Aku tertegun...jadi bidadari cantik ini adalah istri Mas Farhan. Aku masih specless sesaat sebelum Anis, menepuk bahuku dan membuatku tergagap.
"Mas...! kok bengong seh...Mbak Sari dan Mas Farhan baru saja nikah dua bulan yang lalu, jadi mereka masih terhitung pengantin baru." Ujar Anis menjelaskan padaku, sementara Sari hanya senyum senyum saja sambil menundukkan kepalanya.
"Oh iya...selamat yah mbak, selamat menempuh hidup baru dengan kakak sepupuku, smoga bahagia dan awet pokoknya samawa deh." Ujarku setelah pikiranku kembali ke jalur sebenarnya lagi.
"Iya mas makasih..." Jawab Sari dengan tambahan senyum manisnya yang jelas membuatku meleleh.
Selama lima tahun di Jepang aku beberapa kali berkencan dengan gadis maupun wanita lokal yang terkenal seperti bidadari dengan kecantikan mereka. Namun Sari jelas berbeda kelas. Dia termasuk wanita idamanku.
"Kok cuma selamat seh mas..." Timpal Anis padaku.
"Oh...ehm yah gimana atuh?" Tanyaku seperti orang bego.
"Ckkk....mas harus kasih kado pernikahan buat Mas Farhan dan Mbak Sari...masa kudu di jelasin seh." Kata Anis.
"Apaan seh dek. Maaf mas Anis cuma becanda kok." Sahut Sari lagi lagi dengan tambahan senyumnya yang sangat mempesona dan bisa kupastikan akan mampu merubah duniaku.
"Oh iya tenang saja hanya soal waktu saja kok. Btw Mas Farhan apakah sedang di rumah?" Ujarku bertanya untuk meredam kecanggungan.
"Mas Farhan sudah berangkat ke Surabaya mas, sudah dapat semingguan." Jawab Sari.
"Oh Mas Farhan kerja apa di Surabaya? maaf setauku dulu kan dia kerja di Jakarta bareng Mas Harno." Ujarku.
"Ih mas lah yang kudet, sekarang Mas Farhan itu kerja di Semarang jadi sopir truk ekspedisi." Kata Anis menjawab pertanyaanku.
"Ohh...iya deh semoga berkah dan lancar. Eh kudet apaan seh Nis?" Ujarku.
"Kurangggg apdetttt.....!!!" Jawab Anis dan Sari bersamaan lalu mereka serempak tertawa gembira seakan menertawakan kebodohanku.
"Oh hehehe bisa aza kalian. Ya sudah Mbak Sari silahkan duduk dulu ngobrol sama bapakku santai aza dulu gapapa kan. Maksudnya mbak ga sibuk kan di rumah?" Tanyaku sok akrab pada Sari.
"Oh ngga kok mas...tadi sudah selesai bantuin mamak masak." Jawab Sari ramah.
"Ya sudah silahkan duduk dulu mbak...maaf nemenin bapakku sebentar. Nis ayo bantuin mas !" Ujarku.
"Okey boss siyap....mbak tunggu bentar yah Mas Agung kayanya mau bongkar oleh olehnya." Ujar Anis berbisik pada Sari.
Sari hanya tersenyum lalu duduk menemani bapakku yang sedang asyik menikmati jadah pondoh pemberian dari Bude Marni.
Tak butuh lama buatku yang di bantu dengan Anis untuk memindahkan dua koper dan beberapa kardus besar yang kebanyakan berisi oleh oleh yang kubawa dari Jepang dan sebagian kecil kubeli di Krajan kemarin.
Beberapa saat kemudian kami sibuk membongkar kardus kardus yang berisi aneka kue kering tradisional khas Jepang kesukaanku selama tinggal di sana juga beberapa macam aksesoris dan produk sandang dari negara sakura.
Oleh Anis, Sari di berikan dua buah kaos untuk dirinya dan Farhan serta dua toples kue kering, sementara dress yang sedianya akan kuhadiahkan untuk ibuku akhirnya kutitipkan pada Sari untuk di berikan ke Bude Marni.
"Trimakasih ya mas oleh olehnya." Ujar Sari tampak begitu senang terpancar di wajah cantiknya.
"Sama sama mbak...bukan apa apa kok, ehm untuk kado nikahnya ntar tar an yah mbak hehehe."
"Ahhh....jangan terlalu dipikirkan mas." Ucap Sari sambil tertawa kecil.
Setelah dua hari sibuk melayani kunjungan tetangga dan teman temanku dan puncaknya kami mengundang mereka untuk syukuran kecil kecilan sekaligus doa bersama untuk mendiang ibuku.
"Mas kapan kita jalan jalan? katanya mau ke Bulus Jimbung?" Tanya Anis setelah kami selesai beres beres dan bersih bersih rumah.
"Ya kamunya besok sekolah gitu kok pengen pelesir, eh itu motor bebek masih kau pakai dek pengen ganti nggak?" Ujarku.
"Wah mas mau beliin aku motor? asyikkk..." Ujar Anis girang.
"Bukan itu saja, rumah kita ini juga akan mas rehab jadi dua rumah, satu untukmu dan satu untuk mas." Ujarku sambil menatap bapak untuk memohon persetujuan beliau.
"Lah bapak ikut siapa nanti tinggalnya ikut mas atau aku? Tanya Anis.
"Bapak bebas mau tinggal dimana pun di tempat kita karena semua milik beliau dek..bahkan tau ngga rumah yang di Krajan nanti juga mau mas renovasi, lagipula mas kan sudah beli beberapa aset disana." Jelasku yang membuat bapakku langsung tertarik dengan ceritaku.
Aku pun segera menceritakan semua hal yang dua minggu kulakukan di Krajan, dan menjelaskan pula berbagai aset yang kubeli dengan harga yang menurutku sangat murah itu.
"Sayangnya sawah kita yang di sini malah lepas nak." Keluh bapakku dengan wajah muram.
"Tenang pak hanya tinggal tunggu waktu saja sawah itu kembali ke kita. Akan kupastikan Harno membayar kelicikan nya pada kita." Ujarku berapi api.
"Maksudnya mas?" Tanya Anis.
"Kata Bapak kan sawah kita hanya di beli 200 juta saja kan yah padahal jelas itu lebih dari 400 an juta harganya." Ujarku.
"Kemaren aza kita di bodoh bodohin mas sama orang orang soal itu." Timpal Anis.
"Kata bapak kan cuma nerima duit yang aku kirim hanya 2 juta saja kan tiap bulan padahal sebenarnya aku kirim tak kurang dari 5 juta loh tiap bulannya, bayangin aza kalo lima tahun selisihnya berapa?" Ujarku mulai sedikit emosi.
Kulihat bapak termangu mangu tanpa respon apapun.
"Wah 180 juta mas selisihnya...gila Mas Harno." Ujar Anis ikut emosi.
"Tapi selesaikan dengan cara yang baik ya nak bagaimanapun juga dia itu kakakmu sendiri." Ucap bapakku.
"Ya tergantung situasinya nanti pak, klo dia ga mau ganti ya terpaksa ku cekik lehernya." Ujarku mantab yang membuat Anis tersenyum dan mengacungkan jempolnya padaku.
"Ya sudah...tidurlah kalian sudah larut malam ini." Ujar bapakku membuat Anis sontak melihat jam dinding lalu menguap.
"Trus soal rencana rehab rumah ini bapak setuju kan, rencanaku nanti mau bikin dua rumah bergandengan gitu." Tanyaku pada bapak, membuat Anis mengurungkan niatnya untuk beranjak.
"Ya kalo itu bapak tentu setuju saja tow nak, selama kamu mampu, lagipula kan bapak sudah tua terserah kalian bapak tinggal numpang makan saja sama kalian." Ujar bapak.
"Bapak masih muda baru juga 50 tahun kenapa bilang tua. Masih bisa pak kalo mau nikah lagi." Ujarku setengah bercanda.
"Nggak nak, bapak sudah memutuskan untuk tak menikah lagi, karena percuma saja seluruh cinta bapak sudah di bawa sama ibumu, jadi bapak pasrah dan berharap kalian mau merawat bapak, sampai nanti nyusul ibu kalian." Ujar bapakku yang seakan sudah sangat rapuh hatinya.
Ini gara gara Harno keparat itu andai saja duitku ga di tilep mungkin saja Ibuku masih bisa tertolong oleh pengobatan, andai apa yang bapakku pesankan lewat dia disampaikan padaku mungkin saja keluarga ku masih utuh.
"Setan kau Harno.... tunggu lah pembalasanku." Teriak hatiku yang tengah mendidih ini.
"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments