Diinterogasi Emak

Emak curiga melihat Jono memakai jam tangan baru, celana baru, kaos baru, dan sepatu baru. Cuma Bapak yang tenang-tenang saja dan nggak komentar, karena ia lagi meriang dan cuma rebahan di kamar jadi tidak melihat keadaan Jono. Di luar, Jono mengengkol tuas starter mesin sepeda motornya. Emak mengikuti Jono sampai ke halaman samping. Hidungnya kembang-kempis mengensus-endus aroma parfum yang dipakai oleh Jono.

"Wangi bener, lu. Abis mandi kembang apa, yak?" tanya Emak. Jono pun menoleh ke arah Emak.

Emak menaruh rasa curiga yang besar melihat perubahan pada Jono. Meski ia cuma orang kampung dan kurang mengerti soal barang-barang branded, tapi Emak punya naluri yang cukup tajam. Pasti ada apa-apanya ini dengan Si Jono.

"Emak sih, boleh-boleh aja lu jadi ganteng. Emang udah keturunan," Emak menjeda perkataannya. Ia malah senyum-senyum sendiri.

"Ganteng, turunan siapa, Mak?" tanya Jono penasaran.

"Turunan dari emaklah, kalau Bapak lu, standar!" ucap Emak jumawa.

Jono tertawa geli. Kepedean bener ini Emak.

"Iya, deh. Jono jadi cakep karena turunan dari Emak," ujar Jono mengalah, daripada ribut.

Memang sebenarnya, Emak Jono itu berparas lumayan cantik. Hanya saja setelah menikah, beban hidup yang berat membuatnya tak punya waktu lagi untuk merawat diri. Ia sibuk mengurus keluarga. Masak, nyuci, nyetrika, beberes rumah. Semua itu dikerjakan sendiri olehnya. Apalagi ketika Jono masih bayi, jam kerjanya 24 jam! Tak ada waktu untuk libur apalagi yang namanya me time, istilah perempuan-perempuan kelas menengah yang statusnya sudah menjadi seorang istri. Kalau jenuh dan letih dalam rumah tangga, mereka pergi liburan ke Bali, ke Lombok, Rajaampat atau terbang ke luar negeri. Mereka sebut itu healing! Walaupun istilah itu tidak tepat, kata ahli bahasa. Namun apa yang tak bisa dijungkirbalikkan oleh warga +62. Laki-laki mengubah kelamin jadi perempuan aja dijadikan idola. Akan tetapi kalau didoakan semoga saja anak mereka akan seperti itu juga, eh … malah sewot sampai hidungnya keluar asap saking kesalnya. Ambigu, kan?

"Emak curiga ni ye, ma elu!" tukas Emak.

Jono kaget, emang dia maling sampai dicurigai segitu rupa? Meski kesal dengan kata-kata Emak yang mencurigainya, tapi Jono tak ingin memperlihatkannya di hadapan Emak. Soalnya dia takut durhaka, ntar jadi batu kayak cerita Malin Kondang, gimana? Jono pun cuma bisa nyengir doang.

"Curiga apa sama Jono, Mak?" selidik Jono.

Mamak tidak langsung menyahut, ibunya Jono itu malah melototin Jono dari kepala hingga kaki. Roman mukanya udah kayak petugas imigrasi. Curiga aja bawaannya sama orang-orang.

"Apaan, Mak? Lihat anak sendiri segitunya?" Jono semakin bingung.

"Lu udah berani jadi maling, ya?" tuduh Emak.

"Maling apa, Mak? Amit-amit, deh! Ngambil uang kembalian di warung aja, Jono malu?" Jono membela diri.

"Emak lihat, pakaian lu serba baru. Bagus amat, yak? Pasti harganya mahal. Terus itu sepatu elu yang lambangnya kayak bulan sabit! Jam tangan juga bagus. Apalagi aroma lu udah kayak kuburan malam Jumat!" Emak nyerocos panjang lebar dengan prasangka buruk dalam hatinya.

Jono geleng-geleng kepala. Lambang sepatu Nike dikata emak seperti bulan sabit.

"Emak norak, ah. Segala bulan sabit dibawa-bawa. Ini sepatu Nike, Mak!"

"Mahal 'kan itu?" Emak memperhatikan kaki Jono.

"Bisa buat Emak pergi umroh!" goda Jono.

"Apa?!" Emak kaget. Matanya melotot dan mulutnya menganga. Persis kayak akting pemain sinetron.

"Dapat duit dari mana sebanyak itu? Belum lagi jam tangan lu yang segede gaban? Terus minyak wangi yang elu pakai, aromanya lembut bangat, nggak seperti minyak wangi Bapak lu yang baunya bikin orang mau pingsan!" emak nyerocos panjang.

"Beda dong, Mak. Minyak wangi Jono mereknya Gianni Versace, minyak wangi Bapak merek gak jelas."

"Iya, yang ada badaknyaaa ...." Emak malah bercanda.

Jono nyengir.

"Itu larutan penyegar, Mak! Iklan terus, ah!"

"Berapaan itu harga minyak wangi?" cecar Emak kepada Jono.

"Kenapa, Emak kepengen minyak wangi juga?" Jono balik bertanya.

Emak merengut kesal.

"Elu yang gua tanya, kok malah nanya balik!"

"Harga minyak wanginya mahal ini, Mak. Jam tangannya juga. Expedition seri tiga. Jadi ...."

"Lu beli dari duit hasil nyolong?!" Emak menyela cepat ucapan Jono.

"Ini hadiah ulang tahun dari anak-anak komplek, Mak."

Mendengar penjelasan anaknya itu, Emak rada bengong juga. Baik amat anak-anak komplek dengan Jono?

"Anak-anak laki apa perempuan?" selidik Emak.

"Cewek-cewek semua, Mak."

Mata emak berbinar.

"Kira-kira, ini kira-kira, ya. Ada nggak yang bisa jadi mantu, Emak?"

Jono tertawa.

"Jangan ngimpi, Mak!"

"Lah, emang ngapa?" Emak pura-pura bodoh.

Jono geleng-geleng kepala.

"Mereka siapa, kita siapa, Mak?"

"Kita manusia, mereka juga," sahut Emak berdiplomasi.

"Iya, kalau itu Jono juga tahu. Maksudnya status sosial kita. Mereka itu anak-anak orang kaya. Sedangkan Jono cuma anak hansip kelurahan, nyambi jadi penjaga malam di komplek perumahan," Jono bicara panjang lebar.

"Emang nggak boleh kalau Emak punya mantu salah satu dari mereka?"

"Bukan nggak boleh, Mak. Masalahnya mereka mau nggak jadi menantu Emak?"

"Ya, pasti maulah. Elu 'kan cakep. Anak Emak yang paling ganteng nggak ada obat!" Emak terlihat sangat yakin.

"Ganteng saja nggak jadi jaminan, Mak. Materi juga penting. Meiske, Kayla, Kayli, Tiara, dan Diana, mereka itu sudah terbiasa hidup enak. Serba berkecukupan hidupnya."

Emak terdiam.

"Iya juga, sih. Siapa yang mau diajak hidup blangsak kayak, elu ...."

"Itu salah, Emak!" seru Jono.

Emak bengong. Ia menatap Jono.

"Kok, jadinya salah, Emak?"

"Ya, iyalah. Emak 'kan cantik, kembang desa. Kok ya, mau-maunya kawin sama hansip kelurahan? Sekarang Jono jadi hidup blangsak, gara-gara siapa coba?"

"Dulu ada yang naksir Emak anaknya juragan pabrik tahu tempe. Sawah ladangnya luas, sapi dan kambing ratusan ekor. Emak nggak mau dilamarnya karena badannya buntet kayak biji jambu monyet!"

Jono cuma nyengir aja kemudian mengengkol mesin motornya kembali.

"Mau ngapain, ke mana, lu?"

"Mau nyari mantu buat, Emak!" sahut Jono asal-asalan.

"Pilih yang cakep dan rajin orangnya!" teriak Emak sebelum Jono keluar dari halaman rumah.

...****************...

Sepeda motor bebek buatan tahun 1978 yang dikendarai Jono meluncur perlahan di jalan raya. Sebenarnya ia tak punya tujuan, cuma kepingin pakai kaos oblong branded. Tommy Hilfiger dan celana jins Lives 503. Sambil membawa motor, sesekali mata Jono melirik ke pergelangan tangan kanannya yang dilingkari sebuah jam tangan sport Expedition seri tiga. Tak lupa Jono membaui tubuhnya sendiri yang harum semerbak dengan aroma perpaduan antara musk, amber, dan citrus dari produsen parfum terkenal Gianni Versace. Joni merasa seperti anak-anak orang kaya. Cuma ketika menyadari bahwa ia cuma menunggangi sebuah motor butut keluaran tahun 1978, nyali Jono kembali mengkeret. Ia sadar bahwa hanya anak seorang hansip kelurahan.

Jono memacu sepeda motor bebek yang ia kendarai, putar balik ke arah komplek perumahan Citra Regency yang tidak jauh dari kampung tempat tinggalnya sendiri. Tujuan Jono cuma mangkal di pos jaga. Ngobrol-ngobrol dengan satpam yang juga rekan sejawat bapaknya. Kalau nongkrong di pos sering ketemu dengan warga komplek yang keluar masuk dan hal itu sering membuat Jono bertatap muka dengan para penghuni komplek. Meski ada yang cuek juga, masuk ya, masuk aja. Nggak nurunin kaca jendela mobil, apalagi bertegur sapa.

Macam-macamlah tipe manusia. Dari sana juga Jono belajar memahami karakter orang dan membaca tabiat mereka. Rambut sama hitam, tapi isi kepala beda. Jono berusaha menempatkan dirinya di antara keduanya dan ia punya standard sendiri untuk menilai orang lain. ©

Terpopuler

Comments

[AIANA]

[AIANA]

jambu monyet

2022-10-20

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!