Pertemuan

Pagi itu, seperti biasa, Kinan sudah terlihat rapi dan cantik ketika Ray bangun. Ia lalu menyiapkan semua keperluan Ray untuk pergi ke kantor.

"Ray, aku merasa sangat jenuh terlalu lama berdiam diri di rumah. Bolehkan aku keluar sebentar untuk jalan-jalan?"

"Apa ada tempat yang ingin kau kunjungi?"

"Entahlah, tapi kurasa, aku ingin mampir lagi ke museum waktu itu."

Ray berfikir sejenak, "Kinan, beberapa hari ini aku akan sangat sibuk menyiapkan acara peluncuran Terra Kota. Jadi untuk sementara kau boleh pergi dengan Joko." Ray menarik tubuh Kinan ke dalam pelukannya, "Tapi ingat, segera kabari aku jika terjadi sesuatu."

"Siap, Bos!"

***

Kinan memasuki museum diikuti Joko yang senantiasa setia menjaganya. Mereka mengamati sekeliling museum, berharap kali ini mendapat petunjuk kecil tentang keberadaan Parakraton. Langkah Kinan terhenti di depan sebuah lukisan kuno yang menggambarkan seseorang berkuda dengan gagahnya diantara kerumunan orang yang tampak lusuh dan tidak punya harapan. Kinan menatapnya lama, membawanya kembali mengingat kampung halamannya dan rakyat kraton Kertobumi yang sudah menunggunya.

"Lukisan yang luar biasa, bukan?" Tiba-tiba saja seorang pria telah berdiri di samping Kinan menatap lukisan yang sama dengan yang Kinan lihat, "Sepertinya anda sangat menyukai lukisan ini."

Kinan cepat-cepat menggeleng, "Ah, tidak. Saya hanya kagum saja karena pertama kali melihatnya."

Kinan bergegas meninggalkan pria asing itu.

"Begitu? Tadinya saya sempat berfikir bahwa anda juga sedang tersihir oleh kegagahan sang pendekar berkuda, seperti saya." Evan tertawa kecil lalu kembali mengahadap Kinan, "Apa anda juga suka berkuda?"

Kinan tidak biasa berbohong, tapi ia juga tidak bisa jujur begitu saja pada orang yang baru ditemuinya. Ia memilih untuk tersenyum simpul sambil buru-buru meninggalkan pria asing itu. Entah kenapa tiba-tiba saja Kinan merasa gerah setelah bertemu pria asing tadi.

"Joko, pergilah ke kantin. Belikan aku minuman."

"Sendiko dhawun, Ndoro." Joko segera mengerjakan perintah majikannya.

Merasa lelah berkeliling, Kinan memutuskan untuk memunggu Joko sambil bersandar pada sebuah tiang yang ada di belakangnya.

Siapa sangka tiang penyangga itu ternyata sudah lapuk dan roboh ketika disandari Kinan. Evan yang menyadari situasinya segera menyeret Kinan menghindari tindihan batang lapuk yang roboh itu. Seketika suasana museum menjadi riuh karena kepanikan orang-orang yang baru saja menyaksikan Kinan yang nyaris tertimpa runtuhan tiang lapuk. Untung saja Evan dengan sigap menolongnya.

"Apa anda baik-baik saja, Nona?"

Kinan yang tanpa sadar tengah berada di dalam pelukan pria asing itu segera melepaskan diri dan sedikit menjaga jarak, "Iya, saya baik-baik saja. Terima kasih sudah menolong saya."

"Ndoro, apa ndoro baik-baik saja?" Joko yang baru mendengar kabar soal tiang roboh itu langsung panik dan khawatir dengan keadaan Kinan.

"Aku baik-baik saja, Joko. Tuan ini membantuku."

"Evan. Anda bisa memanggil saya Evan."

Entah kenapa Joko merasa tidak asing dengan wajah itu tapi ia tahu persis ini bukan waktu yang tepat untuk mengingat dimana ia pernah melihat pria itu. "Ampun Ndoro, sebaiknya kita segera pergi dari sini."

***

Kinan cukup terkejut dengan kejadian di museum tadi. Bagaimana mungkin ada tiang lapuk diletakkan disana begitu saja? Ia sempat berniat untuk menanyakan lebih jauh tentang peristiwa tadi, tapi terlalu banyak orang yang menyaksikan dan penasaran dengan Kinan. Ia memutuskan untuk segera pergi sebelum dikejar-kejar para pemburu konten.

"Ampun Ndoro, apa tidak sebaiknya kita langsung pulang saja?"

"Tidak Joko. Perasaanku sedang kacau jadi aku ingin berkuda untuk menenangkan diri."

"Baiklah, Pak. Kita langsung ke pacuan kuda saja." Kata Joko menginstruksi sopir pribadi Kinan.

***

Hari itu arena pacuan kuda cukup ramai karena ada beberapa orang yang sedang berlatih untuk pertandingan minggu depan.

"Maaf, Nona. Hari ini banyak anggota club yang sedang berlatih. Anda belum reservasi sebelumnya. Jadi untuk saat ini belum ada kuda yang tersedia."

Kinan tampak kesal dengan perlakuan petugas pacuan hari itu. "Itu?!" Kinan menunjuk seekor kuda yang masih tersedia di kandang.

"Maaf, Nona. Tapi itu kuda pribadi dan sudah direservasi juga oleh pemiliknya. Beliau akan segera datang sebentar lagi."

"Ampun, Ndoro. Apa perlu saya merebut salah seekor dari arena pacuan untuk Ndoro?"

Kinan menggeleng, meskipun itu sangat masuk akal dan pasti akan menyenangkan, ia tidak ingin tindakannya menimbulkan dampak buruk yang menyulitkan posisi Ray.

"Kita pergi saja!" Kinan buru-buru pergi karena rasa kesalnya makin menumpuk.

Tanpa sengaja menabrak Evan yang datang dengan setelan berkuda lengkap dengan topi dan cambuk pemukul kuda.

"Maaf."

"Sepertinya kita memang berjodoh, Nona. Bagaimana mungkin kita bisa bertemu lagi disini?" Evan tersenyum ramah. "Apa anda juga ingin berkuda?"

Kinan menggeleng, "Tidak ada seekorpun yang tersisa."

Evan menunjukkan ekspresi ragu, ia lalu mengajak Kinan kembali ke kandang. Ia menyerahkan cambuk kudanya. "Masih ada satu disana. Anda bisa menungganginya."

"Selamat sore, Tuan. Anda sudah datang? Kuda anda sudah siap." Penjaga kandang menyambut evan layaknya tamu VVIP.

"Siapkan Rudolf untuk Nona ini."

"Apa?" Ia tidak yakin Evan yang sangat posesif dengan kudanya tiba-tiba mau begitu saja meminjamkan kudanya pada orang asing, "Baiklah, Tuan. Nona, silakan ikut saya."

Kinan sudah siap dengan semua perlengkapan berkudanya. Ia lalu menunggangi Rudolf dengan anggun, berkeliling arena pacuan beberapa kali, sampai suasana hatinya kembali membaik.

Bagi Kinan duduk diatas kuda yang berlari kencang, membuat dirinya terlihat seperti seorang ksatria yang gagah berani menerjang segala mara bahaya. Seperti itulah yang seharusnya ia lakukan untuk rakyatnya. Tapi ia bahkan merasa sangat buruk karena sampai detik itu belum bisa menemukan petunjuk apapun soal Parakraton. Jangankan untuk berjuang melindungi rakyatnya, ia bahkan tidak bisa kembali ke tanah kelahirannya layaknya seorang putri.

Kinan meluapkan segala emosi dan kekecewaannya pada dirinya sendiri, menumpahkan air mata dan kekesalannya di atas kuda yang membawanya berlari kencang menerobos hembusan angin.

***

"Terima kasih sudah meminjamkan kuda anda untuk saya."

"Jangan sungkan, Nona. Anda seorang penunggang kuda yang hebat. Apa anda tidak tertarik untuk ikut bergabung dengan salah satu club disini?"

Kinan tertawa canggung. Ia sebenarnya sangat ingin melakukannya. Tapi ia sadar bahwa harus menahan diri dan menjaga sikapnya demi Ray. Meskipun sudah mengecewakan rakyatnya, setidaknya ia tidak boleh menjadi lebih buruk lagi dengan mengecewakan suaminya.

"Tidak, Tuan. Terima kasih atas tawarannya tapi untuk saat ini saya belum tertarik untuk bergabung dengab club manapun."

"Baiklah, kalau begitu, apa anda tidak keberatan untuk menemani saya minum teh? Saya sudah memesan teh paling istimewa untuk anda."

Kinan merasa tidak enak menolak tawaran orang yang sudah banyak membantunya hari itu, "Baiklah, tapi saya tidak bisa terlalu lama.

Sore itu Evan menyuguhkan secangkir teh melati cengkeh dengan gula batu favorit Kinan. Komposisi yang sangat pas dan nyaris otentik karena sama persis dengan teh racikan para dayang di Kraton Kertobumi.

"Apa anda menyukainya, Nona?"

Kinan tersenyum, "Aromanya sangat nikmat. Anda pasti memilih bahan terbaik."

"Ini adalah racikan khas dengan resep rahasia."

Mereka tertawa bersama. Entah kenapa Evan begitu luwes dan bisa mencairkan kecanggungan diantara mereka.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!