Malam setelah kuda Kinan mengamuk, Pak Menteri mengadakan jamuan makan malam mewah untuk tamu-tamu istimewanya dengan mengusung konsep prasmanan ala eropa. Kinan yang datang bersama Ray dengan mengenakan dress batik anggun, langsung mengambil posisi duduk manis di kursi tamu.
“Kinan, apa kau tidak ingin makan sesuatu?” tanya Ray heran karena ia lebih memilih duduk daripada menghampiri meja prasmanan.
“Silakan, Kinan.” Evan tiba-tiba datang dengan beberapa piring berisi aneka menu mungkin Kinan sukai. “Kurasa tidak banyak pilihan menu yang sesuai dengan seleramu. Evan tersenyum manis ke arah Kinan.
Kinan senang Evan melayaninya dengan sigap. Ia mencicipi makanan yang dibawa Evan di hadapannya. “Boleh aku ambil ini?” Kinan mengambil sebuah piring berisi salad sayur dan telur rebus, “Terima kasih, Evan.”
“Dengan senang hati, Tuan Putri” Evan melirik ke arah Ray
“Maaf, Tuan Evan Jackson. Terima kasih karena sudah memperhatikan istriku tapi kurasa kau tidak perlu malakukan itu. Biar aku yang membantunya.”
“Oh ya? Jadi apakah kau tahu Tuan, bahwa Kinan tidak pernah menyiapkan makanannya sendiri. Ia selalu mendapatkan semua yang ia butuhkan tepat di hadapannya. Jika kau tidak bisa memperlakukan ia selayaknya ratu, lebih baik serahkan saja ia padaku. Biar aku yang melayaninya dengan sepenuh hati.”
Ray geram mendengar ucapan Evan, “Jadi, bisa kau jelaskan, siapa kau sebenarnya? Kenapa kau selalu bersikap seolah kau sangat mengenal istriku melebihi siapapun?”
Evan tersenyum, “Tidak ada. Saya baru mengenalnya di museum beberapa waktu lalu. Tapi saya langsung tahu bahwa Nona Kinan sangat istimewa dan berbeda dengan wanita lain.”
“Omong kosong! Berhentilah menjadi penguntit dan tunjukkan siapa dirimu yang sebenarnya. Atau kau akan menyesal karena memilih berurusan denganku!”
“Kau pikir aku takut dengan pria yang bahkan tidak berani memanggil nama istrinya sendiri di depan orang lain?! Asal kau tahu aku tidak akan pernah membiarkan Kinan dimanfaatkan oleh pengecut sepertimu!”
***
“ Jadi, Ray, bagaimana dengan penjualan Terra Kota? Apakah ayahmu benar-benar akan mempertahankannya sampai akhir?”
“Seperti yang anda lihat. Kami akan mempertaruhkan segalanya untuk Terra Kota. Kami bahkan berusaha mati-matian untuk melawan sabotase murahan seperti itu. Bagaimanapun juga saya bertekad untuk menjadikan Terra Kota sebagai hunian paling layak untuk diperebutkan."
“Tapi, Ray, kau tahu aku sangat mengenal ayahmu. Ia adalah orang yang sangat detail dan cermat dalam memperkirakan sesuatu. Aku tidak tahu kenapa ia bersikeras membangun delapan kondominium mewah di kawasan tidak potensial seperti itu. Ia bahkan rela membangun semua fasilitas dari nol demi Terra Kota. Dan yang lebih membuatku tidak paham adalah kenapa ia bersikeras untuk tetap mempertahankan bangunan tua yang sudah hampir reyot di tengan kondominium mewah yang dibangunnya itu."
Ray tersenyum, "Meskipun saya tidak mengenal ayah saya sebaik Anda, tapi saya yakin ada alasan kuat kenapa orang sekeras kepala dan sepelit Tuan Alexander Lewis, mau repot-repot menghabiskan dananya untuk membangun jalan, sekolah, pasar dan pusat perbelanjaan di sekitar Terra Kota. Saya berharap bahwa itu adalah sebuah alasan yang besar dan masuk akal. Karena saya sangat penasaran, maka saya berniat untuk membantunya menangani Terra Kota sampai akhir."
***
Kinan tengah asyik berbicara dengan Evan ketika Ray kembali.
“Jadi, Evan, apa kakimu baik-baik saja?” tanya Kinan tiba-tiba.
Evan sama sekali tidak menyangka Kinan akan mengubah topik pembicaraan begitu saja dan menanyakan keadaan kakinya.
“Apakah Kinan tahu bahwa kakiku terluka? Apakah Kinan juga mencurigaiku sebagai pelaku yang berusaha melemparkan pisau ke arahnya?” gumam Evan dalam hati.
“Maaf menunggu lama, Sayang.” Ray memberi penekanan lebih pada kata ‘sayang’nya di hadapan Evan.
Kinan tersenyum, “ Tidak masalah, Evan menemaniku. Jadi aku tidak merasa bosan menunggu.”
Untuk pertama kalinya Evan merasa lega karena Ray hadir memotong pembicaraannya dengan Kinan. Ia bersyukur tak harus menjawab pertanyaan yang Kinan ajukan.
“Well, apa kau mau menemaniku mencari udara segar. Entah kenapa aku merasa atmosfir di ruangan ini tidak terlalu bagus. Penuh dengan hawa panas. Kurasa kita memerlukan ruang untuk berdua saja. Iya kan sayang?”
Kinan mengikuti Ray keluar dari ruangan. Mereka memilih untuk duduk di kursi di taman depan vila Pak Menteri.
“Jadi, Kinan, apa yang kau bicarakan dengan Evan. Apa kau tidak merasa curiga dengannya?”
“Curiga?”
“Ia seakan benar-benar sangat mengenalmu. Ia juga tahu bahwa kau seorang putri.”
“Oh itu. Kurasa kau salah paham. Ia memanggilku tuan putri karena ia memang menganggapku istimewa layaknya tuan putri. Jangan terlalu khawatir.”
“Kinan, apa kau juga tahu bahwa ia lahir dan dibesarkan di jawa?”
“Apa?” Kinan tampak kaget, “Apa maksudmu, Ray?”
“Edward sudah menyelidiki latar belakang keluarga Evan. Dan ia menemukan bahwa Evan lahir di jawa bukan di London. Saat berusia sepuluh tahun orang tuanya membawanya ke London dan menetap disana sampai sekarang."
Ray memandang Kinan, “Apa kau tidak merasa kalau ini aneh?”
“Ray, apa kau yakin? Kurasa mereka orang yang berbeda karena Evan sangat baik tidak seperti Arya Wibisono dan ayahnya.
“Kinan, kurasa kita harus bergegas pulang. Aku tidak mau melihatmu dekat dengan pria berbahaya itu.”
***
Mereka sedang dalam perjalanan pulang ketika Joko memperhatikan Kinan yang terus saja melamun sejak meninggalkan villa.
“Ampun Ndoro, apa Ndoro baik-baik saja?”
Kinan mengangguk ia masih memikirkan tentang kemungkinan bahwa Evan adalah Arya Wibisono.
“Joko, apa kau juga berfikir bahwa Evan adalah Arya Wibisono?"
“Ampun Ndoro, hamba tidak ingat betul wajah Raden Arya semasa kecil. Tapi melihat dia begitu mengenal Ndoro, hamba yakin ia bukan orang sembarangan. Tadi sewaktu Ndoro makan malam, hamba sempat mencari tahu tentang keberadaan Tuan Evan saat kita memburu penjahat ke dalam hutan dan juga perihal kuda yang Ndoro tunggangi.”
Ray menoleh ke arah Joko dari kaca spion, “Jadi, apa kau menemukan sesuatu?”
“Ampun Ndoro, menurut salah seorang pelayan perempuan di sana, ia melihat Tuan Evan kembali ke kamarnya dengan kaki terluka di sebelah kiri. Pelayan itu yang membantu Tuan Evan mengambilkan obat-obatan.”
“Jadi orang yang melempar pisau ke arah Kinan adalah Evan?”
Kinan menelan ludahnya berat, banyak pertanyaan bermunculan lagi di benaknya “Apa benar Evan ingin melukainya di hadapan banyak orang seperti itu? Jika itu memang Evan, lalu bagaimana ia bisa lolos dari kejarannya? Lalu siapa orang-orang di dalam hutan itu?”
“Lalu, bagaimana dengan Kuda itu?”
“Menurut salah seorang saksi Tuan Evan memang sempat masuk ke kandang kuda pagi itu. Tapi ia tidak tahu persis apa yang dilakukan Tuan Evan di sana dan bagaimana juga dia tahu kuda mana yang akan Ndoro tumpangi, jika memang ia yang sengaja ingin mencelakai Ndoro.”
“Joko, apa kau sempat menyelidiki pakan kuda seperti yang kuperintahkan?”
“Ampun Ndoro, hamba sudah memeriksa pakan yang segera dibuang oleh tukang bersih-bersih kandang kuda setelah kejadian itu. Dan benar seperti yang Ndoro curigai. Kemungkinan besar memang pakannya diracuni. Jadi saat kuda yang merasa kesakitan dicambuk, ia akan marah dan hilang kendali.”
“Jadi, Evan juga yang sengaja meracuni kuda itu agar Kinan celaka?” tanya Ray meyakinkan dugaannya.
“Ampun, Tuan, kemungkinan besar memang seperti itu.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments