Setelah Risa pergi dari ruangan makan, Mona pun bersiap menyusul kakak angkatnya itu. Ia bangkit dari kursinya dan melangkahkan kakinya. Namun, baru beberapa langkah, Arga pun menegurnya.
"Mona, kamu mau ke mana? Kamu belum menghabiskan sarapanmu, loh."
Mona menghentikan langkahnya kemudian menatap Arga sambil tersenyum kecut. "Aku ingin menyusul Mbak Risa, Mas. Kasihan dia, mungkin dia butuh bantuanku," sahut Mona.
Arga bangkit dari posisinya kemudian menghampiri Mona. "Biarkan saja dia. Lagi pula Lily hanya akan tenang berada di dalam pelukan Risa. Sebaiknya kamu kembali dan habiskan sarapanmu," ajak Arga sembari meraih tangan Mona kemudian menuntunnya ke kursi.
Bi Surti tak sengaja melihat apa yang dilakukan oleh Arga kepada Mona dan ia merasa sedikit aneh dengan perhatian yang diberikan oleh majikannya itu kepada adik iparnya tersebut. terlebih kejadian tak senonoh yang ia lihat tadi malam.
"Semoga ini bukanlah pertanda buruk bagi hubungan Tuan Arga dan Non Risa."
Saat itu wajah Mona tampak merah merona karena tersipu malu. Perhatian kecil yang diberikan Arga, membuat Mona merasa sangat nyaman.
"Beneran tidak apa, Mas?" tanya Mona sembari meletakkan bokong padat berisi miliknya ke atas kursi.
"Sudah, jangan dipikirkan. Sebaiknya habiskan saja sarapanmu," sahut Arga sambil tersenyum menggoda.
Mona pun kembali melanjutkan sarapannya bersama Arga sambil sesekali memperhatikan kakak iparnya tersebut, begitu sebaliknya. Bahkan beberapa kali netra mereka saling bertaut dan hal itu membuat keduanya menjadi salah tingkah.
"Sebenarnya kamu mau bekerja di mana sih, Mona?" tanya Arga yang mulai berbasa-basi.
"Di mana saja, Mas. Dari pada diam di rumah dan menambah beban kedua orang tua," jawabnya sambil tersipu malu.
"Ehm, kamu benar juga. Nanti deh Mas coba tanya-tanya, siapa tahu di perusahaan tempat Mas bekerja ada lowongan pekerjaan untukmu," ucap Arga sambil menenggak air putih yang ada di hadapannya.
"Serius, Mas? Wah, aku senang sekali." Mona tampak bahagia.
Arga ikut tersenyum kemudian meraih selembar tisu untuk membersihkan bibirnya. "Ya, sudah. Mas berangkat dulu. Nanti sampaikan sama mbak mu kalau Mas sudah berangkat, ya. Soalnya Mas takut terlambat ini," ucap Arga sembari bangkit dari posisi duduknya.
Mona mengangguk dan saat itu ia pun sudah menyelesaikan sarapannya. Baru beberapa langkah Arga meninggalkannya, Mona kembali memanggil.
"Mas Arga, tunggu!"
"Ya?" Arga menghentikan langkahnya kemudian berbalik menatap Mona.
Mona melangkah dengan cepat dan kini ia berdiri tepat di hadapan kakak iparnya itu. "Maaf, Mas. Ada sisa tisu di sudut bibirmu," ucap Mona sembari memperhatikan bibir seksi milik Arga dengan penuh napsu.
"Benarkah? Di mana? Bisakah kamu membantuku mengambilnya?" Arga mulai memancing Mona dan ingin melihat bagaimana reaksi adik iparnya itu.
"Baiklah, tentu saja."
Mona berjinjit, mencoba mensejajarkan tubuhnya dengan tubuh Arga yang jauh lebih tinggi darinya. Ia meraih sisa tisu yang menempel di sudut bibir Arga sambil menggigit bibirnya. Bibir sensual lelaki itu benar-benar membuatnya terpesona dan ingin melahapnya hingga puas.
Begitu pula sebaliknya. Arga terus memperhatikan Mona dan bayangan aksi panas Mona tadi malam kembali terlintas di pikirannya.
Untuk beberapa saat, mereka tampak betah pada posisi tersebut. Arga dan Mona bahkan lupa bahwa Bi Surti masih berada di ruangan itu. Bi Surti kembali menatap mereka dengan tatapan bingung. Bagaimana tidak, cara kedua orang itu bertatap mata terlihat tak biasa. Persis seperti sepasang kekasih yang sedang dimabuk cinta.
"Sebenarnya apa yang terjadi sama Tuan Arga dan Non Mona, ya? Kok, mereka tampak aneh," gumam Bi Surti sembari meletakkan satu buah sendok ke tempatnya semula.
Namun, karena mata Bi Surti malah fokus kepada pasangan bukan muhrim itu, sendoknya pun terjatuh dan menimbulkan suara berisik.
Suara berisik yang diciptakan oleh Bi Surti membuat Arga dan Mona tersentak kaget. Mereka segera menjauh dan mulai menjaga jarak satu sama lain.
"Ehm, terima kasih, Mona."
"Sama-sama, Mas Arga."
Arga mengangguk pelan kemudian segera melanjutkan langkahnya menuju halaman depan. Di mana mobil miliknya tengah terparkir. Sementara Mona bergegas mengikuti langkah lelaki itu dari belakang.
Mona menghentikan langkahnya di depan kaca depan rumah. Ia mengintip Arga dari balik tirai kaca tersebut dan memperhatikan lelaki itu hingga ia menghilang dari pandangannya.
"Mas Arga. Apakah kamu tahu apa yang aku rasakan selama ini? Aku jatuh cinta padamu bahkan sebelum kamu mengenal Mbak Risa," gumam Mona.
Ya, sejak duduk di bangku SMA, Mona sudah menyimpan perasaan terhadap Arga. Namun, nasib berkata lain. Arga malah jatuh cinta pada Risa, yang notabenenya adalah kakak angkatnya. Ia terus memendam perasaan itu bahkan hingga sekarang.
"Mungkin dulu aku hanyalah seorang bocah pecicilan bagimu, Mas Arga. Namun, sekarang aku sudah bisa membuktikan bahwa aku layak untuk berdiri di sampingmu."
Tepat di saat itu Risa keluar dari kamarnya sambil menggendong si kecil Lily yang ternyata sedang rewel dan tidak ingin melanjutkan tidurnya. Risa berjalan ke arah sofs sambil memperhatikan Mona yang masih berdiri di balik kaca dengan alis yang saling bertaut.
"Mona, sedang apa kamu di sana?"
Mona tersentak kaget. Ia berbalik kemudian tersenyum menatap Risa.
"Ah, Mbak Risa." Mona berjalan mendekat kemudian duduk di samping Risa.
"Mas Arga sudah berangkat, Mbak. Barusan," ucap Mona, membuka percakapan di antara mereka.
"Loh, kenapa Mas Arga tidak bilang-bilang sama aku?" Risa tampak heran.
"Katanya Mas Arga takut terlambat."
Risa menghela napas berat. "Ya, sudahlah. Tidak apa-apa. Mungkin itu benar, mungkin juga karena Mas Arga tidak ingin mengganggu Lily," sahut Risa yang masih mencoba berpikiran positif terhadap Arga.
Mona terdiam sejenak dengan tatapan yang masih tertuju pada kakak angkatnya itu. "Mbak Risa, sebenarnya Mas Arga itu orangnya gimana, sih?" tanya Mona.
Risa menoleh kemudian menatap lekat kedua mata Mona. "Maksudmu apa, Mona? Mbak tidak mengerti? Bukankah kamu sudah tahu bahwa mas Arga itu lelaki yang baik. Makanya dulu Mbak bersedia dilamar olehnya," jawab Risa mantap.
Mona mengangguk pelan. "Ya, sih. Mas Arga memang lelaki yang baik. Kalau begitu Mbak Risa bahagia dong, hidup bersama Mas Arga?"
Risa terkekeh pelan. "Pertanyaanmu benar-benar aneh, Mona. Ya, tentu saja Mbak bahagia. Apalagi setelah kehadiran Lily di kehidupan kami. Kebahagiaan kami terasa lengkap sekarang," jelas Risa sambil tersenyum menatap Lily yang matanya masih melek.
Mona pun ikut tersenyum. "Senang rasanya bisa melihat keharmonisan keluarga kalian. Dan aku berharap suatu saat nanti bisa menemukan sosok seperti Mas Arga untuk menjadi pasangan dan ayah dari anak-anakku kelak."
"Amin. Semoga," jawab Risa sembari mengelus pundak Mona dengan lembut.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Abd Rahman Rahman
asyik
2023-09-16
1
Al Vi a
wah si jalang emng niat mau ngerebut
2023-08-03
0
Lova Oktaviani
tuhh bener kan si pelacur
2023-07-31
0