Bunga mawar

Ares mengecup bahagia bunga ditangannya. Tak ada yang lebih membahagiakan dalam hidupnya selain bisa melihat dan memiliki yang dimiliki oleh gadisnya itu. Ah, gadisnya, senyum Ares semakin mengembang setelah memikirkan jika Deanra jadi miliknya.

"Dari mana?"

Ares tersenyum senang, "dari tokoh bunga Dean, Bun."

Aisyah hanya tersenyum saja. Ia mengusap lembut kepala putranya, lalu memanggil sang suami.

"Bunda sama ayahmu pergi sebentar ya, Ar. Kamu tinggal dirumah sama bibik dulu," Ia berkata seperti itu bukan karena tak berani meninggalkan anaknya sendiri, tapi hanya menginginkan sang anak saja. Sebenarnya Ares tak akan ada masalah jika tak ada yang membuat emosinya naik. Bahkan ia terlihat seperti orang normal, hanya saja sikapnya yang terlalu cuek dan dingin membuat rumor tentang penyakitnya semakin meyakinkan.

Ares adalah pria yang tampan. Jika wanita sekali melirik dijamin akan langsung jatuh cinta pada dirinya. Parasnya yang menawan, ditambah tubuh yang begitu perfek, siapa yang tak akan terpesona. Hanya saja saat orang lain mengetahui tentang penyakitnya, ia kan langsung dijauhkan.

Setelah melihat kepergian sang bunda, Ares langsung melangkah masuk kedalam kamarnya sembari membawa setangkai mawar itu bersamanya. Tak ubahnya seperti seorang manusia yang terobsesi, Ares bahkan berperilaku berlebihan seperti itu juga. Memajang begitu banyak foto Deanra, dia bahkan mempunyai foto gadis itu dari kecil hingga dewasa seperti sekarang.

"Aku akan selalu menunggu mu," satu kalimat yang selalu ia ulang-ulang setiap melihat foto Deanra. Kegiatan kecil ini saja sudah membuatnya begitu bahagia, lalu bagaimana jika suatu hari nanti gadis itu benar-benar ada didepannya?

******

Aisyah tak percaya ia akan kembali ke rumah sahabatnya yang telah begitu lama tak saling bertegur sapa. Bukan karena dia dan sahabatnya bertengkar hingga tak pernah bertemu lagi, tapi karena kesibukan dan juga tak lagi punya waktu untuk bersilahturahmi. Lagi pula senja keluar sahabatnya pindah, dan tak jadi tetangga lagi, mulai saat itulah mereka jarang bertemu.

"Ayo diminum, Mbak Aisyah. Maaf ya jika gak disambut dengan baik, kami tak menyangka akan kedatangan tamu yang begitu spesial."

Aisyah tersenyum lebar, "Seharusnya saya yang minta maaf padamu Syakira. Bertamu gak bilang-bilang, membuat keluarga mu repot."

Aisyah tahu kedatangannya sangatlah mendadak, mungkin saja keluarga ini marah pada dirinya yang datang tak tahu waktu. Tapi sekarang ia sedang tak peduli, pikir kalut telah membuat dirinya berani mengambil keputusan gila ini untuk sang anak laki-laki semata wayangnya.

"Tak ada yang repot, aku bahkan merasa sangat senang dengan kedatangan mu, Mbak." Syakira ikut duduk di sofa sebrang, "Bagaimana kabar Ares, apa sekarang dia baik-baik saja?"

"Dia sangat baik, Sya." Aisyah menyenggol lengan suaminya, memberi isyarat agar pria itu mengatakan tujuan mereka datang kemari. Tapi melihat suaminya hanya diam akhirnya Aisyah mencubit pelan paha suaminya, hingga pria paruh baya itu mulai memahami maksud istrinya.

"Maaf Abas, apa kita bisa bicara berdua dulu?" Abi tak bisa langsung bicara, meski mereka juga tak akan terkejut dengan pembicaraan ini, tapi alangkah kebai jika mereka berbicara berdua dulu.

Mereka berada di taman belakang, duduk di kursi kayu yang sepertinya memang disediakan oleh tuan rumah ini untuk sekedar bersantai.

"Ada apa? kenapa kamu terlihat begitu kawatir," Abas dan Abi yang memiliki umur yang sama mereka akan langsung sebut nama saat berbicara. Selain itu mereka berdua juga cukup dekat saat masih jadi tetangga dulu, jadi tak ada rasa sungkan berbicara lagi di antara mereka.

"Apa kau masih dengan janji mu waktu dulu?"

Abas terkejut mendengar pertanyaan aneh yang terlontar dari mulut sahabatnya. "Janji apa?"

"Janji untuk menikahkan anak kita apabila mereka dewasa nanti." Abi berbicara dengan serius, ia berharap Abas tak akan melupakan kata-katanya sendiri.

Abas mendesah panjang. Inilah yang dia kawatirkan. Ternyata hari mengerikan ini datang juga. kenapa dia bilang mengerikan? Itu semua karena beberapa perubahan besar telah terjadi di keluarga mereka dan juga keluarganya sendiri.

Tak dipungkiri jika dia telah mendengar rumor tentang anak Abi yang berbeda itu, dan membuat hatinya ragu. Sekarang ditambah dengan sang putri yang telah menemui seorang pria yang dicintainya, lalu bagaimana caranya ia menepati janjinya dulu yang telah terucap.

"Apa pernikahan itu harus terjadi?"

"Kenapa?" Abi tersenyum tipis, "kau pasti ragu sekarang. Dengan kenyataan putraku yang berbeda dengan orang lain, tentu akan membuat mu mengubah keputusan mu." Ia tak akan memaksa Deanra menikah dengan anaknya jika ditolak oleh Abas. Meskipun harapannya besar mereka Setu, Ares pasti akan sangat senang jika perjodohan ini terjadi.

"Aku tidak ingin anakku terluka, Bi. Kamu pasti tau apa yang aku cemaskan."

"Tak perlu kawatir. Ares tak akan melukai putrimu setelah menikah nanti, itu janji ku." Abi berucap yakin. Ia tau sifat putranya, tak aka melukai sesuatu yang menjadi kesayangannya.

"Apa jaminannya?"

"Aku ... Sebagai ayahnya, jika anakku menyakiti putrimu, maka datang lah padaku aku aku yang akan menjadi jaminannya."

Abas terkejut, tak ia sangka Abi akan se gila ini untuk kebahagiaan anaknya. Tapi ia juga tak bisa mengiyakan begitu saja, masih begitu banyak pertimbangan yang harus dilakukan, apalagi putrinya tak mungkin akan setuju dengan perjodohan ini.

"Bagaimana jika putri ku tak setuju, Bi. Apalagi akhir-akhir ini ia bilang telah memiliki kekasih. Apa aku harus memaksanya?"

Dengan cepat Abi langsung berkata, "tidak perlu memaksa, Abas. Meskipun anakku tak bisa menerima wanita lain selain putri mu, tapi sebagai seorang ayah aku juga tak akan tega jika putrimu terluka karena kehendak kami."

Abas menganguk mengerti. Meskipun ia sedikit ragu, tapi bukankah janji yang telah ia ucapkan harus di tepati. Lagi pula ia percaya pada keluarga Abi jika putrinya akan lebih baik jika menikah dan tinggal bersama keluarga lain, mungkin itu akan lebih menakutkan lagi jika suatu hari anaknya tersakiti dan terluka.

"Aku akan membicarakan ini dengan istriku dulu," tak berani mengambil keputusan terburu-buru, ia harus meminta pendapat istrinya dulu.

"Tentu saja, kami akan menunggu kabar baiknya."

Setelah berbicara sebentar, akhirnya mereka memutuskan untuk kembali masuk dan bergabung bersama istri-istri mereka.

"Mas, bagaimana?" bisik Aisyah yang terlihat kawatir.

"Nanti akan mas ceritakan," Aisyah menganguk setuju.

Abi segera berpamitan pulang. Hari sudah cukup malam, jadi pembicaraan mereka berhenti sampai disitu dengan keputusan yang belum tentu.

Syakira segera menarik suaminya setelah sang tamu meninggalkan rumah. Ia juga tak sabar untuk bertanya, apa yang dua pria itu bicarakan dibelakang sehingga begitu lama.

"Mas, kalian...,"

"Stt, beritanya nanti aja ya, Dek. sekarang kita makan dulu ya, mas udah lapar." Abas menghentikan pertanyaan yang akan dilontarkan istrinya. Lebih baik nanti saja dibicarakan pikirnya.

******

Yuk tinggalkan jejak☺️

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!