Mencoba acuh

Sang ayah yang mendapat kekesalan dari putranya, tentu saja terasa geram mendengarnya.

Sedangkan Rouki, langsung pergi begitu saja dari hadapan ayahnya. Lelaki yang diketahui bukan orang tua kandungnya, kedekatan keduanya layaknya tak saling akrab.

"Tuan, Tuan tidak apa-apa?" tanya seseorang yang menjadi orang kepercayaan Beliau.

"Gak apa-apa, Pak Jon." Jawabnya sambil memegangi dadanya yang terasa sedikit sesak untuk bernapas.

"Setelah ini kita mau pergi kemana, Tuan?" tanya Pak Joni dengan hormat.

"Kita langsung pulang saja, Pak Jon. Sepertinya Rouki pulang ke rumah, saya takut terjadi sesuatu di rumah." Jawab Beliau masih menahan dadanya yang masih menyisakan rasa sakit tepat di bagian dadanya.

"Baik, Tuan, mari." Ucap Pak Joni dibarengi anggukan dengan posisi badan yang sedikit membusung.

Pak Joni yang melihatnya, terasa kasihan kepada majikannya yang seperti menahan rasa sakit, lantaran banyak pikiran yang dapat menghambat kesehatannya menurun.

Usia yang tidak lagi muda, pekerjaan yang begitu padat, juga dalam masalah keluarga, tentunya akan menjadi beban pikiran Tuan Kusuma.

Sedangkan dalam perjalanan, Rouki membuang napasnya dengan kasar. Pernikahan yang sudah dijalaninya lebih dari satu tahun, sama sekali tidak ada perubahan pada pernikahannya.

Zeya yang sudah berada dalam kamar, memilih untuk menyibukkan dengan laptopnya yang dijadikan tempat penghilang jenuh ketika ada pikiran yang mengganggunya.

"Satu minggu lagi akan ada reoni besar, jadi tidak sabar untuk bertemu dengan anak-anak panti dulu. Hazel, Lela, Antoni, dan Gufar. Mereka berempat pasti sudah sama suksesnya, jadi penasaran ingin bertemu dengan mereka. Semoga saja mereka pada datang, jika gak, entahlah." Gumamnya sambil melihat kenangan bersama ke empat temannya di masa lalu.

Meski Zeya adalah anak pemilik panti asuhan, tetap berteman dengan anak-anak panti, lantaran dirinya sejak bayi tidak mempunyai orang tua dan dirawat oleh orang kepercayaan kedua orang tuanya.

Saat itu juga, rupanya ada Rouki yang tengah berdiri dibelakangnya, tentu saja dapat melihat galeri yang di perlihatkan oleh istrinya.

Bahkan, terlihat senyum manis yang mengembang pada kedua sudut bibir milik istrinya.

"Mas Rouki." Ucap Zeya menyebut nama suaminya dengan reflek, saat sang suami yang tiba-tiba duduk di sebelahnya.

"Aku cuma mau menyampaikan sesuatu sama kamu, tiga hari lagi Alya akan tinggal di rumah ini. Jadi, siapkan diri kamu untuk tidak membuat keributan atau rusuh di rumah ini. Dan satu lagi, kamu tidak mempunyai hak apapun atas diriku." Ucap Rouki tak peduli akan perasaan istrinya.

Zeya yang mendengar ucapan dari suaminya, hanya mengangguk.

"Cuma mengangguk, kau gak bisa bicara?"

Entah ada angin apa, justru Rouki merasa kesal saat melihat tanggapan dari istrinya yang tanpa ekspresi apapun.

Jangankan untuk terkejut, marah saja pun tidak. Biasanya setiap membahas mengenai Alya, Rouki mendapati istrinya langsung menghindar atau menyembunyikan marahnya. Tetapi tidak untuk kali ini, justru istrinya bersikap santai dan tidak menunjukkan sikap apapun yang dapat menghindari.

Tapi kali ini, justru Rouki yang terasa geram saat mendapati sikap istrinya yang begitu acuh padanya.

"Untuk apa aku menjawab pertanyaan darimu, Mas. Bukankah Mas Rouki sendiri yang menginginkannya, agar aku tidak membuat keributan. Tentu saja dengan cara berdiam, siapa tahu saja aku dapat menghindarinya." Ucap Zeya saat suaminya bangkit dari posisi duduknya.

Rouki langsung menoleh, dan melepaskan jaketnya. Sedangkan Zeya, mematikan laptopnya.

Rouki yang malas melihat wajah istrinya, memilih untuk berada di ruang kerjanya. Tentu saja untuk menghilangkan kejenuhannya dengan cara menelpon Alya, kekasihnya.

Zeya yang bosan berada di dalam kamar, segera bergegas keluar. Sambil menuruni anak tangga, terlihat ayah mertua yang baru saja pulang di sambut oleh istrinya.

"Papa kenapa?" tanya sang istri yang begitu khawatir saat mendapati suaminya seperti menahan rasa sakit pada bagian dadanya.

Tuan Kusuma segera duduk di sofa, tepatnya di ruang keluarga.

"Pa, minum dulu." Ucap sang istri sambil menyodorkan air minum kepada suaminya.

Tuan Kusuma menerimanya, lalu meneguk beberapa tegukan, dan memberikannya kepada sang istri.

"Apakah Rouki sudah pulang?" tanya Tuan Kusuma sambil bersandar di sofa.

"Sudah, tapi Mama belum sempat menemuinya. Mama takut, Pa. Kalau Rouki semakin menjadi emosinya, kita bisa apa? ditambah lagi dengan status kita yang dianggap hanyalah orang tua asuh, tentu saja di abaikan olehnya."

"Entahlah, Papa juga merasa menyerah dengan hubungan pernikahannya. Kasihan Zeya, ditambah lagi dia tidak mempunyai siapa-siapa lagi." Ucap Tuan Kusuma dengan napasnya yang terasa berat, lebih lagi dengan masalah yang selalu datang, membuat Beliau bertambah pikirannya.

Zeya yang mendengar pembicaraan ayah dah ibu mertua, ikut bersedih. Bagaimana tidak bersedih, pernikahan yang diharapkan menjadi bahagia, justru masalah terus datang.

"Zeya," panggil ibu mertua saat melihat menantunya yang tengah berdiri yang tidak jauh jaraknya.

"Mama, Papa, maaf, Zeya mau pergi ke dapur." Jawab Zeya beralasan, lantaran sudah kepergok lebih dulu.

"Sini, Nak, kemarilah." Panggil ayah mertua dengan anggukan.

Zeya yang tidak bisa menolak, mendekati ayah mertua dan ibu mertuanya.

"Duduklah." Kata ibu mertua mempersilakan menantunya untuk segera duduk.

"Ya, Ma." Jawab Zeya dengan anggukan, dan duduk di sebelah ibu mertua dan berada di hadapan ayah mertua.

"Rouki sedang apa, Zey? apakah tadi memarahi kamu?" tanya ayah mertuanya.

"Mas Rouki sedang berada di ruang kerjanya, Pa. Kalau untuk marah, gak kok, Pa. Cuma ... gak jadi, Pa."

"Kok gak jadi, Cuma apa? ayo jawab dengan jujur sama Papa."

"Kata Mas Rouki, tiga hari lagi Alya akan tinggal di rumah ini, Pa."

"Apa! Alya mau tinggal di rumah ini? Apa Rouki sudah gila."

"Ya, tadi bilang sama Papa juga begitu." Sahut Tuan Kusuma menimpali.

"Papa juga tahu?"

Tuan Kusuma mengangguk, Sang istri langsung kembali menoleh pada menantunya.

"Terus, tanggapan kamu itu apa, Zeya?" tanya ibu mertua yang ingin mendengar respon dari menantunya.

"Zeya gak punya hak apapun pada Mas Rouki, Ma." Jawab Zeya pasrah.

"Kamu ini istri sahnya, kamu punya hak apapun pada suami kamu, Zey."

"Ya, Ma, Zeya tahu. Tapi, selama ini Mas Rouki tidak pernah menganggap Zeya adalah istrinya."

"Sudah, jangan di teruskan untuk membahas Rouki. Kita lihat saja Rouki, mau sampai mana dia akan dibutakan oleh cintanya sendiri. Dan kamu Zeya, pintar-pintar lah menjadi istrinya. Jangan sampai kamu juga akan menerima sebuah penyesalan jika kamu hanya bisa menyerah dan pasrah." Ucap ayah mertua mencoba untuk memberi nasehat kecil kepada menantunya, agar tidak ada sebuah penyesalan di kemudian hari.

"Ya, Pa. Terima kasih atas nasehatnya, akan Zeya ingat semua pesan dan nasehat dari Mama dan juga Papa, walaupun hanya beberapa kalimat." Jawab Zeya dengan anggukan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!