“Aep dan Micky, kalian bawa motor saya ke tambal ban untuk diisi angin.”
“Hah??”
“Kurang jelas perintah saya?”
“Kenapa harus kita? Kan itu motor bapak,” protes Roxas.
“Itu memang motor saya. Tapi kalian yang udah bikin ban motor saya kempes.”
“Wah bapak jangan fitnah. Itu ngga benar, pak,” sangkal Roxas.
“Iya, pak. Dari tadi kita duduk-duduk cantik di bawah pohon,” Micky ikut menyangkal.
“Apa perlu saya perlihatkan rekaman cctv saat kamu mengempeskan ban motor saya, dan kamu mengawasi keadaan?”
Kedua pemuda itu langsung bungkam. Dewi menepuk keningnya, kenapa juga dia sampai lupa kalau ada cctv tersembuyi di dekat pohon yang ada di tempat parkir motor.
“Jadi bagaimana? Masalah ini mau diselesaikan baik-baik atau saya perlu laporkan ke pak Nurman? Biar catatan kalian di guru BK bertambah banyak,” Adrian mulai mengancam.
“Iya deh, pak. Kita bakalan bawa motor bapak ke tambal ban.”
Mau tak mau Roxas dan Micky mengikuti perintah Adrian. Kalau sampai mereka dikirim ke guru BK, maka skors tiga hari sudah di depan mata. Guru bimbingan dan konseling memang sudah mengancam akan memberikan sanksi skors tiga hari kalau keduanya sampai kembali ke ruangan BK. Mereka berdua segera meninggalkan ruangan guru untuk menunaikan tugas suci nan mulia.
“Dan kamu…” Adrian melihat pada Dewi.
“Ikut saya.”
Adrian bangun dari duduknya kemudian berjalan keluar dari ruangan. Dengan langkah berat Dewi mengikuti langkah guru tampan itu. Pria tersebut kemudian masuk ke dalam perpustakaan. Dia langsung menuju meja sang penjaga perpustakaan.
“Siang bu Asih,” sapa Adrian.
“Siang, pak.”
“Saya dengar ibu butuh orang untuk membantu merapihkan perpustakaan.”
“Benar pak.”
“Ini saya bawakan seorang sukarelawan.”
Mata Dewi membulat mendengarnya, sontak dia menoleh pada Adrian yang telihat santai saat mengatakan itu semua.
“Maaf pak, kapan saya bilang mau jadi sukarelawan?”
“Itu hukuman buat kamu.”
“Hukuman apa pak?”
“Kamu tahu, kalau hukuman bagi pelaku kejahatan yang paling berat adalah hukuman untuk otak atau perencana di balik kejahatan itu. Dan saya yakin seyakin-yakinnya, kamu ada dibalik aksi teman-temanmu tadi.”
“Wah bapak asal tuduh, nih. Mana buktinya kalau saya pelakunya?”
“Saya memang tidak punya buktinya. Tapi saya bisa membuat dua temanmu itu mengaku. Jadi kamu mau terima hukuman atau menunggu pengakuan dari temanmu? Dan saya pastikan hukumannya nanti lebih berat dari ini.”
“Maaf bu, bagian mana yang harus dirapihkan?” tanya Dewi pada sang penjaga perpustakaan.
“Ayo ikut ibu.”
Dengan perasaan dongkol, Dewi mengikuti wanita bernama Asih itu. Dalam hatinya terus merutuki Adrian yang dalam sehari sudah membuatnya mati kutu dua kali. Secara resmi dia menyematkan julukan devil teacher pada pria itu.
Diam-diam Adrian tersenyum seraya menarik sebuah kursi di dekat meja lalu mendaratkan bokongnya di sana. Dia meraih satu buku yang ada di meja kemudian mulai membacanya. Pria itu sengaja tinggal di perpustakaan demi mengawasi Dewi sambil menunggu motornya yang tengah dipompa.
🌸🌸🌸
“Mick.. dorong Mick!’ teriak Roxas yang tengah mendorong motor milik Adrian. Tangan kedua pemuda itu berada di stang motor.
“Ieu ge keur ngadorong kehed (ini juga lagi dorong),” ujar Micky dengan suara terengah.
“Naha asa beuki beurat ieu motor (kenapa jadi tambah berat nih motor).”
“Teuing ah (ngga tau ah).”
Kedua pemuda berseragam putih abu itu terus mendorong Honda Vario hitam di tengah pancaran sinar matahari yang masih belum berkurang teriknya. Keringat bercucuran di dahi dan juga leher mereka. Roxas menambah kekuatannya saat melihat kios tambal ban semakin dekat.
“Anjrit tutup, koplok (sialan, tutup),” rutuk Roxas kesal.
“Ah ceuk aing oge titah ka pom bengsin, maneh mah bedegong (kata gue juga ke pom bensin, dasar keras kepala),” ujar Micky seraya mendudukkan diri di sisi trotoar.
“Pan ceuk pak Rian titah ka tambal ban, lain pom bensin (kan kata pak Rian suruh ke tambal ban, bukan pom bensin),” Roxas membela diri.
“Heeuuh tapi di pom bensin oge bisa ngisi angin, koplok (iya, tapi di pom bensin bisa ngisi angin juga),” kesal Micky.
“Eunya nya. Nya geus atuh maneh ka pom bensin atuh make angkot (iya ya. Ya udah elo ke pom bensin naik angkot)."
Micky melihat pada Roxas. Dia bingung kenapa tiba-tiba temannya itu menyuruhnya ke pom bensin.
“Rek naon ka pom bensin? (mau apa ke pom bensin).”
“Nya meuli bensin (ya beli bensin).”
“Buset dah.. AEP!!! Nih motor bannya kempes!! Lain beak bengsin!! (bukan abis bensin).”
“Oh enya, poho aing. Nya enggeus telepon baturan maneh, titah kadieu. (oh iya lupa. Ya udah telpon temen lo, suruh ke sini).”
“Keur naon? (buat apa?),” lagi-lagi Micky dibuat bingung dengan perkataan Roxas.
“Keur nyetep motor nepi ka tambal ban (buat nyetep motor ke tambal ban).”
“Apanan banna kempes, lain mogok. Gusti… meni hayang nakol aing mah! (kan bannya kempes bukan mogok. Ya ampun, pengen gue tampol!).”
“Oh heeuh.. lagian ngapain juga lo kempesin bannya? Bukannya sedot aja bensinnya sampe abis. Lebih gampang beli bensin pake angkot dari pada dorong motor.”
“Kan temen elo yang nyuruh, noh si Tili!! Pantes lo di klasemen bawah mulu, lemotnya kaga ketulungan. Udah dorong lagi, biar cepet beres.”
Micky bangun dari duduknya seraya menepuk-nepuk celana bagian belakangnya. Dari pada berdebat dengan Roxas yang hanya membuatnya naik darah, lebih baik mengeluarkan tenaga mendorong motor agar cepat sampai ke tempat tujuan. Dengan langkah terseok kedua pemuda itu kembali mendorong motor.
Setelah mendorong kurang lebih tiga ratusan meter lagi, akhirnya mereka menemukan kios tambal ban. Micky mendudukkan diri di bangku yang ada di sana, disusul oleh Roxas. Mereka masih harus mengantri karena sang penambal ban tengah mengisi angin ban motor lain.
Roxas berdiri kemudian berlari menuju kios yang ada di dekat sana. Tak lama dia kembali dengan membawa sebotol air mineral dingin. Bergantian kedua pemuda itu menghabiskan air di botol plastik tersebut.
“Isi angin a?” tanya sang penambal ban.
“Iya kang, dua-duanya.”
Dengan sigap pria bertubuh kurus itu mengisi ban depan dan belakang motor milik Adrian. Setelah selesai, pria tersebut menghampiri Roxas yang masih mengistirahatkan tubuhnya.
“Tos, a (udah, a).”
“Sabaraha mang? (berapa mang?).”
“Lima rebu.”
Roxas merogoh saku celananya kemudian menyerahkan selembar lima ribuan pada pria itu. Dia dan Micky segera menuju motor yang kini sudah bisa dikendarai. Roxas menaiki motor tersebut, disusul Micky yang duduk di belakangnya.
“Mana?” Roxas menengadahkan tangannya ke arah belakang.
“Apaan?”
“Kunci.”
“Konci naon? (kunci apa?).”
“Nya konci motor, maenya kunci Inggris (ya kunci motor, masa kunci Inggris).”
“Gue ngga megang kunci motor, ye.”
“Lo ngga minta tadi ke pak Rian?” Roxas menolehkan kepalanya pada Micky.
“Gue pikir pak Rian udah ngasih ke elo.”
“Ngga.”
“Terus?”
“Haaiiissshhhh…” ujar keduanya dengan kesal.
“Ngadorong deui atuh (dorong lagi dong),” kesal Micky.
🌸🌸🌸
“Udah selesai, pak,” ujar Dewi setelah membantu membereskan dua buah rak buku di perpustakaan.
“Benar sudah selesai, bu Asih?”
“Iya, pak. Terima kasih atas bantuannya,” ujar bu Asih seraya melayangkan senyuman manis pada Adrian.
“Kan saya yang bantu ibu, kenapa terima kasihnya ke pak Rian. Harusnya ke saya,” protes Dewi.
“Tapi kan pak Rian yang bawa kamu ke saya.”
“Suka-suka ibu deh. Udah beres kan, pak. Saya pulang pak.”
“Kamu ngga nunggu partner in crime kamu dulu?”
Dewi menghentikan langkahnya saat mendengar ucapan Adrian. Dia melihat jam tangan di tangannya. Sudah hampir satu jam tetapi kedua temannya itu masih belum sampai juga ke sekolah.
“Ayo kita tunggu di parkiran motor aja.”
Tanpa menunggu jawaban dari Dewi, Adrian bangun dari duduknya kemudian berjalan meninggalkan perpustakaan. Dengan cepat Dewi berusaha mensejajarkan langkahnya dengan wali kelasnya itu. Keduanya sampai di parkiran motor bertepatan dengan kedatangan Roxas dan Micky. Kening Dewi berkerut melihat kedua temannya yang masih saja mendorong motor.
“Tuh motor belum diisi angin?” tanya Dewi begitu Roxas dan Micky mendekatinya. Gadis itu memperhatikan wajah kedua temannya yang bersimbah keringat.
“Udah,” jawab Roxas dengan nafas terengah.
“Terus kenapa masih didorong?”
“Kunci motornya ngga ada. Bapak tega ngga kasih kunci motor,” Roxas melihat kesal pada Adrian.
“Salah kalian kenapa langsung pergi. Harusnya kalian minta kuncinya dulu ke saya, baru pergi,” jawab Adrian tanpa merasa berdosa sedikit pun.
Ingin rasanya Dewi tertawa lepas. Ini semua terjadi pasti karena kelemotan sang sahabat. Tapi demi kesetiakawanan, dia berusaha menahannya. Namun tak ayal suara terkikik terdengar dari mulutnya. Tawanya terhenti begitu melihat wajah kesal Micky padanya.
“Ayo saya belikan makan untuk kalian. Pasti kalian lapar kan?”
“Serius pak?” ucap Micky dengan wajah berbinar.
“Iya, ayo. Kita ke café teman saya.”
Terdengar sorakan Roxas dan Micky. Tak sia-sia perjuangan mereka mendorong motor bolak balik. Dan sebagai bayarannya, Adrian mengajaknya makan di café. Roxas segera menuju motornya, disusul oleh Dewi dan Micky. Roxas naik ke tunggangannya, disusul oleh Micky.
“Mick.. turun. Gue yang dibonceng Rox.”
“Enak aja, gue sama si Aep.”
“Sekali lagi panggil Aep, gue ceburin lo ke empang.”
“Dih.. si Rox itu ojeg pribadi gue. Turun lo!”
“Ogah. Sini naik, lo di tengah,” Micky sedikit memundurkan bokongnya.
“Lo pikir cabe-cabean, naik motor reptil (rempet tilu – dempet tiga) kaya gitu. Turun!” sewot Dewi.
“Lah terus gue sama siapa?”
“Lo ngejar aja dari belakang,” timpal Roxas.
“Sue lo! Tili, lo sama pak Rian aja sana.”
“Ogah, lo aja.”
Adrian yang melihat perdebatan ketiga muridnya segera mengarahkan motor yang ditungganginya pada mereka.
“Salah satu dari kalian ikut sama saya.”
“Nih Micky aja, pak.”
“Udah kamu aja, Tili. Saya ngga mau bonceng Micky, badannya bau keringet.”
Micky mengurungkan niatnya turun dari motor begitu mendengar ucapan Adrian. Dia mengangkat kedua tangannya kemudian menciumi ketiaknya. Dan ternyata dirinya memang bau keringat, bahkan hampir muntah mencium aroma ketiaknya sendiri.
Dengan wajah cemberut Dewi menghampiri motor Adrian, lalu naik ke belakang gurunya itu. Tak lama kemudian Adrian menjalankan kendaraan roda duanya, disusul Roxas dari belakang.
🌸🌸🌸
Aku ketawa mulu pas nulis pas Roxas ama Micky dorong motor, entah dengan kalian🤣
Ini penampakan Micky
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 181 Episodes
Comments
Ahmad Sahwina08
senyum senyum sendiri Thor dicampur ngakak jg ...syeru Thor 🤣🤣🤣
2025-03-23
2
widyaclone 01
sama mba tor aq juga mesem mesem
2024-12-15
1
then_must_nanang
kok iso.... lucu banget....
2025-02-12
1