Aku tersenyum sinis menatap lelaki yang masih berstatus sebagai suamiku itu. Dia mematut diri ke cermin sembari memperbaiki rambutnya. Seketika putriku terdengar merengek.
‘’Ma,’’ rengeknya. Aku bergegas menghampiri.
‘’Duuh, Sayang udah bangun ya, Nak? Kita cuci muka dulu, yuk!’’ ajakku dan bergegas menggendongnya.
Sesaat mas Deno menoleh,’’Biarin Bibi Sum yang jagain Naisya. Kita kan mau makan, Mas udah laper nih,’’ ucapnya dan kembali fokus mematut dirinya di cermin.
‘’Naisya belum mandi, Mas. Masa disuruh Bibi yang jaga!’’ sahutku dengan nada kesal. Dan bergegas melangkah. Tapi, langkahku seketika terhenti.
‘’Nel, itu kan tugas Bibi. Kenapa sih kamu? Kamu berubah deh, masa cuman temenin suami makan aja nggak mau. Mana ada selera kalo aku makan sendirian!’’ sahutnya tak kalah ketus nada suaranya.
Akhirnya aku terpaksa mengalah. Daripada ribut dan dia mencurigaiku kalau aku sudah mulai berubah serta sudah mulai tahu semua pengkhianatannya terhadapku. Ya, akan lebih baik aku mengalah dan berpura-pura tak tahu-menahu soal perselingkuhannya itu biar rencanaku berjalan dengan mulus.
‘’Iya, iya, Mas. Ma’afkan aku. Aku kasih Naisya ke Bibi dulu deh. Siap itu aku mandi sebentar,’’ ucapku lirih dan bergegas melangkah ke luar dari kamar menuju ruang makan. Di sana tampak bibi Sum yang masih menata makanan dan beberes.
‘’Bi!’’ sapaku menghampiri.
‘’Eh, Ibu? Iya, ini sebentar lagi siap, Bu,’’ sahutnya menoleh sejenak dan kembali fokus beberes.
‘’Bibi udah makan belum? Aku mau minta bantuan Bibi nih,’’ ucapku spontan yang masih menggendong Naisya. Seketika dia menghentikan tangannya bekerja lantas menatapku.
‘’Udah dari tadi malahan, Bu. Kan Ibu nyuruh Bibi makan dulu sebelum menyiapkan makanan di meja. Bantuan apa ya, Bu?’’ bibi Sum tampak tersenyum khas miliknya.
‘’Syukurlah, Bi. Eh, iya. Alhamdulillah kalo Bibi selalu ingat dengan pesanku. Ini Bi, Naisya belum mandi. Dia baru bangun tidur. Aku minta tolong buat mandiin Naisya dan jagain sekalian ya, Bi. Ma’af merepotkan kali ini, maklumlah Bibi kan tahu gimana Bapak. Bapak minta ditemenin makan,’’ ucapku lirih karena takut kedengaran dengan mas Deno.
‘’Siap, Bu. Eh, nggak merasa direpotkan sama sekali kok. Bibi senang banget malahan bisa bantu Ibu.’’
‘’Ini udah selesai, yuk Nai mandi sama Bibi! Nanti kita main sepuasnya.’’ Bibi Sum tertawa kecil.
‘’Makasih banyak ya, Bi? Main sama Bibi ya, Dik.’’ Aku memberikan Naisya ke bibi Sum lantas bibi bergegas menggendongnya. Naisya tampak tersenyum gemas.
‘’Sama-sama, Bu,’’ sahutnya tersenyum.
‘’Ya udah, jangan rewel sama Bibi ya, Dik.’’ Bibi Sum bergegas berlalu meninggalkanku. Sedangkan aku mematut hidangan yang sudah disuguhkan oleh bibi Sum.
Sudah tertata indah, semur jengkol, ikan bakar, rendang Padang, dan sayur brokoli. Aku sungguh terpenganga memandangi hidangan yang tertata indah di meja. Ahh! Banyak sekali ternyata dipesan oleh si pelakor itu. Jadi ini semua makanan kesukaan mas Deno?
‘’Tapi. Tunggu!’’
‘’Bukannya Mas Deno nggak suka semur jengkol, sejak kapan dia suka? Kalo Mas Deno nggak suka nggak mungkin akan dipilihkan menu ini oleh wanita murahan itu.’’
Pikiranku sungguh kacau, memikirkan keanehan ini. Bagaimana tak aneh menurutku, dari awal aku nikah dengan mas Deno dia sudah pernah mengatakan kalau dia tak suka yang namanya ‘’Jengkol’’ sampe sekarang di rumah dia tak pernah mau menyantap yang namanya ‘’Jengkol’’ Pernah suatu hari bibi Sum membeli jengkol dan dihidangkannya di meja makan.
Dia malah jijik memandangi makanan itu dan menyuruhku untuk menyingkirkan. Ini kenapa malah wanita itu memesan semur Jengkol? Ahh! Aku tak habis pikir dengan semua ini. Kepalaku sungguh terasa pusing. Seketika ada sosok tangan kekar yang melingkar di pinggangku membuatku sontak kaget, karena aku yang terayun dalam lamunan sejak tadi.
‘’Astaghfirullah!’’ Aku menoleh seketika dengan jantung yang berdentam karena saking kagetnya.
Dia malah cengengesan tersenyum.
‘’Ya Allah, Mas! Bikin kaget aja tahu nggak sih,’’ kesalku sembari mencoba menjauhkan tangan kekarnya dari pinggangku. Tetapi kekuatannya mengalahkan kekuatanku yang agak lemah ini.
‘’Kok kamu malah kaget begitu sih, Sayang. Apa yang sedang kamu pikirin ayo? Hem?’’
Cuihh! Masih aja keluar kata gombalan basinya itu! Muak aku mendengarnya!
‘’Lepasin nggak, Mas!’’ Aku berusaha untuk melepaskan diri darinya. Tetapi karena kekuatannya yang begitu lebih dariku membuatku tak bisa melepaskan diri, dia masih saja merangkul pinggangku dengan erat. Kenapa ya aku merasa sangat jijik sejak perselingkuhannya terbongkar?
‘’Kok gitu, Sayang? Hei, coba lihat Mas! Kenapa kamu berubah kayak gini? Kamu nggak seperti Nelda yang Mas kenal dulu.’’ Dia menatap netraku lekat. Aku memalingkan pandanganku seketika.
‘’Aduuh! Ya Allah! Aku lupa, kenapa sih sulit banget untuk berpura-pura nggak berubah ke dia. Ntar malah kebongkar semuanya dan rencanaku bakalan gagal lagi. Nggak! Aku nggak mau rencanaku bakalan gagal begitu aja. Aku harus jaga sikapku ke lelaki ini!’’
‘’Hei, Sayang! Kenapa melamun? Hem?’’ panggilnya kemudian.
‘’E—enggak kok, Mas. Kan aku udah bilang lagi nggak enak badan aja,’’ sahutku kemudian dan memaksakan untuk tetap tersenyum. Dia masih saja nyaman melingkarkan tangan kekarnya di pinggangku. Aku sudah sedari tadi menahan jijik dan pengap. Dan berusaha semampuku untuk menepis semua rasa itu.
‘’Mas, Mas pasti laper banget. Yuk kita makan!’’ ajakku menjauhkan tangan kekarnya dari pinggangku dengan pelan. Lantas mengenggam tangannya dan mengajak duduk di kursi makan. Walau terasa jijik, aku mencoba untuk tetap bersikap seperti biasanya.
Sontak matanya membulat menatap hidangan yang tertata indah di meja dan tak jadi menghenyak di kursi.
‘’Rasain kamu tuh, Mas! Pasti kamu kaget melihat hidangan ini kan? Hahah!’’ batinku merasa menang. Kupandangi wajah kaget dan muka masamnya. Entah kenapa bahagia saja terasa jika memandangi mukanya yang begituan.
‘’Lah, kenapa, Mas? Duduk dulu! Kan kita mau makan,’’ lirihku yang sedari tadi sudah menghenyak di kursi. Aku mencoba untuk menahan tawaku agar tak tumpah begitu saja di depannya. Kutarik napas pelan.
‘’Susah juga bersandiwara begini ya?’’ batinku sembari terkekeh.
‘’I—ini makanan semua ini di mana kamu pesen?’’ tanya mas Deno dengan tenggorokan tercekat lantas menunjuk makanan yang terhidang.
‘’Ya, di warung nasi lah, Mas. Masa di Bank ya kan?’’ Kusengajakan untuk bercanda dengan mas Deno dan memasang muka seolah-olah baik-baik saja.
‘’Apa? Kamu malah berani bercanda kayak gini?’’ nada suaranya melonjak tinggi.
Ya Allah! Dia sungguh sangat marah memandangi hidangan ini. Aneh sekali. Dari sana sudah ketahuan kalau kamu tengah menyembunyikan sesuatu dariku, Mas!
‘’Astaghfirullah, hei Mas! Kenapa sih marah-marah nggak jelas begini? Aku kaget tahu nggak. Kamu jelesin dulu ke aku, apa masalahnya? Ini malah marah-marah nggak jeles. Aada apa? Kamu ada masalah di kantor? Iya?’’
Dia tampak menarik napasnya pelan lantas memijit keningnya. Yang menurutku terasa pusing sejak tadi karena memandangi hidangan yang ada di depannya. Dia tampak mulai menghenyak di kursi. Aku tersenyum sinis lantas melengah sebentar.
‘’Ma’afkan, Mas,’’ lirihnya kemudian.
‘’Aneh deh kamu, Mas,’’ gumamku. Aku hanya terdiam sejenak dalam pikiran yang merasa menang.
‘’Kamu kan tahu, Mas nggak suka makanan yang beginian. Mas lebih suka masakan kamu,’’ lirihnya pelan.
‘’Bohong kamu, Mas! Kalo nggak, nggak mungkin si Pelakor ini memesan makanan yang beginian,’’ batinku sembari menyunggingkan bibir.
‘’Aku tahu, Mas. Tapi, ini kayaknya enak banget loh, Mas. Dicoba dulu deh, siapa tahu Mas suka dan ketagihan ntar.’’
‘’Kamu gimana sih, Nel. Udah aku bilang, aku nggak suka makanan kayak beginian,’’ kesalnya. Tampak mukanya merah padam. Katakan sajalah mas, bahwa makanan itu seperti taka sing lagi olehmu.
‘’Ya udah deh. Iya, iya. Mas makan aja tuh, ikan panggang Padang sama rendang. Cicip dulu siapa tahu ketagihan. Daripada Mas kelaparan gimana cobak?’’
‘’Aku laper banget nih. Aku mau makan, kalo Mas nggak makan nggak apa-apa biar aku aja!’’ aku bergegas meraih piring dan menambuhkan nasi karena perutku terasa keroncongan sedari tadi, apalagi karena sikap mas Deno kepadaku membuat aku makin lapar.
‘’Eh, kok gitu? Katanya kamu beliin untuk Mas. Kok kamu sendiri yang makan?’’ dia tampak kesal memandangiku yang tengah meraih beberapa sambal di piring.
‘’Katanya Mas nggak suka sama makanan yang beginian, Ya udah daripada mubazir aku aja yang makan sendiri. Sebanyak ini loh, mana aku pake uang arisanku lagi,’’ rutukku seperti kucing yang terjepit di pintu.
Aku pun bisa bersandiwara lah mas, malahan lebih daripada sandiwaramu lagi. Aku terkekeh dalam hati. Aku kembali meraih sambal rendang dan meletakkan di piringku. Kupandangi mas Deno tampak menahan salivanya dan memegangi perutnya itu.
‘’Hahahah! Dari sana udah ketahuan, Mas. Kamu nggak bisa mengelak lagi deh,’’ gumamku sembari menyuap nasi. Rasanya hampir saja aku tersedak menahan tawa. Bergegas kumeraih segelas air dan meneguknya.
‘’Mas, Mas pasti laper yah? Makanlah, aku tahu Mas laper banget pastinya,’’
‘’Jangan bohongi perutmu loh, Mas. Kalo aku yang kamu bohongi nggak apa-apa, asalkan jangan perutmu saja yang kamu bohongi, Mas,’’ ucapku serius tanpa tertawa dan mataku tertuju kepada perutnya yang tengah dipegangnya itu, lantas meletakkan kembali gelas yang masih bersisa seperempat air minum.
‘’Laper banget. Puas kamu?’’ ketusnya. Membuat tawaku keluar dan membekap mulut seketika.
‘’Lah, makanya makan dong, Mas. Tuh ada ikan panggang yang aku sisain untuk kamu. Kalo kamu nggak suka rendang,’’ tunjukku ke piring yang masih tersisa ikan panggang masakan orang Padang.
‘’Iya, iya. Nih aku makan, daripada menahan laper. Kamunya nggak mau masak. Tega banget sih kamu!’’ sungutnya sembari meraih piring lantas menambuhkan nasi dengan kasar.
‘’Aduuhh! Mas, Mas. Kamu itu bikin aku tertawa aja. Kena kamu, Mas!’’ gumamku sembari menggeleng.
‘’Ini belum seberapa rencanku untukmu, Suamiku yang katanya setia sampe mati,’’ batinku sambil tersenyum sinis.
Bersambung.
Bagaimanakah kisah selanjutnya? Penasaran? Yuk, ikutin dan baca terus ya. Jika suka dengan novelku mohon supportnya dengan cara meninggalkan jejak vote, komen dan share ya Readers biar aku lebih semangat melanjutkan ceritanya. Terima kasih. Sehat selalu dan dimudahkan segala urusannya.
**See you next time!
Instagram: n_nikhe**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
🧭 Wong Deso
semangat terus Kak Nike
2022-10-10
1