Sore hari seharusnya toko Maria belum tutup tapi semua rotinya sudah habis terjual. Dia sangat bersyukur untuk hari ini.
Dia bersenandung pelan dengan mengelap meja pelanggan di toko nya agar besok dia tidak perlu bersih-bersih lagi.
Dia juga mencuci piring dan gelas yang kotor dan juga mengelap dapurnya, sesekali dia menyeka keringat di wajahnya.
Lelahnya tidak sebanding dengan penghasilan hari ini. Setelah selesai dia meminum coffe dingin dari kulkas sambil berjalan mendekati telpon rumah.
Maria menelpon Emma, Neneknya.
"Selamat sore Nyonya Emma yang terhormat dan kaya raya. Bagaimana kabarmu? Apa hari ini cukup baik?" Tanya Maria dengan tersenyum.
Ucapan adalah doa maka sebutan kaya raya adalah doa yang tulus dari Maria untuk Emma.
Emma tertawa. "Selamat sore juga Maria Jonshon. Aku baik-baik saja, aku sedang berkebun ketika kau menelpon. Hari ini cukup baik bagiku, karena semua wortel ku sudah bisa di panen."
"Jika kau berkenan kirimi aku wortel itu Nyonya Emma. Aku sangat menyukainya."
"Dasar bulu kelinci!" Hardik Emma dengan tertawa membuat Maria ikut tertawa.
Maria sangat suka Wortel. Dia bisa makan wortel yang di masak dengan cara apapun, apalagi jus wortel yang segar. Bahkan Maria juga suka wortel mentah.
"Nyonya Emma rotiku habis hari ini."
"Oh iya?" Teriak Emma begitu senang. "Astaga aku senang mendengarnya. Kau penjual roti berbakat, Maria."
"Semua roti ku resep darimu Nyonya Emma. Aku berhutang budi padamu, harus ku apakan kau yang sudah tua ini untuk membalas kebaikanmu hm?"
Emma tersenyum. "Pulanglah ... perempuan tua ini merindukanmu."
"Oke!" Sahut Maria dengan semangat. "Aku akan pulang. Tau kan apa yang harus di siapkan ketika aku pulang Nyonya Emma?"
Emma kembali tertawa. "Makanan yang banyak!"
"Seratus untuk Nyonya Emma!"
"Ah dasar kau ini! Cepat aku menunggumu."
Maria kembali menyimpan telpon di tangan nya. Dia tersenyum lalu bergegas masuk kamar untuk mengambil tas miliknya.
Ini bukan hari sabtu atau minggu. Tapi karena sore ini roti Maria terjual habis jadi dia seakan punya berkat indah untuk menemui sang Nenek.
Maria sudah mengembok toko roti miliknya itu sebelum pergi.
Perjalanan menuju rumah Emma sekitar dua jam. Maria masuk ke salah satu bis langganan nya. Dia duduk di belakang sambil memalingkan wajahnya ke luar jendela.
Dia tersenyum melihat kesibukan orang-orang di luar sana, mengobrol di dalam mobil, berjalan di trotoar jalan sambil bercerita dan tertawa.
Gadis itu pun mengeluarkan ponsel di dalam tas nya lalu memotret mereka di balik jendela bis. Entah kenapa Maria suka sekali melihat orang tertawa.
Menurut Maria orang yang tertawa itu berhasil merahasiakan kesedihan mereka. Sedih boleh tapi tertawa jangan di lupakan. Itu menurut Maria.
Setelah asik memotret mereka semua dan hasil fotonya dia simpan di galeri, gadis itu pun tertidur.
Tapi lama kelamaan dia mendengar samar-samar suara seseorang mengobrol di kursi belakang.
"Tuan Hugo bilang dia akan terbang malam ini ke sini. Dia minta kita untuk ketat menjaga Marvel."
"Sebenarnya apa rencana Tuan Hugo? Bukankah Marvel hilang ingatan. Lalu apa untungnya sekarang?"
"Hei kau bod*h. Marvel sekarang masih belum sadarkan diri, kalau dia sudah sadar mungkin Tuan Hugo akan mencuci otaknya dengan mengatakan Tuan Hugo adalah atasan Marvel dan Marvel sudah bekerja dengan Tuan Hugo selama puluhan tahun. Bukankah kekuatan kita akan bertambah dengan adanya Marvel?"
"Ah iya. Kau benar juga!"
"Yang terpenting kita harus menjaga Marvel dari Bryan. Agar dia tidak menemukannya!"
"Untung gadis pemilik toko roti itu pergi saat itu. Jadi kita bisa membawa Marvel dari toko nya!"
Maria perlahan membuka mata mendengar nama Marvel dan juga gadis pemilik roti.
Apa jangan-jangan yang mereka maksud itu dirinya dan pria itu? Maria mengingat nama Marvel di gelang Rumah Sakit yang Marvel pakai.
Ketika bis berhenti di halte pertama, beberapa orang turun. Dan ternyata dua pria yang duduk di belakang Maria juga ikut turun.
Maria tidak turun di sini tapi karena dia penasaran dengan dua pria yang mengobrol di belakangnya tadi alhasil Maria pun ikut turun.
Dia berjalan pelan di belakang dua pria itu dengan mengambil masker di dalam tas nya.
Maria buru-buru mengenakan masker nya itu dan juga kaca mata hitam yang ada di tas nya.
Maria berjalan santai seolah-olah tidak mengikuti pria di depan nya, bahkan gadis itu membeli permen terlebih dahulu di pedagang yang ada di pinggir jalan sambil terus memusatkan mata nya ke arah dua pria tersebut.
Dia tidak boleh lengah dan kehilangan jejak.
Kini Maria mengikuti dua pria itu sambil memegang permen lolipop di tangan nya.
Ketika salah satu pria menoleh ke belakang spontan Maria pura-pura tengah membuka permen lolipop miliknya itu.
Mereka masuk ke salah satu rumah yang tidak terlalu besar. Maria bersembunyi di belakang pohon.
"Apa pria itu di sembunyikan di sana ya?" Gumam Maria.
"Aku harus masuk ke sana. Sepertinya pria itu butuh bantuan ..."
Setelah celengak-celingkuk beberapa saat akhirnya Maria pun berjalan menuju rumah itu.
Dia juga ingin memastikan dua hari yang lalu dia benar-benar tidak berhalusinasi kalau memang benar pria yang ada di dalam rumah itu pria yang sama yang ada di toko nya.
Maria tidak mungkin mengetuk pintu jadi dia mengintip terlebih dahulu di jendela.
Merasa aman, akhirnya dia memutar knop pintu dan masuk perlahan.
Matanya berkeliling memastikan tidak ada orang di dekat Maria.
Maria berjalan mengendap-ngendap. Maria cukup pemberani juga bisa sedikit bela diri, itu semua hasil ajaran dari Emma.
Sebab mereka hanya tinggal berdua jadi harus saling melindungi.
Maria sudah ada di dalam rumah, ada tangga dan juga jalur menuju dapur dan ruangan yang lain. Seperti ruang keluarga, mungkin.
Tapi di sana juga ada pintu, jadi Maria harus kemana?
Setelah beberapa detik berpikir akhirnya Maria memilih tangga. Ya, gadis itu naik ke atas.
Perlahan-lahan dia naik menaiki anak tangga selangkah demi selangkah dengan hati-hati.
Ruangan di atas cukup luas, tapi tidak ada siapapun. Kemana perginya dua pria tadi?
Maria mendekati pintu berwarna coklat yang sedikit terbuka. Dia mengintip di sana.
Kemudian matanya terbelalak melihat sosok pria yang dua hari yang lalu terkapar di depan toko roti miliknya itu kini tengah berbaring di ranjang dalam keadaan tidak sadarkan diri.
Dan pria itu sudah tidak memakai pakaian Rumah Sakit lagi. Hanya kaos putih polos dan celana jeans saja.
Tunggu. Apa sudah dua hari pria itu masih belum juga sadarkan diri?
"Apa kita harus menambah dosis obat biusnya lagi?" Tanya salah satu pria kepada teman nya di ruangan itu.
"Obat bius?" Ulang Maria tanpa suara.
"Suntik saja lagi. Dari pada di bangun!"
"Oke."
Ketika Maria melihat salah satu pria tengah membuka ampul di tangan nya, Maria berusaha mencari ide bagaimana menyelamatkan pria itu.
Sampai akhirnya matanya mendapati bola biliar di ujung ruangan, dia segera mengambil bola itu dan segera kembali ke ruangan tadi sampai akhirnya.
DUG
"Akkhh!" Pria itu memekik kesakitan ketika punggungnya di lempar bola biliar dengan keras sampai ampoule di tangan nya jatuh.
"Aaaaa sakit ..." dia berlutut dengan memegang punggungnya.
"Hei siapa kau!"
DUG
Maria menendang kejantanan pria yang hendak menghampirinya itu. Alhasil dua pria itu menjerit kesakitan.
Maria buru-buru menghampiri ranjang dengan panik mencoba membangunkan Marvel.
"Hei kau ayo bangun! Ayo bangun!" Dia berusaha menggoyang-goyangkan tubuh Marvel tapi Marvel masih belum sadar.
Karena takut dua pria itu kembali punya kekuatan untuk berdiri alhasil Maria menampar Marvel dengan keras.
PLAK.
Bangun? Jawabannya tidak, Marvel belum bangun sama sekali. Entah obat bius apa yang di berikan dua pria itu.
"Kurang ajar kau gadis bedeb*h!" Pria itu menghampiri Maria dengan memegang kejantanan nya. Jalan nya sedikit sempoyongan karena tak kuasa menahan sakit sementara pria yang di lempar bola biliar oleh Maria masih memekik kesakitan.
Apa mungkin tulang punggungnya patah?
"Apa yang kalian lakukan dengan pria ini? Kalian menyuntikan obat bius ke tubuhnya hah? Kenapa kalian menculiknya? Mau aku laporkan ke kantor polisi hah?"
"Berisik sial*n!"
PLAK
"Akh!"
Maria memegang pipinya yang terasa panas akibat di tampar. Dia menatap pria di depannya dengan amarah.
"Berani sekali kau menamparku!" geram Maria.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
Mr.VANO
pembrani tu maria,makin suka
2022-11-07
1
beby
lari maria
2022-10-14
0
Lisa Halik
wah maria panda beladiri
2022-10-12
0