Seolah berlomba dengan mentari pagi, Sheila sudah bangun dan rapi dengan pakaiannya yang sederhana namun tak mengurangi kecantikan wajahnya. Mengenakan rok payung dengan atasan printing floral membuatnya terlihat sangat manis pagi ini. Dengan bersenandung kecil ia menuruti anak tangga.
“Selamat pagi, ma ,,,” Sapanya seraya mencium pipi sang mama
“Pagi juga, sayang ,,, rapi banget pagi-pagi ,,, wangi pula.” Balas Rani mengendus aroma tubuh putrinya.
“Harus dong ma, apa kata pasiennya jika dokternya jorok.” Ucap Sheila tak mau kalah.
“Sarapan dulu, sayang ,,, gak usah tungguin papa sama Alisha.”
“Thanks ma, sudah mengerti dengan pekerjaanku.”
“Tapi jangan terlalu fokus pada pekerjaan sehingga lupa dengan janji menggantikan papa.”
“Iya ma ,,, iya ,,,”
Sebenarnya Sheila sengaja mengulur-ngulur waktu untuk menggantikan sang papa dengan dalih cita-cita dan pekerjaannya. Sheila berharap sang papa akan mengubah keputusannya dan menjadikan suami Alisha sebagai penggantinya. Apalagi sebentar lagi adiknya itu akan menikah dan calon suaminya itu pun berasal dari kalangan dunia bisnis.
Tak ingin membahas lebih banyak tentang menjadi pengganti sang papa, Sheila buru-buru menyelesaikan sarapannya. Kemudian berpamitan pada sang mama yang hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah putri sulungnya.
Dengan kecepatan sedang Sheila melajukan mobilnya menuju rumah sakit Medical Care, sebuah rumah sakit swasta yang terkenal dengan segala fasilitasnya. Suatu keberuntungan bagi Sheila bisa melenggang dengan aman diterima dirumah sakit tersebut.
Sheila langsung menuju bagian administrasi untuk melakukan fingerprint sebelum bertugas. Setelah itu ia berjalan ke arah lockernya dimana ia menyimpan snelli miliknya.
“Hossshh ,,, hosshhh ,,, Syukurlah dokter sudah datang.” Suster Lina datang tergopoh-gopoh dengan napas memburu.
“Ada apa, sus ,,,” Sheila memakai snellinya dengan tenang.
“Buruan dok, ada pasien dibagian gawat darurat sedangkan dokter Shania sudah pulang dan belum ada dokter lain yang datang.“
Sheila langsung berlari menuju ruangan UGD dimana memang ia merupakan dokter yang bertugas disana pagi ini. Beruntung Sheila menggunakan flat shoes sehingga tidak menghambat larinya. Suster Lina pun mengikuti kemana Sheila berlari.
Dengan sigap Sheila memeriksa tekanan darah pasien berikut pemeriksaan tanda-tanda vital si pasien yang di dampingi oleh istrinya. Sambil memeriksa sang pasien, Sheila bertanya beberapa hal pada wanita cantik diusianya yang sudah tak lagi muda.
“Gak apa-apa bu, semua tanda-tanda vital bapak dalam kondisi baik, mungkin beliau hanya kecapean aja, bu. Akan tetapi agar ibu lebih tenang, sebaiknya melakukan pemeriksaan lanjutan pada dokter spesialis. Kita tunggu ya, bu ,,, sebentar lagi datang.” Ucap Sheila menenangkan ibu cantik tersebut. Sheila tak ingin bertindak gegabah.
“Terima kasih dokter. Bapak memang kemungkinan besar hanya terlalu capek, karena tugasnya sebagai wakil negar dan belum sempat beristirahat dan langsungterbang ke tanah air, tapi sebagai istri tentu saja ibu sangat kaget karena tiba-tiba bapak pingsan.” Sheila mendengarkan curhat si ibu dengan baik layaknya ketika Shania sedang berkeluh kesah padanya.
“Oh ya bu, nama bapak siapa. Maaf jika tak mengenal nama beliau karena pekerjaan jadi tak pernah nonton berita.” Ucap Sheila apa adanya.
“Kuncoro Hadiprana, dok.”
Sheila segera menulis nama pasien yang sempat membuatnya ketakutan gara-gara melihat kepanikan suster Lina. Sheila segera menghampiri pak Kuncoro yang mulai siuman.
“Ada keluhan, pak ?” Tanya Sheila tenang setenang lautan biru yang tak bergelombang.
“Hanya sedikit pusing dok.” Balas pak Kuncoro lemah.
“Bapak pasti telat makan dan kelaparan.” Tebak Sheila asal.
Sheila mendadak ingat papanya yang akan mengeluh sakit kepala dan pusing jika telat makan hingga kelaparan. Penyakit yang sangat manusiawi namun bagi seorang pejabat seperti pasiennya ini hal itu sangat mengkhawatirkan apalagi sampai tak sadarkan diri.
Pak Kuncoro hanya tersenyum samar mendengar tebakan sang dokter yang benar adanya. Ia memang sering mengabaikan makannya jika sibuk. Melihat senyuman suaminya, sang istri hanya bisa menatap tajam pada pria tercintanya.
“Dok, aku pengen dirawat aja dulu, supaya saat acara anak sahabatku, aku bisa sehat lagi.” Ucap pak Kuncoro serius dan langsung diangguki oleh istrinya.
Sheila hanya tersenyum menanggapi. Biarlah dokter yang menangani beliau yang memutuskan. Tak mungkin pula baginya menolak keinginan seorang pejabat negara. Kini tugas Sheila sudah selesai, ia beralih pada pasien yang lain.
Kesibukan Sheila dan beberapa dokter yang bertugas di IGD semakin bertambah, sejak pagi hingga siang pasien silih berganti keluar masuk. Ada beberapa kecelakaan lalu lintas dan korbannya dilarikan ke rumah sakit Medical Care. Hingga diujung jam istirahat barulah Sheila sempat mengisi perutnya, padahal ia sendiri selalu mewanti-wanti orang lain untuk makan tepat waktu. Setelah mencuci tangan dan mengganti snellinya karena terkena darah dari pasien, Sheila kemudian berjalan menuju kantin bersama dokter Rara.
“Masih ada kan, bu ?”
“Tentu dok, ibu sengaja menyimpannya untuk kedua dokter cantik se Medical Care.” Seloroh bu Sari pemilik kantin.
Sheila dan Rara terkikik geli mendengar ucapan bu Sari. Wanita paruh baya itu memang selalu menjadi penghibur bagi mereka dikala sibuk dan kelaparan seperti saat ini. Dengan gesitnya bu Sari menyiapkan pesanan mereka. Nasi putih, sayur asem, ikan dan ayam lalapan selalu menjadi favorit ketiganya. Untuk seminggu ke depan mereka hanya berdua karena Shania shift malam.
“La, aku denger pasien yang pagi tadi kamu tangani minta rawat inap.”
“Tadi juga ngomongnya kayak gitu, padahal sebenarnya kan bisa langsung pulang aja.”
“Tapi beliau maunya kamu yang jadi dokternya.”
“Haaaa ?! Kok bisa sih, aku kan masih koas. Ogah ah, kalau ada apa-apanya kan aku yang rugi.” Sheila benar-benar kaget mendengarnya.
“Mau gimana lagi, beliau sendiri yang meminta ,,, kita bisa apa ?”Balas Rara apa adanya.
Sheila menatap dengan nanar sahabatnya sejak masa koas. Dokter Rara sebenarnya lebih senior dari Sheila hanya saja Dokter spesialis itu lebih nyaman bergaul dengan anak muda seperti Sheila dan Shania yang selalu bersemangat dan optimis saat bekerja. Aura positif yang keduanya tebarkan sangat mempengaruhi kinerja ruang IGD.
“Kita lihat saja nanti.” Sheila hanya bisa pasrah. Walaupun bukan tugasnya akan tetapi jika pihak yang berwenang di rumah sakit tersebut menugaskannya maka ia harus melaksanakannya.
“Aku heran sama bapak itu, dari sekian banyaknya dokter koas dan dokter spesialis tapi kenapa malah memilih kamu ? Seandainya beliau masih muda atau duda, aku memastikan jika bapak itu jatuh cinta padamu. “ Ucap Rara berbisik.
Bahaya jika ada yang mendengarnya, bisa-bisa dirinya dituntut. Sekarang jaman milenial, segala sesuatunya bisa direkam oleh siapa saja dan berujung di meja hijau.
Sheila tak menanggapi ucapan sahabatnya, perutnya mulai nyeri sejak tadi belum terisi makanan. Rara pun melakukan hal yang sama. Kedua gadis cantik itu sama-sama menikmati makan siang menjelang sore.
♥️♥️♥️♥️
Selamat pagi dan selamat menikmati ,,,
Jangan malu tekan ♥️, 👍, 🎁 atau apapun yang menjadi dukungan buat cerita remahan othor.
Terima kasih sebelumnya dan love you all
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
JS permen
camer😊
2024-01-23
0
Sri Mulyati
lha... calon mertua sudah didepan mata.
Semangat 💪💪💪 juga up nya Thorrr 😘😘😘😘😘😘😘😘😘😘
2022-10-07
0
Nuralya_salwa
suka ceritanya.....lanjuuuttt😍😍💪💪
2022-10-05
0