Gadis Tanpa Identitas

Kinan tiba di stasiun ketika subuh. Suasana masih begitu sepi. Meskipun fajar sudah mulai menyingsing di ufuk timur, Kinan tak mendengar seekor ayampun yang berkokok. Tidak seperti di kraton, meskipun masih sangat pagi, orang-orang sudah ramai hilir mudik sibuk dengan urusan masing-masing.

Banyak orang yang menatapnya aneh saat menyusuri jalan. Kinan tidak mengerti apa yang salah. Padahal pagi itu Kinan datang menggunakan kemben, kain selendang yang disampirkan seperti kerudung dan jarik selutut. Pakaian paling sederhana yang biasa dikenankannya di keraton. Kata Eyang Warso pakaian sederhana itulah yang akan membantu memuluskan penyusupannya ke kota.

Kinan tak mau ambil pusing dengan tatapan orang, ia terlalu kagum menyaksikan bangunan gedung-gedung bertingkat yang menjulang ke langit. Ia tidak bisa membayangkan betapa lelahnya orang harus memanjat dan turun dari gedung itu setiap hari. Ia juga sangat kagum melihat jalanan yang dicat hitam bersih dan mulus tanpa kerikil dan kotoran kuda.

Kinan terus berjalan tanpa tahu arah. Eyang Warso hanya menunjukkan ia arah sampai stasiun dan katanya, takdir baik yang akan menuntun Kinan menemukan apa yang dicarinya, Parakraton, wasiat keluarganya yang hilang dua puluh tahun lalu. Setelah hampir tiga jam berjalan, Kinan merasa sangat lelah dan lapar. Ia mencari pondok makan beratap jerami seperti di kraton, tapi tak kunjung menemukannya.

Ia melihat beberapa orang memasuki sebuah bangunan dengan huruf M besar di depannya lalu berdiri di depan meja panjang dan kembali dengan nampan berisi banyak makanan dan minuman.

"Yah, itu tempatnya. Disini tempat itulah pondok makanannya." Kinan bergumam dalam hati.

Ia mempercepat langkahnya menuju bangunan berhuruf M itu karena perutnya sudah benar-benar memberontak karena belum terisi sejak kemarin.

Kinan mengetuk pintu bangunan itu, tapi tak seorangpun membukakan pintu untuknya. Merasa tidak sabar, ia mendorong pelan pintu kaca yang ternyata cukup berat itu. Lalu melongokkan kepalanya,

"Nyuwun sewu, Mas. Boleh saya masuk?" Tanya Kinan pada pria dibalik meja counter.

Semua orang di dalam ruangan menatap Kinan heran. Dengan sigap si pelayan menjawab dari balik meja counter, " Mari, silakan masuk, Kak!"

Kinan senang diijinkan masuk. Ia lalu memilih kursi yang paling empuk, meletakkan tas kainnya, lalu mempersiapkan diri untuk makan. Sudah hampir setengah jam ia menunggu tapi tak ada satupun pelayan yang datang untuk melayaninya.

"Mas, ini embannya kemana semua?"

Para pelayan resto saling bertatapan tidak mengerti.

"Kakak mau pesan makanan?"

Kinan mengangguk anggun

"Maaf kak, tapi disini sistemnya self service. Jadi kakak bisa langsung pesan disini. Silakan kak!"

Kinan tampak tidak mengerti. Belum pernah ia hendak makan lalu harus berdiri untuk mengurus dirinya sendiri.

"Apa mungkin seperti inilah cara mereka memperlakukan tamu?" Gumam Kinan lagi. Ia tidak yakin tapi juga tak punya pilihan. Ia sudah sangat lapar. Kinan terpaksa berjalan mendekati meja pemesanan.

"Kakak mau pesan apa?"

"Wedang serbat sama wajik saja."

Kedua pelayan kembali saling perpandangan tidak mengerti.

"Maaf kak, tapi untuk menu breakfast kami hanya menyediakan breakfast wrap, chicken muffin, hotcakes, atau mau big breakfastnya mungkin?"

Kini giliran Kinan yang tidak mengerti, "brek? Apa? Makanan apa itu? Apa enak?"

"Maaf kak, maksud kami big breakfast," si pelayan menunjukkan gambar menu, "ada English Muffin panggang, sosis ayam gurih, Hashbrown dan scrambled egg. Seperti di gambar ini."

"Baiklah saya coba itu saja."

"Totalnya empat puluh ribu."

Kinan mengambil tasnya lalu mengeluarkan empat lembar seratus ribuan. "Apa ini cukup?"

Kedua pelayan kembali berpandangan.

"Maaf kak, tapi ini kebanyakan." Salah seorang pelayan mengembalikan tiga lembar seratus ribuan lalu menambahkan lagi selembar lima puluh ribuan dan sepuluh ribuan.

"Oh, apa anda yakin tidak kurang?" Tanya Kinan memastikan.

Si pelayan menggeleng.

"Silakan pesanannya, kak." Si pelayan menyerahkan sebuah nampan berisi menu yang dipilih Kinan.

Kinan tersenyum kagum, "Orang disini masaknya cepet sekali ya? Apa tungkunya tidak pernah dimatikan?"

Tidak mengambil nampannya, Kinan malah berlalu begitu saja kembali ke mejanya.

"Kak, ini pesanannya, kenapa ngga dibawa?" Tanya si pelayan ragu.

"Saya sudah siap, silakan anda bawa kesini!" Kinan tersenyum anggun.

Merasa mulai jengkel tapi tak berani memaki, si pelayan pasrah keluar sari meja counter lalu mengantar nampan ke hadapan Kinan.

"Tunggu!" Kinan menghentikan pelayan yang hendak kembali ke mejanya. Ia lalu mengeluarkan tiga lembar seratus ribuan yang tadi dikembalikan lalu menyerahkan kepada si pelayan, "Terima kasih karena kamu bisa masak dengan secepat ini." Ia kembali tersenyum sebelum akhirnya mulai menyantap makanannya.

Orang-orang yang sedari tadi memperhatikan kelakuan anehnya, sebagian tertawa, sebagian menganggap Kinan gila, sebagian penasaran dan sebagian lagi sangat tertarik dengan isi tas Kinan. Alasan terakhir itulah yang terselip di benak pria yang terus memperhatikan Kinan dari sudut ruangan. Ia yakin bahwa gadis aneh itu menyimpan banyak uang di dalam tasnya. Sembari menyantap makanannya, pria itu mulai mempertimbangkan cara untuk mengambil tas itu dari Kinan.

***

Setelah perutnya kenyang, Kinan bergegas melanjutkan perjalanannya. Meskipun tidak melihat langsung, ia yakin pria di dalam pondok makan tadi mengikutinya. Kinan mempercepat langkahnya karena tidak ingin menarik perhatian akibat berkelahi dengan seorang penguntit.

Pria itu terus mendekatinya, Kinan semakin yakin bahwa pria itu menginginkan tasnya. Tak mau berlama-lama dikuntit, Kinan memutuskan untuk menyebrang jalan dan buk! Kinan terjatuh.

"Maaf Tuan, sepertinya kita baru saja menabrak seseorang."

"Cepat periksa!"

Edward segera turun dan melihat tubuh Kinan tergeletak di aspal.

Ray menyusul, "Ed, cepat bawa dia ke rumah sakit!"

Mereka bergegas memasukkan tubuh Kinan ke mobil lalu membawanya ke rumah sakit.

***

Apa dia baik-baik saja?!" Tanya Ray cemas. Ia tidak ingin urusannya makin runyam gara-gara menabrak orang sampai meninggal.

"Dokter masih memeriksanya, Tuan."

"Sial, kenapa sih, dia tiba-tiba saja muncul seperti itu?! Bikin repot aja!" Ray benar-benar frustasi. Belum kelar masalahnya dengan Rosaline sekarang ia harus berurusan dengan pihak berwajib gara-gara menabrak orang.

"Apa jadinya kalau gue justru dipenjara pada hari pernikahan gue?!" Batin Ray cemas.

Tak lama kemudian, dokter muncul.

"Apa anda keluarga pasien di kecelakaan di dalam?"

"Bukan, Dok. Tadi kami tidak sengaja menabrak dia di jalan. Bagaimana kondisinya? Apa dia baik-baik saja dok?" Tanya Edward tak kalah cemas karena ialah yang ada di balik kemudi.

"Kondisinya stabil, tidak ada luka serius. Hanya memar di beberapa bagian, di lutut dan siku."

"Syukurlah." Ray bernafas lega

"Anda bisa menemui pasien dan mohon dibantu memastikan karena pasien bilang tidak punya tanda pengenal apapun. Kami butuh data pasien untuk pengurusan administrasi."

"Baik, Dok. Akan segera kami follow up. Terima kasih, dok."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!