menolehkan kepalanya kepada laki-laki, cinta pertamanya.

"Boleh Abi mengatakan sesuatu, Sayang?" Hasan menatap lekat wajah cantik putrinya. Putri yang sebentar lagi tidak akan menjadi miliknya lagi, lantaran dia akan memberikan sang putri kepada laki-laki lain yang akan berstatus seorang suami.

"Boleh Bi. Emang Abi mau ngomong apa? Sepertinya sangat serius?" Aida menatap dengan lekat wajah sang abi. Wajah laki-laki yang tak lagi muda karena termakan usia.

Sedangkan Aisyah, selalu seorang Ibu hanya bisa diam. Menyimak segala sesuatu yang akan di bicarakan kedua anak dan ayah itu. Jika diperlukan, maka dia akan mengeluarkan suaranya. Saat ini yang berhak berbicara hanya suami serta putrinya sulungnya. Belum ada keterlibatan dirinya untuk ikut berbicara.

"Abi mau kamu menikah dengan Husein, Nak" Hasan belum melanjutkan perkataannya. Melihat bagaimana reaksi sang putri saat dia membahas masalah pernikahan.

Aida tampak terkejut dengan apa yang dikatakan Abinya. Tak pernah terfikir oleh Aida, jika Abinya akan membahas hal tersebut. Lantaran selama ini Abinya hanya diam saja tanpa pernah sekalipun membahas masalah pernikahan.

"Husein? Husein mana Bi?" Aida masih tetap berusaha tenang, meski saat ini hatinya tengah kocar-kacir tak menentu. Husein, satu kata yang bahkan tak pernah Aida dengar nama itu selama ini.

Apakah Abinya akan menikahkannya dengan anak seorang Ustad. Atau malah anak dari seorang Kiyai, yang tentunya paham akan agama. Tak akan ada seorang wanita yang tak memimpikan seorang suami yang paham akan agama. Paham apa yang telah diajarkan Rasulullah kepada umatnya. Yang akan membawanya menuju jannahnya Allah secara bersamaan.

"Husein anaknya adik angkat Abi, Sayang," Langsung saja Hasan mengatakan siapa sebenarnya Hussein. Kembali menatap sang putri, saat sebentar dia menatap ke arah televisi yang sengaja volumenya di perkecil.

Aida berusaha mengingat siapa itu Husein. Mana tau waktu kecil dia pernah berteman atau jika tidak bertemu dengan orang yang memiliki nama Husein tersebut. Namun, kepingan-kepingan memori lama, tak membuat Aida ingat siapa gerangan nama tersebut.

"Apakah aku pernah bertemu dengan dia, Bi?" Aida menatap wajah sang abi yang kini juga tengah menatap dirinya.

Hasan menggeleng. "Tidak Sayang. Bahkan selama ini adik tiri abi tinggal jauh dari kita. Jika dia rindu, mereka pasti akan datang kesini seperti tahun kemaren. Tanpa membawa putra mereka, karena kesibukan yang mungkin tak bisa ditinggalkan," jelas Hasan kepada putri sulungnya.

"Emang di mana adik tiri, Abi tinggal?" Aida tampak mengerutkan keningnya. Rasa penasaran membuat gadis itu sedikit kepo. Meski Aida tau jika sang abi memiliki seorang adik tiri. Namun, Aida tidak pernah tau dimana mereka tinggal, bahkan Aida juga tidak tau jika mereka memiliki seorang anak. Aida tidak terlalu ingin tahu akan keluarga Abinya. Jika sang abi bercerita, maka dia akan mendengarkan. Jika tidak, Aida tidak akan menanyakan.

"Mereka tinggal di luar Negeri Sayang, tapi jika nanti kamu menikah dengan putra mereka, mereka akan menatap disini dan akan mengembangkan perusahaan yang ada di sini. Sedangkan perusahaan yang ada di luar Negeri akan mereka serahkan kepada bawahan yang bisa mereka percaya," jelas Hasan dengan hati-hati. Dia sangat tau jika putrinya tidak akan tergiur dengan harta berlimpah. Bahkan jika boleh jujur, keluarga Hasan juga tak kalah kayanya dengan keluarga Husein. Tapi kehidupan yang dijalani Aida sangat sederhana tidak menampakkan betapa kayanya orang-tuanya. Bahkan adiknya juga mengikuti jejaknya yang diajari kedua orang tuanya yang sederhana.

Karena Umminya pernah berkata. "Sebanyak apapun harta yang kita miliki tidak akan ada gunakan jika ajal sudah datang. Bahkan untuk mengambil setitik oksigen yang selalu diberi gratis oleh sang Kuas sudah tidak bisa lagi. Lalu apa yang hendak disombongkan dengan harta berlimpah. Yang nyatanya disanalah hisab yang sangat banyak dia khairat nanti" Lebih kurang itulah kata-kata yang dikatakan Umminya, saat Aida berumur 18 tahun sedangkan adiknya sudah berumur 14 tahun.

Aida mengangguk dengan penjelasan Abinya. "Apa dia termasuk ke dalam kriteria calon suami yang pernah aku katakan dulu, Bi?" Aida mengingat jika dulu, waktu umurnya masih 17san, gadis itu pernah mengatakan bagaimana kriteria calon suami yang akan menjadi suaminya nanti saat dia sudah dewasa.

Tiba-tiba saja wajah Hasan berubah murung. Melihat reaksi itu, Aida jadi berfikir yang tidak-tidak. Apalah calon suami yang dikatakan Abinya tidak sesuai dengan keinginannya. Atau bahkan tidak sama sekali.

"Tidak ada sedikit pun kriteria kamu pada anak itu, Sayang. Bahkan bisa dikatakan dia kurang tahu akan ajaran agama. Jika tahu mungkin hanya sedikit. Dia sudah terlena akan nikmatnya dunia, bahkan sampai lupa akan akhirat tempat yang paling nyata." Hasan menatap wajah sang putri yang tampak pias mendengar ucapannya. Dia tau putrinya pasti kecewa dengan apa yang dia katakan. Sangat jelas terlihat dari raut wajah putrinya yang sudah berubah.

TBC

Terpopuler

Comments

suharlina

suharlina

masih liat situasi

2023-04-17

0

Bunda Aish

Bunda Aish

masih menyimak......

2023-01-29

1

🍾⃝𝓡ͩ𝓱ᷞ𝔂ͧ𝓷ᷠ𝒾𝓮ͣᴸᴷ㊍㊍

🍾⃝𝓡ͩ𝓱ᷞ𝔂ͧ𝓷ᷠ𝒾𝓮ͣᴸᴷ㊍㊍

tapi ini kenapa siih sii abii kok gak memilihkan jodoh yang baik buat putrinya...?? apa cobak tujuannya...??

2022-12-03

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!