maafkan jika ada kesalahan dalam penulisan. happy reading...
***
"Gita"
Karin pun menghampiri orang itu. Ia berkacak pinggang di hadapan lelaki yang memanggil Gita. Emosi nya pun kembali meluap.
"Mau apa lagi Lo nyariin Gita ha" seru Karin.
"Gue udah bilang jangan ganggu Gita lagi, urus aja istri Lo itu. Jangan sampai tangan gue melayang ke pipi Lo lagi" ucap Karin mendorong bahu pria bernama Angga itu lalu meninggalkan nya dan segera masuk ke dalam mobil.
"Jalan Ndi" ucap Karin saat dirinya dan juga Gita sudah masuk ke dalam mobil yang memang sengaja ia suruh untuk menjemput mereka.
"Baik non, mau kemana non"
"Ke mall terdekat sini ya Ndi" jawab Gita. Sementara Karin masih menetralisir rasa emosi nya.
Karin sungguh marah saat ia tau bahwa Angga memaksa Gita untuk balikan lagi. Apakah pria itu sudah gil*. Pria itu bahkan sudah beristri, dan kini istrinya itu sedang hamil anaknya. Bagaimana bisa Angga mengajak Gita balikan. Apakah di fikiran Angga tidak ada yang mau dengan perempuan seperti Gita. Gita begitu sempurna siapa yang bisa menolak pesonanya. Mungkin saja Angga yang menyesal telah melepas permata seperti Gita.
"Karin" panggil Gita
Karin pun menoleh ke arah Gita lalu menghela nafas.
"Maafin gue ya Git, gue emosi aja pas denger Angga gangguin Lo tadi" ucap Karin menggenggam tangan Gita.
"Iya selow aja. Gue tau Lo peduli banget sama gue" jawab Gita lalu memeluk sahabat yang dulu sudah menemani masa terpuruknya itu. Karin pun membalas pelukan sang sahabat dengan penuh sayang.
Di kemudi depan Andi yang melihat interaksi antara nona muda nya dan juga temannya itu pun tersenyum tipis. Ia sungguh bersyukur bisa bekerja di keluarga kaya raya tetapi tidak sombong seperti keluarga pak Bram.
***
Sementara disini lain, seorang pria bertubuh atletis, memiliki alis yang tebal, bibir tipis, berwajah dingin tengah menatap ke layar laptop. Bunyi gemeletuk gigi pun terdengar nyaring di ruangan yang kedap suara itu. Entah apa yang ia tonton sehingga menampilkan ekspresi yang sangat menakutkan. Hawa dingin pun dirasakan oleh seseorang yang sejak tadi berdiri di hadapannya. Sungguh aura yang sangat menegangkan.
"Kamu tau apa yang harus kamu lakukan Romy?" Tanya pria itu dengan nada dingin.
"Ya tuan, kalau begitu saya pamit undur diri"
Pria yang bernama Romy pun segera keluar dari ruangan yang terasa seperti ruangan eksekusi.
'sangat menakutkan. Habislah orang itu sudah berani mengusik sang bos' batin Romy saat sudah keluar dari ruangan.
Sementara di ruangan tadi pria itu tengah menyandarkan tubuhnya di kursi kebesaran nya. Pria itu menatap langit-langit ruangan nya. Dia tersenyum tipis saat tiba-tiba bayangan wajah wanita cantik seperti terlukis di langit-langit gedung itu.
BRYAN ALBARA. Nama pria itu. Pria yang terkenal tegas dan dingin terhadap semua orang bahkan terhadap lawan jenisnya sekalipun. Di dalam hatinya hanya ada satu nama wanita cantik yang sudah memenuhi setiap sisi di fikiran nya. Di usianya yang menginjak dua puluh tujuh tahun ia sama sekali belum berniat menikah padahal dari segi fisik dan juga finansial ia sudah cukup matang untuk kehidupan berumah tangga. Namun apapun yang dikatakan orang ia tidak peduli sebab ia hanya akan menikah jika dengan wanita yang sudah memiliki hatinya.
"Sayang...." Ucap seorang wanita yang menerobos masuk pintu ruangannya.
Bryan sudah hafal dengan suara ini, suara yang di miliki oleh perempuan yang selalu memakai baju kurang bahan. Entah apa tujuannya selalu memakai baju yang terkadang memperlihatkan sebagian payud*ra nya itu. Bahkan rok ia pakai pun sangat pendek bahkan jauh di atas lutut. Apalagi make up yang di pakai sungguh di mata Bryan justru seperti ondel-ondel.
"Sayang kok kamu diam aja sih" kata perempuan itu menghentakkan kakinya persis seperti bocah kecil dan hal itu membuat Bryan semakin geli terhadap perempuan itu.
"Sudah berapa kali aku bilang kalau masuk ke ruangan ku ketuk pintu terlebih dahulu" ucap Bryan menatap dingin ke arah perempuan itu.
"Aku tunangan kamu, bukan karyawan kamu Bryan" seru nya.
"Tunangan? Sejak kapan?" Tanya Bryan melihat perempuan itu dengan tatapan mautnya
Melihat tatapan Bryan perempuan itu sebenarnya agak takut. Namun demi misinya untuk menjadi istri di keluarga albara ia tidak boleh gentar.
"A..aku minta maaf Bryan, aku tau kamu belum setuju tentang pertunangan kita tapi kakek sudah menyuruh kita untuk melangsungkan pertunangan kita"
"Diam. Mau apa kamu kesini?"
"Aku disuruh kakek untuk mengantarkan makanan ini untukmu. Kau bilang pada kakek bahwa malam ini kau akan lembur jadi kakek menyuruhku mengirim makanan ini untuk makan malam mu"
"Oke. Kau sudah selesai?"
"Apa?"
"Apakah ada urusan lain selain mengantar makanan?"
"Ti...tidak ada"
"Kalau begitu silahkan keluar"
"Tapi..."
"Aku masih ada pekerjaan, apakah kau akan mengganggu pekerjaan ku"
Wanita itu hanya mendengus sebal lalu segera pergi dari ruangan itu. Niat hati ingin melihat sang pujaan bekerja sekaligus menemani nya. Tapi malah di usir seperti ini.
Setelah kepergian wanita itu Bryan pun memanggil sang sekretaris untuk masuk ke ruangnya. Tak lama terdengar ketukan pintu dari luar, dan pintu pun terbuka setelah Bryan menyetujuinya masuk.
"Ardi, kau ingin menemani ku lembur bukan" tanya Bryan saat sang sekretaris sudah masuk ke ruangannya
"Ya bos"
"Ambil makanan ini" ucap Bryan menunjukkan makanan yang di bawa oleh perempuan ondel-ondel tadi.
"Tapi bos...."
"Kenapa kau tidak mau"
"Bukan begitu, tapi...."
Tadi ia melihat perempuan dengan penampilan menor membawa rantang makanan ini, sudah biasa wanita itu keluar masuk perusahaan dengan alasan di suruh oleh kakek albara. Dan tentu saja Ardi tak kuasa menahannya karena selalu mendapat ancaman akan di pecat jika menolak kedatangan nya. Jika perempuan itu tau bahwa rantang makanan yang dia bawa di ambil oleh Ardi, bagaimana dengan nasip Ardi di perusahaan ini
"Ambil atau bonus bulanan mu tidak akan di transfer"
"Baik bos, terima kasih" Ardi pun secepat kilat mengambil rantang makanan itu. Bosnya ini lebih menakutkan dari wanita itu. Jika perempuan itu mengancamnya maka Ardi akan bersembunyi di balik tubuh bos nya ini saja.
"Apa lagi?"
"Hah apa bos" ucap Ardi kaget. Ternyata ia melamun sejak tadi
"Apakah kau akan tetap berdiri disini?"
"Tidak bos, kalau begitu saya izin kembali ke ruangan saya"
Ardi pun berlalu dari ruangan sang bos untuk menikmati makanan gratis yang baru saja di berikan oleh sang bos. Sebenarnya wanita itu sering datang untuk mengantar makanan namun baru kali ini makanan itu di berikan kepadanya. Mungkin saja sebelumnya selalu di berikan oleh tangan kanan bosnya. Fikir Ardi.
******************
jangan lupa berikan like dan vote. tambahkan ke favorit kalian jika suka dengan cerita ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments