Bagian 5

...**BUCIN...

...(Butuh Cinta**)...

...Penulis : David Khanz...

...Bagian 5...

...------- o0o -------...

"O, iya, Om. Aku juga senang bisa menjadi teman Della, Om," kataku gugup dengan wajah masih terasa panas.

Della melongo. "Woy! Bokap gue udah dari tadi pergi ke belakang!" seru Della heran. Aku terkejut. "Oh, maaf, Om. Eh, Del. Aduh ... eh!"

"Elu kenapa, sih, Cuy? Kesambet?" Della tertawa. Dia menarik lenganku. "Yuk, ke kamar gue!"

"Di mana?" Aku masih belum sepenuhnya sadar. "Lantai atas. Di mana lagi?" Della mengajakku menuju kamar tidurnya.

"Oh, iya, Del." Akhirnya dengan perasaan bingung, aku mengikuti langkah gadis itu meniti anak tangga satu per satu.

Besar juga rumah keluarga ini. Mewah menurut ukuranku yang terbiasa hidup di kampung. Ada beberapa ruangan serta perabotan terpajang di sana. Tertata dengan rapi dan bersih. Sempat menyapu seisi ruang, sambil mencari-cari sosok tadi yang sempat membuatku linglung. Om Bram.

...-------o0o -------...

Mataku masih terpejam. Alam pikiran dalam kondisi kelam. Namun sentuhan-sentuhan itu terasa begitu mencengkeram. Membangunkan asa terdalam yang selama ini terpendam. Tubuh ini menggelinjang disertai rintih di bawah cahaya lampu temaram. Desis lembut bercampur napas menghentak kuat mirip suara menggeram. Ah, ini mimpi ataukah sekedar halusinasi antara dua alam yang mencekam.

Lengan berbulu itu tiba-tiba bergelayut erat mengalungi leherku. Menarik kuat ke belakang hingga tak kuasa berontak melepas diri. Sapuan panas napas menggelitik ujung daun telinga, membara diiringi parutan brewok kasar menyentuh kulit wajahku.

"Om .... " erangku enggan membuka mata. Berharap semua tak akan sirna begitu kelopak ini terkuak. Mungkin juga dengan cara seperti itu, sensasi menggelora akan semakin meniti lebih tinggi dan jauh. Menggetarkan setiap sendi-sendi gairah sekujur badan. "Om Bram .... "

Sosok laki-laki itu tak menjawab. Dia merebahkan tubuhku dan perlahan mengusap area dada ini. Bukan dengan jemarinya, namun melalui sebidang dada kekar berjeruji rusuk kuat, penuh ditumbuhi bulu-bulu halus nan lebat.

"Om ... aku ... " Hampir saja kubelalakan mata ini, menatap wajah klimis dibasahi peluh dengan brewoknya yang baru tumbuh. Lagi-lagi ketakutan itu membisiki, agar tak melakukan hal bodoh tersebut kalau tak ingin semua segera sirna.

"Alya .... " bisik laki-laki flamboyan bertubuh padat itu. Begitu dekat hingga dengkusan angin parunya menampar bibirku. "Alya .... "

"Om ... apa yang Om lakukan?" tanyaku setengah sesak menahan himpitan beban tubuhnya.

"Alya .... "

"Om .... "

"Cuy! Bangun, woy!"

"Om Bram?"

TOK! TOK! TOK!

Suara itu makin keras terdengar. Memaksaku membuka mata secepat kilat. "Om Bram?" Netra ini berputar-putar mencari sosok yang tiba-tiba menghilang. Kosong. Hanya temaram mengelilingi hingga akhirnya tersadar bahwa ....

"Alya! Elu udah bangun, kan? Buka pintu ngapa, Cuy?" Itu suara Della berteriak-teriak di luar kamar.

Aku mengucek-ngucek mata sebentar. Berharap bias penglihatan ini segera normal kembali. "Iya, Del. Aku udah bangun," jawabku seraya menghempaskan selimut tebal berbahan sintesis yang tadi 'menyetubuhi'. Sialan! Rupanya itu yang sempat kusangka bulu-bulu halus ... Om Bram.

"Buka pintu ngapa, Cuy!" seru Della sambil mengetuk-ketuk pintu.

"Iya, sebentar, Del," jawabku sambil mengenakan kaos T-shirt tanpa penyangga dada. Entah di mana upwear yang semalam masih terpasang utuh itu. Mungkinkah ... ah, sudahlah. Terlalu lama berpikir, gadis 'cablak' di luar kamar itu akan semakin keras berteriak memanggil.

"Lama amat, sih, elu buka pintunya?" tanya Della begitu daun pintu terbuka.

"Aku pules banget tidurnya, Del. Semalem bergadang sampai jelang pagi. Jadinya agak pusing .... " ucapku beralasan.

"Elu sakit?" Della memperhatikan wajahku. "Mata elu .... "

"Kenapa mataku? Mata panda, ya?" Aku meraba-raba kedua kelopak mata.

Della cekikikan. "Mata elu ada beleknya, Cuy. Hahaha."

"Ih, kamu. Dasar!" Cepat-cepat aku memburu kamar mandi. Ada di lantai atas. Hanya beberapa langkah dari kamarku dan Della. Di bawah juga ada, tapi biasanya khusus digunakan oleh Om Bram. Semenjak tinggal di rumah itu, belum pernah sekali pun menengok isi ruang sanitasi laki-laki itu.

"Elu gak mandi?" tanya Della begitu aku kembali dari kamar mandi. Gadis itu tengah duduk di tepi tempat tidur kamarku.

"Nanti agak siangan, mungkin?" jawabku seadanya. "Lagian libur kuliah ini, kan?"

Della cengengesan. Kemudian matanya lekat menatap kaos yang kukenakan. "Elu gak pake daleman?"

Eh, sempat-sempatnya dia memperhatikan kostumku pagi ini. Segera berbalik membelakanginya. "Emang kenapa?"

"Jangan coba-coba berpakaian gitu di depan bokap gue, ya, Cuy. Bahaya!" ujarnya disertai cemberut khas yang menjadi ciri karakter gadis itu kalau sedang merasa tidak suka. Bukan marah, namun begitulah dia. Semakin hari, makin kukenal sifat-sifat Della.

Aku tersenyum kecut. "Iya, Del, aku paham. Lagian Om Bram, kan, lagi tugas luar kota. Cuma ada kita di rumah ini. Sesama perempuan. Ndak apa, toh?"

Della terdiam. Sementara aku sibuk mengumpulkan pakaian kotor yang teronggok di dalam wadah khusus.

"Elu mau ngapain sekarang?" tanya Della begitu aku bersiap-siap membawa wadah tersebut ke ruang belakang. "Nyuci pakaianlah, Del. Mumpung libur. Sekalian, deh, punya kamu juga, siniin. Biar aku cuci juga."

Della tertawa keras. Matanya sampai menyipit. "Ngapain? Sebentar lagi ada Bi Mamas ke sini. Nyuci baju dan juga masak."

Aku mengernyitkan dahi. Berpikir heran. "Kenapa harus Bi Mamas? Kan, ada aku, Del. Biarin semua .... "

"Alya! Gue itu ngajak elu tinggal di sini bukan buat ngejadiin elu pembokat. Gimana, sih, lu?" ujar Della setelah tawanya reda.

"Emang sebelumnya kamu ndak punya pembantu atau asisten rumah tangga, gitu?" Aku semakin penasaran. Rumah besar, pemiliknya tajir, tampan ... eh, mengapa kata terakhir itu sempat terpikir, ya? Hhmmm ... tak punya pegawai pribadi?

Della tertawa kembali. "Semua orang yang pernah kerja di rumah ini, gue usir-usirin."

"Kenapa?"

Della mencibir. "Mereka sering ketahuan ama gue. Mencoba merayu-rayu bokap gue."

"Merayu bagaimana, Del?" Aku tambah penasaran.

"Naksir papah gue! Lama-lama ganjen dan caper di depan bokap. Gue paling gak suka itu!" jawab Della kali ini tanpa senyuman maupun tawa yang biasa dia lakukan.

Tiba-tiba aku seperti tersentak. Kata-kata Della barusan seperti sebuah ancaman. Berlaku untuk semua makhluk bernyawa yang merasakan 'hal lain' saat melihat sosok Om Bram. Termasuk ....

"Alya! Ngapa elu ngelamun?" Suara Della membuyarkan lamunanku.

"Eh, ndak. Tadi mikir anu ... eh, maksudnya cucian ini. Mulai sekarang biar aku yang nyuci sama masak, deh. Hitung-hitung bayar kosan di sini, Del," kataku terpatah-patah.

"Enggak! Elu gak boleh ngelakuin itu semua," ujar Della terdengar tegas. "Elu itu sahabat gue. Satu-satunya orang yang gue percaya, selain bokap gue. Apa yang gue dapetin, elu juga harus terima."

...BERSAMBUNG...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!