Bab Delapan Belas. (Bukan) Rahim Pengganti.

Rendra mengecup pipi Dita membangunkan wanita itu. Tapi setelah beberapa kali mengecup, Dita masih belum juga membuka matanya.

"Bangun! Dasar putri tidur!" Rendra mengecup bibir Dita. Melihat Dita belum terbangun, dia me*lu*mat bibirnya.

Dita membuka matanya, dan cemberut menyadari bibirnya yang di gigit Rendra. "Sakit, Pak. Kok digigit," ucapnya polos.

"Bangunkan kamu susah banget. Sarapan dan kita ke pantai. Biar anak dalam kandunganmu senang di ajak ke pantai."

"Bukan hanya bayi ini yang senang ke pantai, Pak. Aku juga senang," cicit Dita. Rendra mencubit pipi Dita gemas.

"Mandilah! Setelah itu sarapan dan kita main ke pantai hingga siang."

Dita bangun dan mengecup pipi Rendra. "Terima kasih untuk semua yang Bapak lakukan. Ternyata Bapak tidak sekejam yang aku bayangkan. Bapak baik," ucap Dita dengan wajah memerah. Wanita itu bangun dan berjalan cepat menuju kamar mandi.

Rendra masih bengong dengan apa yang tadi Dita lakukan. Wanita itu telah berani mencium pipinya.

Setelah sarapan, Dita dan Rendra menunggu Dicky di lobby hotel. Sambil menunggu Dita masih terus mengemil. Sejak kehamilannya memasuki bulan ke empat bawaannya mau ngemil terus.

Rendra tersenyum melihat wanita itu, yang tidak pernah peduli dengan kehadiran siapapun. Tanpa malu, jika dia ingin makan, pasti dilakukan.

"Enak banget ya?" tanya Rendra melihat Dita makan keripik kentang dengan lahapnya. Rendra mencomot satu dari kantong yang Dita pegang.

"Enak banget. Pak Dicky tahu aja yang aku suka," ucap Dita. Raut wajah Rendra mengecup menjadi masam mendengar ucapan Dita.

"Yang menyuruh Dicky beli semua itu aku!" ucap Rendra.

"Jadi Bapak yang minta Dicky beliin semua ini. Terima kasih, Pak."

"Jangan panggil aku Bapak. Aku bukan ayahmu!"

"Terus aku panggil apa? Mas, Abang, atau Kakak?" tanya Dita.

"Terserah!"

"Ih, Bapak ikutan aku. Biasanya aku yang jawab terserah." Dita mencubit lengan Rendra. Pria itu tersenyum melihat tingkah Dita.

Setengah jam menunggu barulah Dicky muncul dengan berjalan tergesa. "Maaf, Pak. Jalanan macet," ucap Dicky dengan penuh penyesalan.

Tanpa menjawab ucapan Dicky, Rendra berdiri dari duduknya diikuti Dita. Wanita itu mendekati Dicky. "Kamu bohongkan kalau jalanan macet. Pasti ketiduran," ucap Dita.

"Bukan, Bu. Jalanan emang macet."

"Jangan panggil aku, Ibu. Panggil Dita aja. Kamu kenapa nggak tambahkan sayap aja mobilnya biar bisa terbang."

"Nggak lucu, Bu. Garing," ucap Dicky. Mendengar ucapan Dicky, Dita jadi kesal. Mencubit lengan Dicky. Kebiasaan Dita kalau lagi gemas.

"Aku bukan pelawak. Jadi pantas aja nggak lucu," ucap Dita mencubit Dicky kembali. Rendra yang melirik Dita dan Dicky saling mengobrol menghentikan langkahnya.

"Kamu bisa cepat dikit jalannya." Rendra menarik tangan Dita agar sejajar dengannya dan menggenggam tangan wanita itu menuju mobil yang terparkir.

Di dalam mobil tangan Rendra masih terus menggenggam tangan Dita. "Bagaimana, Dicky, apa kamu sudah mendapatkan bukti?"

"Sudah, Pak. Nanti saya kirim semuanya ke ponsel Bapak."

"Apa kamu telah memblokir kartu kreditnya?"

"Sudah juga, Pak," jawab Dicky. Dita memandangi wajah Rendra dengan wajah heran. Siapa yang sedang mereka bicarakan, pikir Dita.

Sampai di pantai, Dicky duduk berdua Rendra membicarakan bukti perselingkuhan Anggun. Sedangkan Dita bermain air di tepi pantai. Rendra memang sengaja meminta wanita itu pergi agar tidak mendengar obrolan mereka.

"Jadi sudah satu tahun Anggun berhubungan dengan anak itu. Dia masih kuliah?" tanya Rendra.

"Iya, Pak. Pria itu di belikan apartemen dengan Bu Anggun. Saat ini semua biaya hidupnya di tanggung Bu Anggun."

"Cari bukti pembayaran apartemen itu. Setelah itu ambil kembali jika memang menggunakan kartu kredit yang aku berikan buat Anggun."

"Baik, Pak."

"Jangan lupa besok urus langsung surat perceraian aku dan Anggun."

"Apa Bapak tidak ingin bicara dulu dengan Bu Anggun."

"Biar dia yang mencariku dan minta penjelasan dariku!"

"Baiklah, Pak. Besok semua berkas saya masukan pengadilan agama."

Rendra tidak ingin berlarut lagi, dia ingin mengakhiri pernikahannya dengan Anggun. Tidak perlu minta penjelasan dari istrinya itu. Bukti telah ada di depan matanya.

...****************...

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***