Akhirnya mobil yang dikendarai oleh Abimana pun tiba di lobby hotel. Kedatangan mereka cukup menarik perhatian karena pak Kuncoro merupakan salah satu pejabat negara yang diidolakan oleh sebagian masyarakat. Abimana menyerahkan kunci mobilnya pada petugas kemudian mengikuti mama dan papanya memasuki hotel dan menuju tempat diadakannya pesta pernikahan Alisha.
Sheila yang sedang sibuk menyapa para tamu hanya melirik sejenak pada Abimana sambil berjalan menghampiri pak Kuncoro dan istrinya.
“Selamat datang bapak, ibu.” Sapa Sheila formal.
“Kok aku gak disapa sih, Yang ,,,” Protes Abimana tak terima.
“Mari ikuti saya pak, bu ,,,” Ucap Sheila seolah tak mendengar ucapan Abimana.
Sheila mengabaikan protes Abimana. Ia tak ingin memperlihatkan kekesalannya pada sahabat sang papa. Apalagi beberapa pasang mata menatap kearahnya. Bisa-bisa reputasinya jatuh dan dicap sebagai gadis yang arogan.
Dengan sopan, Sheila mengantar pak Kuncoro dan keluarganya ke tempat yang telah disediakan. Sebagai orang terhormat apalagi sahabat pemilik hajatan tentu saja tempatnya VVIP. Bukan hanya pak Kuncoro, beberapa rekan bisnis Shehzad pun berada disana.
Setelah pak Kuncoro duduk, Sheila pun meninggalkan mereka dan kembali sibuk menyapa para tamu undangan. Tak ada yang tahu jika yang duduk bersanding di pelaminan adalah mantannya. Sheila sama sekali tak merasa tersakiti dengan kenyataan itu. Ia terlalu menyayangi adiknya. Alisha jatuh cinta pada pandangan pertama pada Ferdy.
Para tamu undangan satu per satu memberikan ucapan selamat pada pasangan mempelai itu. Sedangkan pak Kuncoro dan keluarganya memilih duduk sambil menunggu antrian sepi. Kelamaan berdiri bisa membuatnya kelelahan.
Malam semakin larut satu per satu tamu mulai meninggalkan pesta, tanpa disadari oleh Abimana, Kalisha mulai melaksanakan rencananya. Tiba-tiba wajah Abimana pucat pasi dengan keringat dingin membasahi wajah dan tubuhnya. Pak Kuncoro dan Kalisha berteriak panik.
Sheila yang melihat kerumunan para tamu berjalan dengan cepat mendekat apalagi ia melihat papa dan mamanya ikut bergegas menghampiri kerumunan tersebut.
“Permisi ,,, permisi ,,,” Ucap Sheila menerobos kerumunan.
“Nak Sheila, tolong anak kami.” Dengan airmata menetes Kalisha menatap Sheila penuh permohonan.
“Bawa ke kamar aja bu, biar aku gampang memeriksanya, sebentar aku ambil alat dulu.” Ucap Sheila kemudian berlari keluar mengambil perlengkapannya di mobilnya.
Sebagai seorang dokter, Sheila selalu membawa perlengkapan kedokterannya. Bukan berharap setiap saat bertemu dengan orang sakit akan tetapi hanya untuk berjaga-jaga.
Shehzad dan pak Kuncoro lalu memapah Abimana menuju kamar hotel dan pesta kembali dilanjutkan. Rani tetap berada di pelaminan mendampingi putri bungsunya. Tak lama kemudian mereka pun sampai disebuah kamar dan bersamaan dengan ponsel Shehzad berbunyi.
“Halo pa, di kamar nomor berapa ?” Tanya Sheila.
Walau bagaimanapun bencinya pada Abimana namun Sheila tak bisa mengabaikan tugasnya sebagai seorang dokter yang harus mengutamakan nyawa orang. Tanpa ia sadari kepanikan Sheila terlalu berlebihan. Ada rasa sakit melihat Abimana tak berdaya.
“Di kamarmu, sayang ,,, gak ada kamar kosong.” Jawab Shehzad langsung mematikan panggilan. Ia tak ingin Sheila bertanya lebih lanjut.
“Ck, papa ada-ada aja deh, masa dikamarku sih ,,,” Gumam Sheila menatap ponselnya.
Sejenak kekesalanny menguasai hati dan pikirannya. Hingga kemudian Sheila kembali meraih kesadarannya ketika lift terbuka. Ia segera masuk dan menekan angka 8 dimana kamarnya berada. Dilantai 8 hanya ada kamarnya dan kamar kedua orang tuanya. Sedangkan kamar pengantin dan keluarga yang lain berada dilantai yang berbeda.
Tinggg
Pintu lift terbuka dan Sheila pun bergegas keluar dengan tas berisi peralatan medis ditangannya. Sangat kontras dengan dandanan dan pakaiannya. Perlahan Sheila membuka pintu yang sedikit terbuka setelah tiba di depan kamarnya. Dahinya mengernyit kala melihat Abimana terbaring kesakitan seorang diri.
‘Kemana semua orang ?’ Batin Sheila berjalan ke arah tempat tidur,
Tanpa banyak bicara Sheila langsung melakukan tugasnya. Ia tak tega melihat Abimana kesakitan lebih lama. Semarah-marahnya Sheila pada pria tersebut, rasa sakit Abimana bisa pula ia rasakan. Sheila menarik napas lega setelah melakukan pemeriksaan awal, tak ada yang serius. Kemungkinan besar hanya memakan sesuatu yang tidak cocok dengan perutnya.
“Tak ada yang perlu dikhawatirkan, anda hanya salah makan.” Ucap Sheila mengakhiri pemeriksaannya.
“Thanks, Yang ,,,” Balas Abimana lemah.
Saat Sheila akan berdiri, Abimana menahan tangannya dan terjatuh menimpa tubuh pria tersebut karena keseimbangannya tidak stabil. Tidak biasanya Sheila terjatuh hanya karena tangannya tertahan dan sedikit tarikan. Belum hilang rasa terkejut Sheila tiba-tiba kedua orangtua mereka masuk dan memergoki keduanya pada posisi yang tidak menguntungkan.
“Sayang, apa yang kamu lakukan ? Pintu kamar terbuka lho. Gimana kalau ada tamu hotel yang melihat kalian ?” Seru Rani kaget menatap putrinya dengan tatapan kecewa.
“Ma, pa ,,, jangan salah paham dulu. Yang kalian lihat tidak seperti yang kalian pikirkan. Kami gak melakukan sesuatu yang tak senonoh, aku hanya kehilangan keseimbangan dan terjatuh.” Jelas Sheila dengan mata berkaca-kaca.
Seumur hidupnya Sheila tak pernah sekalipun melewati batas pergaulan apalagi sampai mempermalukan kedua orang tuanya.
“Kalian selaku orang tua nak Abi jangan tinggal diam. Kami tak ingin dipermalukan seperti ini, bagaimana nasib anak gadis kami jika peristiwa malam ini tersebar sampai keluar.” Ucap Shehzad dengan rahang mengeras.
“Maaf om, aku memang bersalah tapi percayalah kami tidak melakukan hal yang aneh-aneh.” Abimana membenarkan ucapan Sheila.
“Om gak mau tahu, orang-orang tak butuh penjelasan mereka hanya menilai dari apa yang terlihat.”
Sheila hanya bisa menangis melihat papanya murka. Ia tak pernah melihat sang papa semarah ini sebelumnya. Apalagi melihat mamanya menatapnya kecewa. Sheila mengalihkan pandangannya pada Abimana yang berusaha meluruskan permasalahan yang ada.
Melihat kekisruhan yang sengaja mereka buat, Kalisha dan pak Kuncoro saling menatap sambil tersenyum sangat tipis sehingga baik Sheila maupun Abimana tak menyadarinya.
“Malam semakin larut sampai kapan kalian mempertahankan pendapat masing-masing. Aku tidak boleh terlalu lelah apalagi harus memikirkan anak-anak ini. Agar semua selesai dengan baik dan untuk menghindari sesuatu yang buruk terjadi dikemudian hari maka malam ini juga kita nikahkan saja mereka. Biar Ali yang memanggilkan penghulunya kesini.”
“Whaattt ???!! Aku gak mau pa, biarlah orang-orang akan menilai salah asalkan jangan menikah dengannya.” Sheila tak mampu lagi menahan rasa sesak dalam dadanya.
Sungguh ia tak bisa menikahi pria yang sudah meninggalkannya. Walaupun Abimana sudah menjelaskan alasannya namun tetap saja ia tak bisa memaafkan apalagi mengembalikan rasa pernah dimilikinya untuk pria itu.
“Pa, aku memang mencintai dan menyayangi dan akan menikahinya tapi gak gini juga caranya. Menikah tengah malam pula.” Abimana mencoba bernegosiasi dengan para orang tua yang kini menatapnya tajam.
“Apa bedanya menikah sekarang atau nanti. Yang pasti setelah malam ini kami akan mengadakan pesta besar-besaran untuk kalian.” Ucap pak Kuncoro tegas.
Perdebatan diantara mereka masih berlangsung ketika orang kepercayaan pak Kuncoro datang bersama seseorang yang diyakini oleh Sheila adalah penghulu yang akan menikahkan mereka. Tak ada lagi jalan bagi Sheila dan Abimana selain menerima keputusan kedua orang tua mereka.
Kalisha memakaikan jas pada putranya yang tadi sempat dibuka olehnya karena Abimana kesakitan. Tak ada saksi lain kecuali hanya mereka berenam ditambah pak penghulu dan orang kepercayaan pak Kuncoro. Kalisha sengaja tak menyediakan cincin kawin untuk keduanya agar pasangan muda itu tak mencurigai sandiwaranya.
Ijab qabul pun selesai ketika kata SAH terdengar ditelinga Sheila. Saking tenggelamnya dalam pikiran mengenai kehidupannya setelah malam ini, Sheila tak mendengar ketika Abimana dengan lantangnya mengucap janji atas namanya.
“Terima kasih pak dan maafkan kami karena harus mengganggu istirahat pak penghulu.” Ucap Shehzad tak enak hati karena sudah membiarkan pria itu menunggu lama.
“Tidak apa-apa, pak. Semoga keduanya bahagia hingga ajal menjemput.” Balas pak penghulu sebelum keluar kamar.
Tak ada reaksi dari Sheila, ia hanya diam bagaikan manekin di butik. Sama halnya dengan Abimana walaupun hatinya berbunga-bunga namun tetap saja tak tahu apa yang harus ia lakukan saat ini. Ia baru menyadari jika pernikahannya terasa sangat janggal seolah telah diatur.
“Jangan diam aja. Antar kami pulang.” Titah pak Kuncoro.
Abimna menatap Sheila yang menatapnya tanpa ekspresi. Ia ingin pamit namun diurungkannya tatapan Sheila mengandung ancaman dan Abimana tak ingin menjadi korban. Hanya Kalisha yang berpamitan dengan nada lembut.
Sedangkan Shehzad tanpa berkata apa-apa langsung meninggalkan kamar Sheila, semua ia lakukan semata-mata untuk menyempurnakan sandiwaranya dan untuk menghindari amukan putri sulungnya. Biarlah besok akan ia pikirkan caranya menenangkan gadis muda itu.
🌷🌷🌷🌷🌷
Dua bab cukup, ya ,,,,
Jangan lupa dukungannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
NZ
gk cukup donk thor😂
2022-10-18
0
Nuur Azzahra
suka karakter Abi, meski kuliah diluar negeri tapi cintanya setia pada Sheila
2022-10-18
0
Nurjannah Rajja
Lanjut dong....plisss....
2022-10-17
0