Ternyata Wanita Itu Juga Sekretaris Suamiku?

‘’Sayang, aku berangkat dulu ke kantor ya,’’ ucapnya sambil meraih tas hitam miliknya dan bergegas melangkah ke luar. Seperti biasa aku mengantarnya ke depan, teras rumah. Tak lupa seperti biasa aku meraih tangannya lantas mengecup punggung tangannya untuk takdzim. Aku tersenyum simpul dan mengangguk.

‘’Hati-hati, Mas,’’ sahutku kemudian menatapnya yang memasuki mobil. Dia mengangguk dan tersenyum. Senyumnya membuatku muak, entah kenapa sejak perselingkuhannya terungkap membuat aku begitu jijik dan benci kepadanya.

‘’Begitu pandainya kamu menutupi kebusukanmu selama ini, Mas. Berpura-pura setia ternyata kamu selama ini!’’ gumamku sambil menyunggingkan bibir, menatap mobilnya yang sudah mulai melaju lantas membunyikan klakson untuk pamit kepadaku seperti biasa. Dia membuka kaca mobil dan menatapku dengan seulas senyuman.

‘’Cuih! Sandiwaramu sungguh luar biasa patut kuacungi jempol kaki!’’ gumamku kesal sembari menahan rasa amarah yang sedang memuncak.

Aku terpaksa memberikan senyuman paksa lalu melambaikan tangan sejenak, mobilnya pun sudah hilang dari pekarangan rumah. Aku sungguh lega rasanya setelah berpura-pura bermanis muka terhadapnya.

Aku bergegas memasuki rumah mengunci pagar terlebih dahulu lantas melangkah ke dalam rumah. Oh iya, putriku sejak tadi pagi kubiarkan terlelap di kamar. Bergegas kumelangkah ke kamar.

‘’Duuhh! Anak Mama ternyata udah bangun ya, Sayang?’’ kudapati putriku sudah terduduk sambil mengusap pupil matanya, untung saja dia tak menangis.

‘’Mama,’’ ucapnya seketika.

‘’Iya, Sayang. Adik mandi dulu ya? Setelah itu baru kita sarapan,’’ sahutku tersenyum duduk di sampingnya.

‘’Papa, Ma?’’

‘’Papa Adik kerja untuk kita,’’ membuatku tersenyum mendengar ucapan putriku sekaligus juga teriris hatiku.

Bagaimana jika memang benaran mas Deno selingkuh lalu memilih pergi bersama selingkuhannya? Tak terbayangkan olehku gimana nasib putriku, pasti dia akan bertanya setiap saat tentang papanya. Dia sangat dekat sekali dengan papanya. Itu yang membuatku khawatir.

‘’Kok nggak minta izin dulu sama Adik?’’ ucapnya dengan logat anak kecil. Ya, biasanya dia selalu meminta izin kepada anaknya jika mau berangkat kerja. Atau paling tidak dia mengecup kening putriku jika hendak berangkat kerja walaupun putriku tengah terlelap. Tetapi sekarang?

‘’Adik tidur, Nak. Jadi Papa kasihan jika membangunkan Adik,’’ sahutku dengan tenang.

Kupandangi wajah mungilnya tampak merasa kecewa. Ada apa ini? Apa memang benar mas Deno sebelum pergi kerja tak mengecup kening anaknya dulu. Biasanya dia seperti itu jika hendak pergi bekerja. Tetapi kini apakah dia sungguh lupa saking buru-burunya berangkat ke kantor? Ahh! Apa dia mau ketemuan dengan si pelakor yang bernama Chika itu?

‘’Aku harus melakukan sesuatu,’’ gumamku.

Aku bergegas membawa putriku ke badhroom untuk memandikannya. Beberapa menit kemudian usai mandi aku bergegas membawanya kembali ke kamar dan memoles tubuhnya dengan minyak kayu putih lantas menaburi bedak my baby dan kupasangkan bajunya. Putriku Naisya tampak lebih senang usai mandi.

‘’Bibi!’’ panggilku seketika. Ya, sebenarnya aku punya ART tetapi jarang kusuruh memasak, karena suamiku biasanya lebih suka dengan masakan istrinya sendiri dibanding masakan bibi Sum. Seketika dia berjalan tergopoh-gopoh.

‘’Ada apa, Bu?’’

‘’Bibi pernah ngelihat Bapak menelpon siapa gitu, atau kayak mencurigakan. Bibi pernah lihat?’’ tanyaku to the point. Seketika dia terdiam tampak tengah berpikir.

‘’Pernah, Bu. Ketika tengah malam terdengar Bapak menelpon di dapur, Bibi kaget karena udah larut malam. Bibi kira siapa, eh tahu-tahunya Bapak,’’ Degh! Apa si pelakor itu yang menelpon tengah malam dengan suamiku?

‘’Emang kenapa, Bu?’’ tanya bibi Sum tampak terheran.

‘’E—enggak kok, Bi. Aku ingin tahu aja, soalnya Bapak pernah nggak ada di kamar waktu itu, soalnya udah malam banget. Dan ketika kutanya dia tengah menelpon di luar takut akunya keganggu kali, Bi,’’ kilahku mencoba untuk baik-baik saja. Bibi Sum menatap dan menelusuri wajahku, aku memalingkan muka sejenak berpura-pura sibuk merapikan baju Naisya.

‘’Syukurlah, Bu. Kalo ada apa-apa bilang aja sama Bibi ya? Jangan sungkan, Bu,’’ aku mengangguk lantas mencoba untuk tersenyum. Tampak wajah bibi Sum masih tak percaya dan sekaligus cemas denganku.

‘’Ya udah Bibi lanjut kerja dulu ya, Bu?’’ bibi Sum menunduk. Lantas aku mengangguk dan tersenyum. Bibi Sum pun hilang dari pandanganku. Mataku beralih memandang kepada Naisya yang tengah asyik bermain dengan boneka barbienya.

‘’Sayang, Adik laper kan?’’ dia membalas dengan anggukan.

Aku bergegas menggendong Naisya ke ruang makan. Dan membuatkan susu botol untuknya, karena hingga saat ini dia masih meminum susu botol dan roti sebagai tambahannya. Ya, diusia Naisya yang sudah 5 tahun dia tak mau memakan nasi sudah berulangkali aku mencoba memberikan nasi, cuman sesendok dimakannya itu pun sulit masuk ke mulutnya.

Naisya menungguku di kursi sedangkan aku sibuk membuatkan susu botol untuknya. Selalu terbayang olehku isi pesan si pelakor itu. Membuat hatiku kian remuk redam rasanya. Dadaku terasa sangat sesak dan air mataku lolos seketika. Kuseka dengan kasar.

‘’Aku bodoh! Menangisi lelaki brengsek kayak dia! Air mataku malah sia-sia jadinya!’’ gumamku tak berhentinya menyeka air mataku dengan kasar. Ternyata Naisya memandangiku sedari tadi.

‘’Ma,’’ panggilnya lirih.

‘’Eh, iya , Sayang. Nih susunya udah jadi,’’ aku bergegas membawa botol yang berisi susu ke tempat Naisya duduk. Tangannya bergegas meraih botol yang kusodorkan dan langsung meneguknya.

‘’Mama harus kuat demimu, Nak,’’ gumamku sambil menatap Naisya yang sibuk meneguk susu botolnya.

Hatiku hingga saat ini sungguh teriris, isi pesan pelakor itu selalu saja membayang di benakku. Ya, aku yakin dia memang selingkuhan suamiku. Apalagi dia mengatakan sudah empat tahun berpacaran dengan suamiku.

‘’Sungguh keterlaluan kamu, Mas!’’ aku mengepalkan tangan.

Seketika tandas tak bersisa susu botol itu lantas Naisya menyodorkan botol yang tak berisi itu kepadaku.

‘’Eh, udah habis ya, Sayang? Adik udah kenyang kan?’’ dia membalas dengan anggukan. Aku bergegas mengambil botolnya lantas meletakkan ke meja makan.

‘’Kita main ke kamar ya?’’ ajakku seketika.

‘’Ya, Ma. Tapi Adik mau kue,’’ aku tersenyum memandangi gadis mungilku itu.

‘’Di kamar masih ada kue Adik, nanti Mama kasih ya?’’ aku menarik tangannya pelan dan menuntunnya untuk melangkah ke kamar. Setibanya di kamar kuberikan kue dan kuletakkan mainan di depannya agar dia bisa duduk dengan tenang.

Aku bergegas meraih benda pipih di ranjang. Lantas menekan kontak seseorang.

Berdering.

‘’Wa’alaikumussalam, Fan. Kamu sedang sibuk nggak?’’ ucapku seketika.

‘’Eh, enggak kok, Nel. Tumben kamu nelpon aku.’’ suaranya di seberang sana.

‘’Aku takut ngangguin kamu kerja, makanya aku nggak pernah nelpon kamu,’’

‘’Kamu mah, Nel. Aku nggak sesibuk itu juga kali. By the way, ada yang mau aku bantu?’’

‘’Siapa tahu kan, Fan. Kamu kan kerja kantoran pasti sibuklah ya,’’ aku tertawa kecil.

‘’Di kantor tempat kamu bekerja ada namanya Chika nggak? tanyaku to the point. Karena mas Deno dan Fani sesama bekerja di kantor yang sama. Siapa tahu Fani tahu dan kenal sama si pelakor itu.

‘’Oh, Chika? Ada, dia sekretarisnya Deno, suami kamu.’’ Degh! Sekretaris? Aku sungguh terperanjat mendengar ucapan Fani barusan. Terdengar lirih tetapi menusuk di hatiku ini.

‘’Emang kenapa, Nel?’’ tanyanya heran seketika.

‘’Aku boleh minta nomor WA-nya? Pasti ada kan sama kamu, Fan?’’ aku memberanikan diri untuk meminta nomor ponsel si pelakor itu untuk menyusun semua rencanaku.

‘’Buat apa, Nel? Kamu cemburu sama dia? Dia hanya sekretaris Deno kok nggak lebih,’’ Fani seorang sahabatku bisa bicara seperti itu? Sejak kapan Fani seperti ini kepadaku?

‘’Kamu nggak akan tahu, Fan. Kalo nggak ada bukti perselingkuhannya, aku nggak akan kayak gini!’’ gumamku kesal.

‘’Aku pengen kenalan aja sama dia, biar lebih dekat. Apa salahnya sih aku meminta nomor WA-nya?’’ sahutku kesal dan mencoba untuk bersikap baik-baik saja padahal di hatiku sungguh terasa ditusuk ribuan belati.

‘’Jangan ngambek dong, Nel. Maksud aku tuh nanti kamu malah nuduh yang enggak-enggak ke Chika lagi,’’

‘’Suamimu itu nyari nafkah untuk kamu dan anakmu loh. Jadi saranku jangan su’udzon ya sama Deno,’’ tambahnya yang membuat dadaku semakin panas. Dia tak tahu apa yang sebenarnya sudah terjadi di keluarga kecilku. Bagaimana jika itu terjadi padanya? Aku menghela napas pelan dan berusahan menenangkan pikiran, namun tetap saja masih tersisa kesal di diriku.

‘’Kamu tahu kan gimana sikapku?’’ tanyaku ketus. Tanpa menanggapi ucapannya.

‘’Oke deh, kukirimkan nanti ya? Ya udah, aku mau lanjut kerja dulu,’’

‘’Sip! Jangan lupa ya? Lanjutkanlah kerjamu, ma’af aku menganggu, Fan. Assalamua’alaikum,’’ belum dijawabnya aku bergegas memutuskan sambungan dan meletakkan benda pipihku kembali ke ranjang.

‘’Kok begitu kata Fani ke aku ya? Dia nggak kayak Fani yang kukenal dulu ketika di SMA,’’ gumamku yang tak habis pikir dengan perubahan sikap Fani kepadaku.

Seketika benda pipihku berdering tanda ada pesan masuk dari aplikasi hijau itu. Gegasku raih. Ternyata benar, pesan dari Fani. Tampak Fani mengirimkan nomor si pelakor itu. Gegasku simpan dengan nama kontak huruf P saja.

‘’Makasih banyak yah, Fan,’’ balasku kemudian usai menyimpan nomor wanita pelakor itu. Aku akan menjalankan semua rencanaku secara perlahan. Kupandangi Naisya masih asyik bermain sambil mengemil kuenya yang tersisa.

‘’Bi! Bibi, aku mau minta tolong!’’ panggilku seketika.

‘’Iya, Bu. Sebentar,’’ ucapnya samar terdengar. Mungkin dia sedang beberes di belakang.

‘’Apa yang bisa Bibi bantu, Bu?’’ bibi Sum bergegas memasuki kamarku.

‘’Aku minta tolong belikan kartu buatku ya, Bi?’’

‘’Kartu? Kartu biasa untuk handphone maksud Ibu?’’ ucapanya mengernyitkan kening. Aku mengangguk secepatnya.

‘’Iya, Bi. Belikan aku kartu simpati dan kartu axis ya, isi paket datanya juga pulsanya sekalian,’’ pintaku aku bangkit dan membuka lemari untuk meraih dompetku.

‘’Nih, Bi! Bawa aja segitu, ntar kalo nggak cukup Bibi malah susah untuk balik lagi,’’ aku memberikan uang ratusan sebanyak dua lembaran.

‘’Kebanyakan ini mah, Bu,’’

‘’Nggak apa-apa, Bi. Bawa aja ya, siapa tahu harga kartu nambah,’’ bibi Sum bergegas meraihnya dan masih ragu menatap uang itu. Kembali kututup lemari dan kuedarkan pandangan ke Naisya yang tengah asyik bermain sedari tadi.

‘’Ya udah, Bu. Bibi beli dulu ya?’’ ujarnya seketika. Aku mengangguk lantas tersenyum. Bibi Sum bergegas keluar dari kamarku.

‘’Dik, tambah lagi kuenya?’’ tanyaku seketika menghampiri Naisya, karena kulihat di tangannya sudah tak ada lagi kue yang digenggamnya. Dia membalas dengan menggelengkan kepala.

‘’Ya udah, Adik lanjut main ya,’’

Tak berselang lama bibi sudah pulang dan memasuki kamarku.

‘’Ini, Bu. Oh ya, Bibi lupa nanyain berapa pulsanya. Bibi belikan aja deh semuanya,’’ ucapnya tersenyum yang tengah menyodorkan kartu.

Lantas aku tertawa kecil,’’Nggak apa-apa kok, Bi. Makasih banyak,’’

‘’Sama-sama, Bu. Kalo gitu Bibi lanjut kerja dulu,’’ bibi melangkah.

‘’Tunggu, Bi!’’ seketika bibi Sum menoleh.

‘’Iya, Bu?’’

‘’By the way, kartunya udah diaktifkan langsung kan?’’

‘’Udah kok, Bu,’’

‘’Ya udah, makasih sekali lagi ya, Bi.’’ bibi Sum hanya membalas dengan anggukan saja lantas bergegas kembali melanjutkan langkahnya keluar dari kamarku.

‘’Rencanaku harus berjalan dengan mulus!’’ gumamku tersenyum sinis memandangi kedua kartu di tanganku.

Bersambung.

**Bagaimanakah kisah selanjutnya?

Penasaran? Yuk, ikutin dan baca terus ya. Jika suka dengan novelku mohon supportnya dengan cara meninggalkan jejak vote, komen dan share ya Readers biar aku lebih semangat melanjutkan ceritanya. Terima kasih. Sehat selalu dan dimudahkan segala urusannya**.

See you next time!❤

Instagram: n_nikhe

Terpopuler

Comments

Endah Sri Rahayu

Endah Sri Rahayu

kisah nyata ya thor

2022-12-06

1

🧭 Wong Deso

🧭 Wong Deso

perselingkuhan memang sedang trending

2022-10-07

1

lihat semua
Episodes
1 Ponsel Siapa?
2 Ternyata Wanita Itu Juga Sekretaris Suamiku?
3 Pengakuan Si Pelakor dan Rencanaku
4 Aku pun Pandai Bersandiwara
5 Aneh Sekali
6 Membohongiku Untuk Kesekian Kalinya
7 Aku Disuruhnya Hamil Lagi?
8 Rencanaku Selanjutnya?
9 Ini Belum Seberapa, Mas!
10 Viralkan!
11 Sandiwara Apalagi Ini?
12 POV Deno
13 Aku Kecelakaan?
14 Apa Aku Harus Jujur?
15 Di saat Aku Ingin Jujur
16 Siapa Dia Sebenarnya?
17 Aku Tak Kan Mudah Percaya
18 Apa Mau Lelaki Itu?
19 Ternyata Cuman Mimpi?
20 Sungguh Keterlaluan
21 POV Si Pelakor
22 POV Si Pelakor
23 Sungguh Teganya
24 POV Deno
25 POV Deno
26 Kembali Ke Rumah?
27 Cukup Satu Anak Saja
28 Harus Disingkirkan
29 Rindu Sama Papa
30 Tak Ada Pilihan Lain
31 Lelaki Asing Itu
32 Apa yang Dia Rencanakan?
33 Aktingmu Luarbiasa, Mas!
34 Ancamanku?
35 Mereka Kok Bisa Kompak?
36 POV Mamanya Deno
37 POV Deno
38 POV Si Pelakor
39 Malah Aku Yang Dituduh
40 Mencurigakan?
41 Aku Lebih Memilih Reno
42 POV Mama Deno
43 POV Mama Deno
44 Apa Dia Menyembunyikan Sesuatu?
45 POV Bibi Sumi
46 POV Bibi Sumi
47 POV Si Pelakor
48 Aku Akan Tetap Baik Ke Mama
49 Dia Bukan Deno Yang Kukenal
50 Dia Membuatku Tertawa Lepas
51 Aku Seperti Digantung Tak Bertali
52 Refreshing Atau Mengenang Masa Lalu?
53 POV Bibi Sumi
54 POV Bibi Sumi
55 POV Bibi Sumi
56 POV Bibi Sumi
57 Aku Mengusirnya
58 POV Reno
59 POV Reno
60 Digerebek Warga
61 Nikah Paksa
62 POV Si Pelakor
63 POV Si Pelakor
64 Diusir?
65 Aku Akan Balas Semuanya
66 Rasakan!
67 Tak Sudi Dijadikan Pembantu
68 Karena Aku Berhutang Nyawa
69 Sungguh Malang
70 Aku Bukan Orang Gila
71 POV Maminya Chika
72 Menemukan Test Pack
73 Bukan Seperti Dulu Lagi
74 Setiap Perbuatan Pasti Ada Balasan
75 Belum Bisa Membuka Hati
76 Sahabat Tempat Berkeluh Kesah
77 Diajak Bekerja Sama Untuk Balas Dendam?
78 Biarkan Allah Yang Membalas
79 Jurang?
80 Selalu Saja Dia
81 Video Mas Deno?
82 Dilamar?
83 Tiba Masanya Hari Bahagia
Episodes

Updated 83 Episodes

1
Ponsel Siapa?
2
Ternyata Wanita Itu Juga Sekretaris Suamiku?
3
Pengakuan Si Pelakor dan Rencanaku
4
Aku pun Pandai Bersandiwara
5
Aneh Sekali
6
Membohongiku Untuk Kesekian Kalinya
7
Aku Disuruhnya Hamil Lagi?
8
Rencanaku Selanjutnya?
9
Ini Belum Seberapa, Mas!
10
Viralkan!
11
Sandiwara Apalagi Ini?
12
POV Deno
13
Aku Kecelakaan?
14
Apa Aku Harus Jujur?
15
Di saat Aku Ingin Jujur
16
Siapa Dia Sebenarnya?
17
Aku Tak Kan Mudah Percaya
18
Apa Mau Lelaki Itu?
19
Ternyata Cuman Mimpi?
20
Sungguh Keterlaluan
21
POV Si Pelakor
22
POV Si Pelakor
23
Sungguh Teganya
24
POV Deno
25
POV Deno
26
Kembali Ke Rumah?
27
Cukup Satu Anak Saja
28
Harus Disingkirkan
29
Rindu Sama Papa
30
Tak Ada Pilihan Lain
31
Lelaki Asing Itu
32
Apa yang Dia Rencanakan?
33
Aktingmu Luarbiasa, Mas!
34
Ancamanku?
35
Mereka Kok Bisa Kompak?
36
POV Mamanya Deno
37
POV Deno
38
POV Si Pelakor
39
Malah Aku Yang Dituduh
40
Mencurigakan?
41
Aku Lebih Memilih Reno
42
POV Mama Deno
43
POV Mama Deno
44
Apa Dia Menyembunyikan Sesuatu?
45
POV Bibi Sumi
46
POV Bibi Sumi
47
POV Si Pelakor
48
Aku Akan Tetap Baik Ke Mama
49
Dia Bukan Deno Yang Kukenal
50
Dia Membuatku Tertawa Lepas
51
Aku Seperti Digantung Tak Bertali
52
Refreshing Atau Mengenang Masa Lalu?
53
POV Bibi Sumi
54
POV Bibi Sumi
55
POV Bibi Sumi
56
POV Bibi Sumi
57
Aku Mengusirnya
58
POV Reno
59
POV Reno
60
Digerebek Warga
61
Nikah Paksa
62
POV Si Pelakor
63
POV Si Pelakor
64
Diusir?
65
Aku Akan Balas Semuanya
66
Rasakan!
67
Tak Sudi Dijadikan Pembantu
68
Karena Aku Berhutang Nyawa
69
Sungguh Malang
70
Aku Bukan Orang Gila
71
POV Maminya Chika
72
Menemukan Test Pack
73
Bukan Seperti Dulu Lagi
74
Setiap Perbuatan Pasti Ada Balasan
75
Belum Bisa Membuka Hati
76
Sahabat Tempat Berkeluh Kesah
77
Diajak Bekerja Sama Untuk Balas Dendam?
78
Biarkan Allah Yang Membalas
79
Jurang?
80
Selalu Saja Dia
81
Video Mas Deno?
82
Dilamar?
83
Tiba Masanya Hari Bahagia

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!