Karantina Wilayah

Ketika itu, banyak menyebar virus aneh yang membuat warga Provinsi Phuket berubah menjadi manusia manusia aneh.

Pihak pemerintah Thailand bahkan sudah melakukan Karantina Wilayah kepulauan Phuket dimana penghuni pulau itu tak bisa keluar dan orang luar tak bisa masuk ke situ.

Penerbangan dan pelabuhan ditutup paksa, boat dan sampan di bawa ke tengah kota. Kota itu pun tampak berantakan sebagian besarnya diakibatkan oleh Virus aneh yang menyerang otak manusia melumpuhkan saraf berpikir akibat virus rabies yang menekan saraf nyeri pusat.

Berita itu tersiar kemana mana, tak terkecuali Pulau Bon yang berada di dekat ujung Kota Phuket dimana virus itu sebenarnya berasal.

Pagi itu di Pulau Bon tampak duduk seorang tua berambut putih panjang yang di panggil Ketua Bu oleh semua bawahan pulau yang kini bahkan mencapai jumlah hampir seribu orang.

"Panggil Buji dan Toaji." Perintah Ketua Bu kepada anak buah penjaga.

Tak lama kemudian tampak berjalan kedua putranya yang kini telah menjadi pemuda pemuda hebat dan tangguh.

"Ada apa ayah memanggil kami?" Tanya putra tertuanya.

"Kini berita tentang mayat hidup itu semakin menyebar. Aku takut kita kena imbasnya. Bagaimana menurut kalian?" Ketua Bu bertanya.

"Menurut ku, jika Ayah takut kena tuntutan pihak persatuan dunia, kita musnahkan saja Phuket dan seluruh isinya." Jawab pria tegap yang di panggil Toaji.

"Benar seperti kata Koko ayah, izin kan aku membawa pasukan untuk memusnahkan semua mayat hidup itu." Sambung Buji yang nama aslinya adalah Bu Su.

"Baji, Ruji, panggilkan seluruh ketua pasukan." Seru Ketua Bu kasar.

Dua penjaga yang selalu ada di dekatnya berlari cepat, tak lama kemudian terlihat lah lima orang murid kepala lainnya berada di situ.

Mereka adalah tiga saudara kembar yang dikenal dengan sebutan Twako, Jiko, Samko. Seorang pria tegap kurus tinggi bernama Bong Gan dan Khong Ki.

"Aku akan mengirim Empat orang bersama 400 pasukan ke Phuket untuk memusnahkan seluruh mayat hidup yang kini semakin bertambah. Siapa yang bersedia?" Tanya Ketua Bu.

"Kami semua siap Ketua." Seru Lai Tek yang dikenal dengan panggilan Twako.

"Lai Tek, Toaji dan Buji, kalian tetap di pulau mempersiapkan undangan kita ke seluruh penjuru dunia sambil menyediakan tempat, bahan makanan dan lainnya.

"Baik Ketua." Jawab mereka bertiga serentak.

"Bong Gan, Khong Ki, Lai Kwan, Lai Kwo, Kalian bawa semua prajurit yang kalian latih berjumlah 400 orang."

"Laksanakan," Seruan mereka berempat mengiringi gerakan kilat dan menghilang sekejap saja ke arah luar.

Tanpa berlama lama, hari itu juga semua tugas mulai di lakukan sesuai perintah bersamaan keberangkatan 409 orang pasukan bersama 4 pemimpin tertinggi.

Lai Tek dan Bu Sam Khi dengan gigih melakukan persiapan penyambutan tamu dan memerintahkan ratusan bawahan untuk mengantar undangan ke seluruh pelosok dunia.

Sedangkan Bu Su, diam diam menyelinap ke kapal besar pengangkut pasukan yang berlayar ke Phuket tanpa sepengetahuan siapa pun.

Tak lama kemudian, kapal besar itu sudah tampak jauh dari pandangan penjaga di pinggir pantai.

"Putar kapal ke arah timur, kita berlabuh dari sana." Seru Khong Ki kepada bawahannya.

"Siap laksanakan." Segera bawahannya berlari ke arah depan kapal untuk memberitahukan kepada kapten.

Setelah mendarat, mereka melihat tempat itu sepi, mobil dan kendaraan lainnya terparkir secara berantakan. Banyak pula mayat mayat busuk bergelimpangan tercabik cabik membusuk mengeluarkan bau yang sangat menyengat.

400 orang lebih itu turun dari kapal kapal besar itu dengan senjata di tangan mereka. Mereka menyusuri pinggiran jalan dan berpencar menjadi tiga kelompok memeriksa bangunan bangunan besar yang terlihat sepi.

Benar benar kota itu terlihat seperti kota mati yang tak lagi berpenghuni. Tiba tiba dari arah basemen bawah tanah gedung gedung dan gorong gorong, keluar makhluk makhluk mengerikan.

Mereka adalah manusia manusia yang sudah rusak dan cacat seperti mayat hidup. Jika mayat hidup berjalan lambat, mayat mayat berjalan itu bergerak sangat cepat menyerang, menggigit, menarik, mencakar dan lain hal sebagainya.

Dengan cekatan, pertarungan terjadi. Memang ratusan bawahan Pulau Bon sangat cekatan dan lihai beladiri nya. Banyak mayat hidup yang seperti dikendalikan virus itu tergeletak dengan kepala putus.

Banyak pula mayat berjalan yang sudah kehilangan kaki tangannya masih bergerak menyerang pasukan yang ada di dekatnya.

Namun tetap saja, sehebat apapun pasukan Bon Island melawan, mayat hidup itu seperti bertambah makin banyak bahkan berjumlah ribuan orang sudah mengepung para pasukan.

Bu Su yang telah mendarat di situ segera menyusuri ke arah kiri. Setiap dia berjumpa dengan mayat hidup, semua dapat di tebas kepalanya menggunakan pedang di tangannya.

Kini banyak sudah pasukan Pulau Bon yang tergigit, tercakar, bahkan liur yang mengenai hidung, mata dan panca indra sensitif mereka membuat para pasukan Pulau Bon perlahan lahan jatuh, pingsan, dan beberapa menit kemudian, prajurit Pulau Bon pun ikut menyerang teman teman nya.

Maka banyak lah bertambah mayat mayat hidup yang bahkan ahli dalam hal beladiri. Memang sungguh dahsyat akibat yang di timbulkan oleh pengobatan yang di lakukan Ketua Bu di Phuket.

Hampir seluruh penghuni Pulau Phuket yang luas itu terjangkit penyakit mengerikan tersebut. Hanya sebagian besar dapat di evakuasi dan di selamatkan sebelum terjangkit virus aneh tersebut.

Setelah seharian penuh melakukan penyerangan, hanya Bu Su sendiri yang selamat keluar dari pulau dengan luka luka ringan saja.

Sebenarnya orang orang seperti Bong Gan, Khong Ki, Lai Kwan, Lai Kwo dan murid murid kepala pilihan khas bisa saja selamat dari amukan zombi zombi aneh itu. Namun karena mereka ingin menyelamatkan rekan lainnya, maka mereka sendiri pun akhirnya menjadi korban.

Seperti sebelumnya, tempat itu pun tampak sunyi sepi setelah semua makhluk mengerikan itu kembali masuk ke bawah bawah tanah dan tempat gelap bersama 'teman' baru yang tidak lain adalah pasukan Pulau Bon yang telah berubah Pula menjadi Mayat hidup yang hebat dan cekatan.

Bu Su yang menjadi putra bungsu Ketua Bu segera mengemudikan kapal besarnya ke arah Bon Island. Sesampainya di sana, dia segera melapor,

"Ayah, semua pasukan yang dikirim ke Phuket, tak akan kembali. Mereka bahkan terjangkit penyakit itu." Seru Bu Su dengan wajah mengkhawatirkan.

Sambil mengepal keras tangannya, Ketua Bu berkata,

"Kita tak akan bisa menghentikan mereka. Biarkan saja." Seru nya dengan geram dan kecewa.

Tiba tiba beberapa anak buah pulau berlarian dari arah timur sambil berteriak teriak ketakutan,

"Ada serangaaan,,,, serangan Nagaaa,,,, Naga terbang menyeraaaang,,, berlinduuuung,,,"

Riuh rendah teriakan tersebut mewarnai pulau. Ternyata di sebelah timur pulau dekat pantai, Mahesa telah dikeroyok ratusan pasukan yang menguasai ilmu beladiri.

Dengan cekatan Mahesa menggerakkan sepasang pedang nya yang mengeluarkan hawa biru dan merah itu.

Dengan Pedang Naga di sebelah kirinya dan Pedang Pusaka berada di tangan kanan nya, Mahesa membabat pedang pedang bawahan pulau itu dengan tenaga penuh.

Jika saja Mahesa tidak menjaga agar dirinya tak membunuh mereka, dapat dipastikan bahwa sebentar saja pedang pedangnya akan memakan nyawa ratusan orang itu.

Namun Mahesa yang hanya ingin memberi hajaran kepada para pasukan yang kerap melakukan kejahatan itu, hanya melukai dan mematahkan senjata senjata mereka.

Candu yang berada beberapa meter dari Mahesa mengibaskan sayap dan ekornya kesana kemari sampai membuat kepala para pasukan patah patah.

"Candu, jangan membunuh orang." Teriakan Mahesa menghentikan keganasan Candu.

Kini Candu hanya melempar lempar kan saja pasukan yang menyerangnya dengan senjata senjata tajam.

Naga itu hanya melindungi hal hal sensitif dari tubuhnya seperti mata, hidung dan mulutnya serta lubang kelamin yang berada di pangkal bawah ekornya.

Ketua Bu dan bawahannya yang baru menerima kabar kekacauan di sebelah Timur Pulau Bon kini mendapat laporan baru tentang seorang penyerang dari arah barat.

Penyerang yang menggunakan sepasang pedang pula di temani seekor Naga putih yang menyerang meliuk liuk dari laut di pinggir pantai kembali menggegerkan mereka.

Jiraiya bersama Rapit menyerang dengan ganas. Banyak penghuni pulau yang merasakan ketajaman pedang pusaka di tangan Jiraiya.

Setelah beberapa hari berada di Mongol, Jiraiya kembali meminta izin kepada keluarganya untuk menyelesaikan tugas dari Gurunya Satria untuk mengentaskan kejahatan di Pulau Bon.

Bersambung ...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!