Bab 10

Ayu sedang membantu Wina memasak di dapur. Dia mengiris beberapa bawang saat seorang perempuan datang dengan anak kecil digendongannya. Anak itu berusia dua tahunan. Seorang anak perempuan dengan rambut diikat dua yang sangat manis.

"Siapa Dit? Tanya Mama Wina pada Aditya yang sedang duduk diruang tamu.

"Namanya Lusi. Dia cari kakak"

"Suruh masuk saja,"

"Tapi ma...." Kata Aditya menatap sayup pada wajah Ayu.

Sudahlah! Biarkan saja terjadi! batin Aditya yang pernah melihat wanita itu tiga tahun lalu di apartemen milik Romi, kakaknya.

"Silahkan masuk. Tapi diminta sedang keluar negeri. Jika ada hal penting, bisa bicara dengan saya," kata Mama Wina penuh perhatian.

"Duduk sini, mau minum apa?" tanya Mama Wina.

"Apa saja Tante," kata Lusy dengan bibir gemetar.

Sesaat Ayu menatap Lusy yang melirik pada Aditya.

Ahh, pasti dia kekasih Aditya. Dia datang untuk meminta pertanggungjawaban nya, gumam Ayu.

Mama Wina lalu meminta Ayu untuk mengambilkan minuman untuk tamunya. Ayu tersenyum saat meletakkan minuman itu diatas meja.

Lusy juga tersenyum dan dalam hati bertanya-tanya siapa Ayu. Setahu Lusi Romi hanya punya satu adik laki-laki. Dan tidak punya saudara perempuan.

Ayu, yang tidak hati-hati, menyandung karpet dan terpeleset. Dengan sigap Aditya menangkapnya. Mata mereka bertemu. Ayu, yang pernah disakiti dan ditinggalkan oleh Aditya dimasa lalu segera berjingkat dari gendongan nya, dia merasa risih.

Namun saat berdiri, ternyata salah satu kakinya terlilit dan dia kesakitan.

"Aduh! Kakiku...." Aditya menunduk dan melihat kakinya.

"Jangan dipegang!"

"Aku hanya ingin melihatnya. Mungkin kakimu terkilir," kata Aditya yang mulai merasakan ada penyesalan dimasa lalu telah meninggalkan Ayu.

"Aku bisa sendiri," jawab Ayu lalu berusaha berjalan. Namun apa yang terjadi? Saat Beberapa langkah, dia merasakan sakit yang luar biasa dikakinya.

Tiba-tiba, Aditya sudah berdiri dibelakangnya dan menggendongnya.

"Turunkan aku. Kau tidak boleh melakukan ini. Aku adalah calon kakak iparmu," kata Ayu berusaha turun dari gendongan Aditya.

"Maafkan aku. Tapi kau sedang terkilir. Jika dipaksa berjalan maka akan bertambah sakit. Kakak tidak ada disini, biar aku membantumu," kata Aditya lalu membawa Satu kekamarnya.

Sampai dikamarnya, dengan cepat, Aditya mencari kotak obat dan mengobati kakinya.

"Tahanlah," kata Aditya memijat kaki Ayu lalu mengembalikan kakinya yang keseleo tadi.

"Aaaooooo!" Ayu meringis kesakitan.

"Sekarang berjalanlah," kata Aditya.

Ayu lalu bangun dan menginjakkan kedua kakinya, berjalan pelan, dan ternyata benar. Kakinya sudah tidak sakit lagi.

Aditya tersenyum melihat kaki Ayu sudah sembuh.

"Duduk kemari. Ada luka kecil dikakimu. Biar aku oleskan obat merah," kata Aditya lagi.

"Aku bisa sendiri, kau boleh pergi," sahut Ayu yang merasa tidak nyaman berduaan dikamar dengan calon adik iparnya.

"Biar aku saja," kata Aditya agak memaksa.

"Tidak. Aku bisa sendiri, dan... terimakasih..." kata Ayu lalu menatap ke arah lain.

Aditya lalu bangun dan keluar dari kamar Ayu.

Saat turun ditangga, Aditya mendengar suara tangisan dari ruang tamu. Ternyata itu adalah suara Lusi. Dia sedang berbicara serius dengan mama Wina.

Aditya mendengarkan apa yang mereka bicarakan.

"Tapi harus melakukan tes DNA dulu. Bagaimana jika ternyata itu bukan anak Romi," suara mama Wina parau dan serak seketika ketika mendengar penjelasan dari Lusi.

"Tes DNA?" Lusi nampak terkejut.

"Tentu saja, itu sangat penting. Kau datang setelah dua tahun. Jika memang itu anak Romi, kenapa tidak meminta pertanggungjawaban saat kau sedang hamil?" tanya Mama Wina.

"Karena saat itu, saya tidak tahu dimana rumah Romi. Saya masih kuliah. Dan saya harus menyelesaikan gelar sarjana saya. Dan saya berusaha keras menyembunyikan anak ini hingga akhir saya bisa lulus. Dan Romi sudah tidak ada dikantor itu saat saya tahu, saya hamil," kata Lucy.

Aditya yang mendengar semua itu seketika menjadi lemas.

"Apa? Jadi, dia sudah punya anak? Kakak...punya anak dengan Lucu. Lalu, bagaimana dengan Ayu?" Aditya lalu berjalan keatas.

Dan saat itu, dia berpapasan dengan Ayu yang akan turun keruang tamu.

Aditya langsung menahan Ayu agar tidak turun ke bawah.

"Apa yang kamu lakukan?" Ayu yang ditarik Aditya kekamar kaget. Kenapa adik iparnya ini menariknya kekamar.

"Cepat keluar dari kamarku!" Hardik Ayu.

"Tenang. Aku tidak bermaksud jahat padamu. Tapi...." Aditya mencari alasan agar bisa menahan Ayu tetap berada dikamarnya.

"Jika mama Wina melihat mu ada dikamarku. Maka apa yang akan mama pikirkan?" Ayu nampak kesal dan cemas.

"Aku butuh obat merah. Kakiku terbentur tadi. Bisa bantu ambilkan?" kata Aditya beralasan. Dan memang karena terburu-buru tadi, dia menabrak tangga dan ujung kakinya terluka karena saking kerasnya.

"Baiklah. Setelah itu cepat keluar dari kamarku. Dan aku peringatkan, kamu jangan sembarangan masuk kekamar ku. Aku adalah calon kakak iparmu. Jadi, jaga sikapmu," kata Ayu memberikan kotak obat dengan kasar.

"Bisakah kau bantu obati?"

"Apa!?" Ayu kaget.

"Jadi, karena tadi kau sudah membantuku, sekarang kau meminta imbalan? Oke. Kita impas," kata Ayu lalu membuka kotak obat dengan kasar.

"Mana kakimu yang sakit?"

"Ini... Sebelah sini,"

Ayu mengoleskan obat dan setelah selesai segera menyuruh Aditya keluar dari kamarnya.

"Sekarang keluarlah," pinta Ayu.

"Baik, aku akan keluar," kata Aditya.

Ayu lalu keluar dan akan melihat tamu tadi. Namun sayangnya, tamu tadi sudah pergi.

Mama Wina juga tidak ada disana.

Aditya yang berjalan di belakang Ayu segera berbalik dan menuju kamar mamanya. Aditya tahu, pasti saat ini mamanya sedang terpukul karena pengakuan wanita tadi.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!