Siang berganti sore saat Sheila selesai memanjakan dirinya di spa. Baru kali ini ia bisa bersantai dan benar-benar menikmati harinya. Tubuh dan otaknya kini sudah rileks dan dapat diajak bekerjasama lagi. Dengan santai Sheila mengemudikan mobilnya menuju rumahnya. Jalanan sedikit macet ditambah perut yang tiba-tiba meronta meminta haknya membuat Sheila memutuskan untuk mampir disebuah warung kaki lima mengisi perutnya. Sangat kontras dengan mobil yang dikendarainya. Sheila tak peduli dengan tatapan aneh para pengunjung warung tersebut, urusan perutnya lebih penting.
Selesai mengatasi perutnya yang rewel, kini Sheila tengah berada di jalan raya dengan melajukan mobilnya menuju rumahnya. Ia tak tahu bagaimana cemasnya orangtua serta mertua dan suaminya karena sejak tadi tak bisa dihubungi.
Dengan santai Sheila membelokkan mobilnya memasuki halaman rumah. Sesaat ia menarik napas panjang kala melihat dua mobil yang sangat ia kenal.
“Assalamualaikum ,,,” Ucap Sheila setelah sampai dan berdiri diambang pintu.
“Waalaikumsalam ,,,” Kompak Rani dan Kalisha langsung berdiri menghampiri lalu memeluk Sheila dengan erat.
Abimana tak henti-hentinya mengucap syukur saat melihat Sheila kembali. Tadinya ia mengira Sheila melarikan diri dan tak akan melihatnya lagi. Seandainya saja jalan cerita pernikahan mereka normal tentu saja Abimana akan langsung memeluk sang istri dan menghujani dengan ci**an.
“Duduk !!” Suara dingin Shehzad seketika membuat Rani dan Kalisha melepaskan pelukannya.
Nyali Sheila menciut mendengar suara sang papa. Pria yang selalu menyayanginya dan tak pernah berkata kasar berubah dingin padanya. Namun bukan Sheila namanya jika menampakkan kketakutannya. Ia tak bersalah dalam hal ini. Sheila lalu duduk dengan tenang di kursi tunggal berhadapan dengan papanya.
“Masih ingat pulang rupanya.” Ucap Shehzad datar dengan wajah dingin.
“Tentu pa, kan selama ini Sheila tinggal disini. Kecuali papa mengusirku.” Balas Sheila pun sama datarnya dengan sang papa.
Pak Kuncoro dan Abimana saling menatap mendengar pembicaraan keduanya. Abimana terhenyak, ia tak bisa mempercayai perubahan drastis seorang Sheila jika saja ia tak melihat dan mendengarnya sendiri.
“Kamu sudah menikah dan kini statusmu adalah seorang istri. Jangan lupakan itu !”
“Tentu saja Sheila ingat, pa. Semua itu terjadi karena papa, kan ? Bukan keinginanku. Apa papa pernah memikirkan bagaimana tanggapan orang setelah tahu pernikahan ini ? Mau ditaruh dimana mukaku, pa ,,, orang-orang diluar sana akan menganggap aku menikah karena Alisha lebih dulu menikah atau anggapan terburuknya adalah karena aku hamil duluan, apalagi besok aku sudah harus menggantikan papa.” Suara Sheila memang terdengar lembut tapi sangat datar sehingga Shehzad kehabisan kata-kata.
“Maafkan kami nak, karena keegoisan kami para orang tua hingga tidak memikirkan hal itu.” Ucap pak Kuncoro dengan nada bersalah.
“Tak ada yang perlu dimaafkan om, semua sudah terjadi hanya saja aku tak bisa menerima pernikahan ini, jadi tolong batalkan pernikahan ini.”
“Sheila Kamila !!!” Suara Shehzad menggelegar memenuhi ruang tamu rumah mewah tersebut.
“Pa, izinkan Abi bicara empat mata dengan Sheila.” Ucap Abimana tak ingin terjadi pertengkaran diantara mereka.
“Betul nak, kalian harus bicara dan selesaikan dengan baik.” Timpal Rani dan Kalisha kompak.
Tak ingin berlama-lama, Sheila segera berdiri di ikuti oleh Abimana. Keduanya sudah dewasa dan berpikiran matang. Kedua orang tua mereka yakin permasalahan mereka akan teratasi dengan baik.
“Apa yang ingin kakak bicarakan.” Ucap Sheila saat mereka berada di taman dan duduk dikursi.
“Kamu memanggilku kakak, Yang ?!” Seru Abimana tersenyum lebar.
Sebutan yang sangat ia rindukan akhirnya keluar juga dari bibir pujaan hatinya. Abimana merasa jika kemarahan Sheila tak lagi menguasai hatinya.
“Harus bagaimana lagi. Sekarang bicaralah sebelum aku yang berbicara.” Masih dengan nada datar namun Abimana tak memperdulikannya.
Sebelum memulai pembicaraan, Abimana terlebih dahulu menarik napas panjang. Ia akan berbicara dari hati ke hati dengan Sheila.
“Yang, tak ada yang bisa kita lakukan selain menerima dan menjalani pernikahan kita. Apapun yang terjadi dikemudian hari akan kita hadapi bersama.”
“Tapi aku tidak menginginkan pernikahan seperti ini. Aku memang akan menikah suatu saat nanti tapi bukan dengan kakak.” Balas Sheila dingin.
“Tapi kenyataannya kini kita adalah sepasang suami istri yang sah.”
“Sudahlah kak, gak usah dibahas lagi. Kita gak bisa bersama dan tolong jangan pernah mengakui pernikahan ini.”
Mendengar kata-kata Sheila membuat emosi Abimana tak terkendali. Sebagai suami, ia sangat tersinggung dan tak terima permintaan Sheila.
“Baiklah jika itu maumu tapi sekeras apapun penolakanmu tentang pernikahan kita, tak ada pengaruhnya bagiku karena kita sudah menikah dan kamu adalah istriku. Akan terus seperti itu hingga ajal menjemput.”
Abimana meninggalkan Sheila yang masih duduk dengan santainya walaupun sebenarnya ia membenarkan ucapan Abimana.
‘Jika saja enam tahun lalu kamu tidak meninggalkanku, pernikahan ini pasti akan aku terima dengan bahagia.’ Batin Sheila menatap punggung Abimana yang semakin menjauh.
“Apa Sheila bisa diajak berdamai ?” Tanya Rani ketika Abimana kembali duduk di tempatnya semula.
“Papa sudah menandatangani persetujuan kerjasama perusahaan kita, kan ?”
Abimana bukannya tidak sopan mengabaikan pertanyaan papa mertuanya. Akan tetapi pikirannya pun kalut karena Sheila terlalu keras kepala.
“Tentu saja sudah ,,,”Balas Shehzad.
“Terima kasih pa, hanya itu jalan satu-satunya agar kami bisa selalu bersama walaupun belum tinggal dalam satu atap.” Ucap Abimana tersenyum kecut.
“Nak Sheila masih ngotot menolak pernikahan kalian ?” Tanya pak Kuncoro menatap lekat-lekat putra tunggalnya.
Abimana hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Para orang tua itu hanya bisa menarik napas panjang. Shehzad dan Rani tak menyangka putri sulungnya akan sekeras ini. Selama ini gadis itu selalu tenang dan menurut apa kata mereka.
“Sabar ya nak, kami akan membantumu agar Sheila menerima pernikahan ini. Hanya satu permintaan papa, kedepannya apapun yang diucapkan oleh Sheila jangan pernah terpancing. Papa minta maaf karena mendidik Sheila agar menjadi wanita mandiri dan siap menggantikan papa di perusahaan.” Ucap Shehzad dengan nada bersalah.
“Gak apa-apa pa, Abi justru merasa tertantang untuk mengembalikan perasaan Sheila yang dulu.” Abimana tersenyum menatap papa mertuanya.
Pembicaraan mereka terhenti ketika Sheila masuk dan kembali bergabung dengan mereka. Ia sebenarnya ingin langsung ke kamar dan beristirahat namun ia pun tak ingin disangka tak sopan jika melewati mereka begitu saja. Sekesal-kesalnya Sheila pada sang papa tapi ia tetap memperlihatkan sopan santunnya pada pak Kuncoro dan istrinya.
“Maaf pak, bu ,,, Sheila tinggal.” Ucap Sheila sopan namun tak sedetik pun menatap papa dan mamanya serta Abimana.
“Jangan memanggil kami seperti itu nak. Panggil kami papa dan mama seperti halnya Abi.” Pak Kuncoro meralat panggilan Sheila dengan lembut tapi terdengar tegas dan tak ingin dibantah.
Sheila diam dan tak menanggapi perkataan pak Kuncoro. Bukannya ia takut akan tetapi rasa hormati pada orang yang lebih tua. Tak mungkin ia berteriak marah dan menyalahkan pula sahabat papanya tentang kejadian semalam. Sheila hanya takut pada Sang Pencipta, ia tak pernah merasa takut pada siapapun didunia ini.
🌷🌷🌷🌷🌷
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Sri Astuti
yah..semua sdh terjadi, skrg ortu hrs punya kesabaran ekstra utk melunakkan hati Sheila yg keras dan memulihkan cinta yg remuk
2022-10-19
1
Nurjannah Rajja
Keras banget....
2022-10-19
1
Cecilia Hutagaol
uuh sheila bebal banget sih jadi kesalnih
2022-10-18
1