Daniella

Sore itu Jono sudah nongkrong di pos jaga, sebuah bangunan permanen seluas 3x4 meter, dilengkapi dengan televisi, kipas angin dan sebuah dispenser yang diletakkan di sudut ruangan. Meski malam ini bukan tugas Jono menggantikan bapaknya berjaga, tapi ia memang suka main ke pos jaga. Karena banyak juga anak-anak komplek perumahan yang menjadi teman-teman Jono.

Ketika sedang asyik berbincang dengan mas Tohir di depan pos. Jono dibuat terkesima oleh seorang cewek berparas bule yang membuka kaca jendela mobil lalu menyapa Mas Tohir dan Jono yang sedang duduk di kursi kayu di depan pos.

"Selamat sore, Pak," sapa cewek berparas bule tersebut.

"Sore juga mbak Daniella," sahut Mas Tohir sambil tersenyum dan mengangguk takzim.

"Siapa dia mas, orang baru, ya?" tanya Jono penasaran.

"Kenapa, suka, ya?" ujar Mas Tohir menggoda.

Joni cuma nyengir lalu memperhatikan mobil Daniella yang melaju dengan kecepatan sedang memasuki komplek perumahan Citra Regency. Enak kenapa ketika tadi tatapan mata mereka bertemu. Ada getar halus yang merayap di hati Jono. Belum pernah ia merasakan hal semacam itu dengan Meiske, Tiara, Diana serta Kayla dan Kayli, anak-anak komplek yang juga cantik-cantik bahkan berteman baik dengannya. Namun kali ini berbeda. Ada apa dengan Daniella? Sepertinya Jono melihat sesuatu yang istimewa pada gadis itu, meskipun baru pertama kali Jono melihatnya. Apakah ini yang disebut love at first sight?

"Melamun?" Mas Tohir menegur Jono yang berdiam diri.

"Mikirin Daniella yang bening itu?" lanjut mas Tohir menggoda Jono.

"Dia tinggal di blok berapa, Mas?" Jono tak kuasa menahan dirinya untuk bertanya di blok berapa Daniella tinggal.

Mas Tohir menggesek ibu jari dan jempolnya sambil senyum-senyum. Jono merogoh saku celana jins Levis 503 yang baru pertama kali dipakainya. Celana hadiah ulang tahun dari Tiara.

"Dasar pengeretan!" Jono ngedumel sambil menyodorkan selembar uang lima puluh ribuan.

Mas Tohir menyambarnya sambil tersenyum senang.

"Blok D4 No. 7. Rumah hook yang menghadap ke danau," ujar Mas Tohir memberikan alamat lengkap Daniella.

"Siapa tadi namanya?" Jono lupa nama cewek Itu.

"Daniella Van Dijk!" ujar Mas Tohir memberitahu Jono.

Jono memutar otak bagaimana caranya bisa bertemu dengan Daniella untuk yang berikutnya.

"Bentar ya, Jon. Mau beli rokok dulu," Mas Tohir berjalan menghampiri sepeda motornya.

"Jangan lama-lama," seru Jono mengingatkan.

"Cuma ke swalayan di dalam komplek ini kok, nggak keluar," sahut Mas Tohir sambil berlalu menggeber sepeda motornya.

Tidak lama sepeninggal Mas Tohir, Daniella datang dengan mengendarai sebuah scooter matic keluaran terbaru. Jono pernah lihat harga kendaraan buatan Italia itu dari internet. Hampir seratus juta! Ah, sudah tidak diragukan lagi seberapa sultan orangtuanya Daniella. Jono jadi mikir sendiri dengan hari yang berdebar-debar karena Daniella menghentikan scooter tepat di depan pos.

Setelah memarkir scooter di pinggir jalan depan pos jaga, Daniella melangkah mendekati Jono yang masih duduk di bangku kayu. Ia terpana melihat sosok anggun yang mengenakan gaun berwarna krem bermoti bunga-bunga kecil sebatas lutut. Cewek bersosok bule itu membawa dua nasi kotak, itu terlihat dari logo sebuah rumah makan ngetop di kotak tersebut.

"Selamat sore, Pak. Eh, Mas ..." Daniella meralat panggilannya ketika melihat Jono dari jarak yang sangat dekat.

"Ya, Non? Ada yang bisa saya bantu?" Jono terlihat gugup.

"Ini cuma mau nganterin nasi kotak. Selamatan pindah ke tempat tinggal yang baru," ujar Daniella menerangkan sambil mengangsurkan nasi kotak kepada Jono.

Jono menerimanya masih berusaha menenangkan debaran di hatinya sendiri. Aroma tubuh Daniella yang harum mewangi terasa lembut menyentuh penciuman Jono. Tak lupa ia memandangi Daniella sepuas-puasnya, meski dengan mencuri-curi pandang ketika cewek itu lengah karena menoleh atau memandang ke dalam pos jaga. Kesempatan itu dipergunakan Jono untuk menyelusuri lekuk wajah cewek blasteran yang nyaris sempurna itu. Hidungnya mancung, alis mata hitam dan tebal. Jono merasa yakin itu alis mata asli bukan disulam. Duh, ada belahan di dagunya lagi? Jono semakin terpesona.

"Ada berapa orang di pos?" tanya Daniella ramah.

"A-anu ... ada, ada dua orang," Jono semakin grogi ketika ketahuan sedang curi-curi pandang kepada cewek bernama Daniella itu.

"Ini terima, ya. Kasih juga ke temannya yang satu lagi," ujar Daniella sambil menyodorkan dua buah amplop putih.

Jono semakin grogi.

"E-ee ... nanti aja, kasih ke Mas Tohir."

"Lho, kenapa. Kan sama aja?" Daniella tersenyum..

Duh! Mati aku. Hati Jono jumpalitan di dalam seperti naik rollercoaster ketika melihat senyum manis yang muncul di wajah cantik itu. Oh, Tuhan. Ada ya, makhluk yang nyaris sempurna seperti ini? Baru tau aku. Gumam Jono dalam hati.

"Saya titip ke mas aja, nanti amplop yang satunya lagi, kasih ke temennya yang jaga di sini," Daniella beralasan.

Jono nyengir.

"Masalahnya saya bukan yang jaga di sini."

Daniella bingung. Ia menatap Jono lekat-lekat, yang ditatap malah semakin kikuk.

"Oh, nggak apa-apa, deh. Saya tunggu di sini kalau begitu," ujar Daniella sambil menoleh kiri kanan mencari tempat untuk menunggu.

"Duduk di sini saja."

Jono menawarkan tempat duduk di sebuah bangku kayu panjang yang tadi ia duduki. Tanpa rasa canggung, Daniella duduk di bangku kayu itu. Bersebelahan dengan Jono. Setelah hening beberapa saat, Daniella menoleh kepada Jono yang duduk di sampingnya. Jono cepat-cepat mengalihkan pandangan dari cewek itu. Buset, dah! Ketauan lagi ini lagi nyatroni mukanya dia. Jono ngedumel dalam hati. Malu juga dia kepergok sedang mencuri-curi pandang kepada Daniella.

"Jadi Mas-nya nggak jaga di sini, ya?" Daniella membuka percakapan.

"Nggak, tapi kadang-kadang suka gantiin Bapak kalau dia lagi sakit," sahut Jono tanpa melihat kepada Daniella.

"Oh, Bapaknya kerja di sini?" Daniella manggut-manggut.

"Iya, Bapak saya hansip kelurahan, tapi nyambi jaga malam di perumahan ini. Saya cuma iseng aja main ke sini," ujar Jono menambahkan.

Daniella bergerak sedikit, memperbaiki posisi duduknya. Seketika aroma wangi menguar dari tubuh cewek blasteran berparas bule itu. Harum yang lembut dan menenangkan bila menciumnya. Ini pasti parfum mahal, Jono menebak-nebak dalam hati.

"Nama Mas-nya siapa?" tanya Daniella ramah.

"Jono," sahut Jono masih terlihat canggung.

Daniella mengulurkan tangannya kepada Jono.

"Saya Daniella, Daniella Van Dijk."

Jono menerima uluran tangan cewek blasteran itu. Mereka pun bersalaman. Oh, Tuhan pencipta sekalian alam. Begitu halus dan lembut telapak tangan cewek ini. Jono semakin mengagumi sosok Daniella. Apakah dia seorang bidadari? Sudah cantik, ramah dan tidak sombong. Mau duduk menunggu di pos dan lebih dulu mengajak berkenalan. Begini ini cewek berpikiran terbuka, lelaki dan wanita itu setara. Nggak jaim-jaiman. Malu kalau lebih dulu mengajak kenalan. Daniella tidak seperti itu. Semakin bertambahlah kekaguman di hati Jono.

"Sekarang lagi sibuk apa mas Jono?" Daniella membuka percakapan lagi.

"Mmm ... nggak sibuk, sih." Jono menyahut dan kali ini memberanikan diri memandang lawan bicaranya.

Daniella tersenyum.

"Bukan, maksud saya Mas Jono udah kerja atau masih kuliah?"

"Oh, nggak. Saya pengangguran," ujar Jono terus terang.

Banyak yang begitu, kan? Pengangguran, tapi ngakunya wiraswasta. Celakanya hal itu didukung oleh orang-orang kelurahan ketika kita akan membuat kartu tanda penduduk. Pusing-pusing mikirin apa yang akan ditulis dalam kolom pekerjaan mereka menyarankan tulis saja: WIRASWASTA

"Kalau saya masih kuliah, semester satu," ujar Daniella menerangkan.

"Saya juga kalau kuliah sekarang masih semester satu," Jono menimpali.

Daniella tersenyum.

"Makanya saya nggak jadi manggil Bapak tadi. Ketika lihat dari dekat, ternyata Jono orangnya masih muda belia," Daniella tertawa kecil.

Bujubuneng! Muda belia? Jono seakan melambung di atas awan. Menari-nari dengan para bidadari yang wajahnya serupa dengan Daniella.

"Berarti kita sepantaran ya, Jon?" Daniella semakin akrab dengan Jono.

"Kenapa Jono nggak kuliah, sih?" ujar Daniella lagi.

Sebenarnya kalau orang lain yang bertanya seperti itu, Jono merasa kurang senang. Pertanyaan begiitu adalah tanda kenyinyiran yang akut. Seperti banyak pertanyaan lain yang tidak efektif. Pertanyaan yang bersifat provokatif; sudah kawin, anak berapa, kenapa belum punya anak, kenapa kurus banget, kenapa bisa jadi gemuk begitu? Banyak pertanyaan yang sifatnya memojokkan orang yang ditanya. Namun berbeda dengan Daniella, Jono merasa cewek itu bertanya karena ingin mengenal lebih dekat siapa dirinya. Jono semakin melambung tinggi di atas awan. Ternyata Daniella perhatian dengan dirinya. Begitulah anggapan Jono. ©

Terpopuler

Comments

Lylac

Lylac

🤭🤭🤣🤣🤣

2022-12-11

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!