Duka

Awan hitam berarak menguasai pelataran langit. Matahari tak lagi congkak. Alam dibantai udara kelam yang menjebak Kota Philo dalam kemuraman. Menambah suasana semakin gelap seiring selimut kabung di hati para penduduk. Bendera duka berkibar sungkan di tiap sudut kota besar itu.

Lexander Damaresh--Chairman Kerajaan bisnis Lexander Dinasty, pria yang dikenal semua orang dengan wibawa, kehangatan dan segala bentuk kemurahan hati, menyerah pada waktu setelah mengalami kecelakaan mobil di jembatan utama Kota Philo seminggu lalu. Mobil yang ditumpanginya bersama seorang supir, mengalami ledakan hebat dengan sebab yang belum diketahui hingga saat ini. Napasnya terembus habis dengan keadaan luka bakar di sekujur tubuh--di tempat kejadian. Meninggalkan segalanya tanpa kompromi.

Philo berkabung.

Seminggu berlalu pasca kematian Damaresh, suasana aktifitas kota seakan turut mati. Tak ada yang bersemangat walau sekedar melangkah melewati ambang pintu rumah untuk keluar. Semua berkubang di tengah getir dalam terjangan rasa kehilangan yang mendalam. Sosok hebat kesayangan mereka telah kembali ke pangkuan Sang Pencipta tanpa secuil pun kata pamit.

Tak terkecuali Alena dan putra semata wayangnya--Reiga. Kedua sosok itu adalah istri dan anak Damaresh.

Lebih dari sekedar berkabung, mereka benar-benar terlempar ke dalam titik terendah kehidupan. Bukan perkara harta yang tak akan habis tujuh turunan, melainkan kepedihan yang tak bisa digambarkan dengan apa pun walau tinta tak pernah habis dimakan zaman.

...****...

KASTIL MEGAH LEXANDER DINASTY

Sore ini ....

"Sampai kapan Ibu akan mengurung diri? Ibu harus makan. Aku takut Ibu akan sakit."

Suara halus seiring usapan lembut di pundaknya menarik Alena untuk mendongak. Wajah tampan putra satu-satunya nampak sendu merunduk menatap sepasang matanya yang gelap dikelilingi lingkaran hitam. Disentuh dan digamitnya telapak tangan Reiga di atas pundak lalu dikecupnya sekilas saja. "Ibu tidak apa-apa, Sayang. Ibu tidak lapar," kata lirihnya teriring senyum yang jelas dipaksakannya.

Reiga mensejajarkan diri duduk di samping wanita itu. Helaian tipis rambut yang menjuntai menutupi wajah sang ibu, ia selipkan ke belakang telinga beranting permata yang pucat pasi.

"Apa Ibu ingin kita pergi dari sini? Meninggalkan Dinasti dan memulai kehidupan lain di sebuah desa yang tenang?"

Pertanyaan itu sukses menarik sayu mata Alena menyorot wajah tampan anaknya dalam sentak keterkejutan. "Maksudmu?"

Kesiur napas Reiga terembus kasar. Dibantingnya pandang ke lain arah seolah tak ingin menunjukkan perasaan yang sebenarnya tak jauh berbeda dengan ibunya. "Aku tahu Ibu menginginkan semua itu sedari lama. Aku juga tahu, mereka tak pernah benar-benar menyukai kita, kecuali Kakek yang sudah tua itu. Setelah Ayah pergi, apa lagi yang bisa kita pertahankan di sini, Ibu? Aku takut Ibu akan menderita. Sementara aku tak bisa melakukan apa-apa."

Bukan tanpa alasan, baik Reiga mau pun Alena, keduanya sama-sama mengetahui bagaimana perangai kakak dan adik-adik Damaresh yang tak pernah menghendaki mereka berada dalam naungan Lexander Dinasty.

Beberapa detik Alena nampak tercenung. Sepasang telapak tangannya saling me.remas menggulung resah. Menimbulkan ruas tulang putih yang mengetat terbalut halus kulitnya. "Lalu bagaimana dengan Lexander Corp?" Ia melontarkan apa mengganjal dalam benaknya.

"Aku tidak peduli!" Reiga menegaskan.

"Tapi, Rei--"

"Siapa yang mengizinkanmu untuk tak peduli, Anak Bodoh?!"

Suara serak dengan aksen tegas menggaung menembus ruang. Dari ambang pintu, seseorang muncul memungkas obrolan Reiga dan Alena. Keduanya spontan menghela pandang ke asal suara.

"Kakek!"

"Ayah!"

Sepasang roda di kursinya diputar Ted Lexander dengan kedua tangan. Reiga bangkit gegas untuk membantu. "Kenapa Kakek di sini?! Kenapa sendiri? Mana Bibi Neola?!" cecar pemuda itu seraya mendorong kursi roda kakeknya mendekat ke arah Alena yang sudah berdiri menyambut di ujung tempat tidurnya.

"Aku tak ingin siapa pun mengikutiku," jawab Ted.

Alena turun bersimpuh di hadapan sang mertua, setelah kursi beroda yang membawa pria tua itu terhenti tepat di hadapannya. Dikecupnya sepasang tangan renta yang selalu mengusap kepalanya penuh kasih itu. "Ayah sudah makan?" tanya lembutnya.

"Makan?" Ted Lexander mengulang. Berat napasnya berembus terlihat penuh beban. "Ahh, kentang berbumbu itu bahkan terasa seperti petir yang berkeredap di lidahku."

Tiba-tiba tawa Reiga menggaung menanggapi. Dipeluknya pundak sang kakek dari belakang. "Kalau begitu apa lidah Kakek sudah mengandung listrik? Jika sudah, aku ingin meminjamnya untuk tugas rangkaian paralel di sekolahku."

"Anak kurang ajar!" hardik Ted dengan jitakan kecil di kepala Reiga seraya terkekeh.

"Hahaha." Reiga tergelak lagi.

"Reigaaa." Alena menggeleng dengan senyum tertahan seolah lenyap semua beban. "Hentikan tawamu!" titahnya pada sang anak.

"Reiga," panggil Ted Lexander memotong kemudian. Tipis senyumnya sesaat lalu telah berganti raut serius.

Kekehan Reiga mengendur perlahan lalu menghilang. "Ada apa, Kek?" Ia ikut serius.

"Ayahmu sudah pergi."

Suasana hening seketika. Air mata Alena terlihat mulai menitik kembali dalam pandang menusuk gamang pada Ted. Dia membuang wajah dengan perasaan kembali perih. Tubuh semampai miliknya ia angkat kembali ke atas kasur, lalu duduk di sana seperti semula.

"Belajarlah yang rajin, Nak," sambung Ted mempertahankan tatapnya pada Reiga.

"Sebenarnya apa yang ingin Kakek bicarakan?" Reiga menyela. Simpuh ibunya ia gantikan kini di hadapan sang kakek.

Rambutnya yang selalu gondrong dibelai halus pria tua itu.

"Kakek ingin kamu seperti Damaresh. Membawa kemajuan Lexander Dinasty. Mensejahterakan penduduk Philo dengan tanpa adanya pengangguran dan kemiskinan. Lanjutkan kiprah ayahmu, Nak." Wajah Ted Lexander menunjukkan pengharapan yang teramat besar pada cucunya.

Reiga seketika membatu. Belum setengah jam yang lalu ia dan ibunya membahas untuk keluar dari kastil, kini sebuah beban tiba-tiba menimpa dan menahannya untuk pergi. "Tapi aku tidak bisa, Kek. Aku tak akan bisa sehebat Ayah. Aku dan Ibu hanya butuh ketenangan."

"Kau pasti bisa, Reiga!" Ted menyergah cepat. "Ketenangan akan kau dapat dari keberhasilan. Kakek akan mengirimmu ke Granada, untuk sekolah bisnis di sana."

"Tapi bagaimana dengan Paman Thomas, Bibi Eleanor dan lainnya, Kakek?! Aku yakin mereka tak akan setuju. Mereka tak suka padaku," ujar Reiga penuh tekanan.

"Thomas kau bilang?" Ted Lexander tersenyum sinis. "Dia sudah merengkuh Lexander Company. Dan Eleanor, dia kupercayakan Lexander Terbuka. Mereka dan anak-anaknya tidak akan kekurangan apa pun!"

Reiga dan Alena saling beradu pandang dalam resah, meneguk liur susah payah.

Sejujurnya, mereka berdua tak menginginkan gelimang harta dan kekuasaan. Hanya sebuah rumah sederhana dengan sepetak tanah untuk bertani, dirasa sudah cukup menggamit senyum tanpa beban kepemimpinan. Sayangnya, Damaresh tak pernah bisa mengabulkan itu hingga ajal menjemputnya.

Dan pria tua di depan mereka, selain sebagai founder kerajaan bisnis Lexander, dia adalah Sang Aturan. Tak seorang pun bisa mengacaukan debutnya. Satu bait kalimat Ted Lexander membentuk harga mati. Sama seperti Mendiang Lexander--ayahnya, kakek buyut Reiga.

Lalu bagaimana Alena dan Reiga akan melalui semua dan bertahan dalam tekanan anggota Keluarga Lexander lainnya?

...🍃🍃🍃🍃...

Jangan lupa like!

Terpopuler

Comments

Jimmy Avolution

Jimmy Avolution

Ayo...

2022-10-17

0

Be___Mei

Be___Mei

sejatinya kehilangan tak bisa di tukar dengan gelimang harta 🥲

2022-10-10

0

Machan

Machan

anjay, akhirnya reiga keloar lageh. 👏👏👏👍👍

2022-10-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!