Addrian tidak menjawab malah dia melihat Aira dengan senyum devilnya. "Mau kamu, Princess. Dengar ya, Aira! Aku hanya mau berbuat baik, tapi kenapa kamu malah membalasnya dengan keangkuhan kamu, kamu sudah sering menampar aku, dan aku belum membalas semua perbuatan kamu." Raut wajah Addrian terlihat menakutkan.
"Kamu memang pantas menerimanya, dan aku tidak takut dengan kamu," jawab Aira ketus dan wajah Aira sama sekali tidak menunjukkan ketakutan pada Addrian.
"Kenapa setiap melihat kamu, aku seolah ada magnet yang menarikku untuk mendekat ke arah kamu, ya?" Sekarang mata Addrian melihat bingung pada Aira.
"Menjauh dariku atau aku--." Aira sudah mengangkat tangannya. Seketika emosi Addrian meluap dia memegangi tangan Aira meletakkan kedua tangan Aira tepat di atas kepala Aira. Dan--.
Tiba-tiba Addrian melakukan hal yang sama sekali tidak pernah terpikirkan oleh gadis polos itu. Addrian mendaratkan kecupannya dengan sedikit kasar pada bibir Aira.
"Em...." Aira mencoba berontak, tangan satunya ingin mendorong tubuh Addrian. Namun, dengan cepat tangan Aira bisa disatukan lagi oleh Addrian dengan tangan satunya, dan tangan Aira kembali diletakkan ke atas kepala Aira, dia benar-benar bertindak semaunya mencium bibir Aira.
Setelah beberapa saat Addrian melepaskan kecupannya, Aira dengan cepat mengambil napas. Dia mengatur napasnya yang naik turun karena kecupan Addrian yang sangat tidak dia harapkan.
Addrian melihat ke arah Aira yang malah menatapnya dengan kesal. Addrian malah memberikan seringai devilnya. Sekali lagi mendekat ke arah Aira. Aira memundurkan langkahnya perlahan ke belakang, dia tampak takut dengan pria yang ada depannya saat ini.
"Ternyata sangat menyenangkan berciuman dengan kamu, Aira," ucap Addrian tanpa rasa bersalah. "Hal ini adalah salah satu balas dendam aku sama kamu, Princess." Addrian berjalan meninggalkan Aira yang masih terpaku karena perbuatan Addrian barusan.
Air mata Aira sempat menetes perlahan di pipinya, dia bertanya dalam hatinya, kenapa dia bisa bertemu bahkan berurusan dengan pria seperti Addrian?
"Ih ...! Kamu memang pria menyebalkan!" teriaknya marah. Aira mengusap-usap bibirnya, berusaha menghilangkan bekas kecupan seorang Addrian.
Aira benar-benar kesal, dia hari ini ingin pulang saja dan menangis dengan sekencang-kencangnya di dalam kamar, dia baru sekarang merasakan hal seburuk ini dalam hidupnya.
Tidak lama Aira merasakan ponselnya bergetar dan dia mengambilnya, dia melihat nama Niana ada di layar ponselnya, Aira mencoba menghapus air matanya dan menarik napas panjang. Dia mengangkat panggilan dari Niana.
"Iya, Na ada apa?" suara Aira terdengar lirih.
"Aira, kamu ini di mana? Aku tunggu kamu di dalam aula kok tidak ada?"
"A-aku sedang di tempat kesehatan." Mata Aira mengedar ke mana-mana, dia bingung, perasannya benar-benar tidak enak karena kejadian tadi.
"Aira, kamu kenapa? Apa kamu sakit, Ya?" tanya Niana khawatir, dan dia sampai berdiri dari tempatnya. "Ya sudah tunggu aku di sana, ya, Aira! aku akan menemui kamu sekarang." Niana menutup ponselnya dan memasukkan ke dalam tasnya. Niana dengan langkah cepatnya menuju ruang kesehatan.
Tidak lama dari kejauhan Aira yang sedang duduk di dekat lorong ruang kesehatan berdiri dan berlari memeluk sahabatnya itu. Aira tiba-tiba menangis di pelukan Niana. Niana bingung melihat hal itu. "Aira, kamu kenapa? Apa kamu tidak enak badan? Mau pulang?" Aira dicerca pertanyaan oleh Niana.
Aira tidak menjawab dia malah meneruskan tangisannya di pundak Niana. Niana malah tambah bingung dengan sikap Aira, ada apa dengan sahabatnya itu?
Niana yang masih bingung melihat kenapa dengan sahabat baiknya itu, bahkan Aira tidak mau mengatakan ada apa dengan dia sebenarnya, malah nangis dari tadi di pundaknya.
Niana mencoba menenangkan Aira. Niana bersikap seolah-olah dia sedang menenangkan anak gadisnya, meskipun usia mereka seumuran, tapi Niana memang dari dulu sudah sangat dewasa dari usiannya. Wajar sih! dia kan anak pertama dari 3 bersaudara dan adik-adiknya masih sangat kecil dia juga sudah mandiri dari kecil, hidup dalam kesederhanaan karena harus tinggal jauh dari kedua orang tuanya, di rumah yang dia tinggali bersama adiknya yang nomor 2, sedangkan ibunya tinggal di desa dengan adiknya yang masih kecil, ayahnya yang seorang sales produk kesehatan dan jarang berada di rumah.
Ibunya palingan sebulan 5 kali datang menemui Niana, karena di desa ibunya harus menjaga orang tua yang sekaligus nenek Niana yang sudah sangat sepuh.
"Aira, bilang kamu ada apa? Jangan nangis terus, kamu itu sudah dewasa loh dan sebentar lagi kamu juga akan menikah," ucap Niana mencoba membuat sahabatnya itu berubah lebih dewasa.
"Kalau ada apa-apa itu jangan dikit-dikit nangis," lanjutnya. Tangan Niana mengelus pucuk kepala Aira dengan lembut, tidak lama Aira bangkit dari pelukan Niana, dan dia melihat wajah sahabatnya itu, dia mengusap air matanya. "Ya ampun! Kamu itu kenapa nangis sampai sembab begini?"
Aira duduk bersandar setelah lepas dari dekapan Niana, dia mengambil tisu dari dalam tasnya dan dia menghapus air matanya sampai bersih, Aira masih terdiam dan sesekali masih terdengar dia sesenggukan.
"Sudah baik, kan? Sekarang cerita sama aku, kamu kenapa?"
"Tadi aku habis dicium oleh seseorang," ucapnya lirih dengan menahan isak tangisnya.
Niana yang mendengar hal itu langsung menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Niana masih memperhatikan Aira yang sesenggukan. "Dicium sama siapa?" Mata Niana mengerjap beberapa kali.
"Kak Addrian." Aira meneteskan air matanya lagi.
"Apa?!" Niana benar-benar terkejut sampai menutup mulutnya lagi dengan kedua telapak tangannya. "Kapan dia mencium kamu? Dan kok bisa?" Wajah Niana benar-benar heran dan tidak percaya.
"Tadi waktu aku mau berjalan ke perpustakaan, tiba-tiba Hany dan Noura menabrak aku, mereka bilang tidak sengaja, dan saat aku mau mengambil buku-bukuku yang terjatuh, Hany menginjak tanganku." Aira menunjukkan tangannya yang terluka berwarna merah.
"Ya ampun! Dia menginjak tangan kamu? Benar-benar itu dua orang nenek lampir. Awas saja, nanti biar aku yang menghadapi mereka, kedua nenek lampir itu memang harus diberi pelajaran." ucap Niana kesal.
"Tidak perlu diladeni, Na! Aku sudah tidak mau berurusan sama mereka lagi,"
Niana mengusap lembut tangan Aira yang memang benar ada bekas merahnya. "Lalu tentang kamu dan kak Addrian itu bagaimana bisa ceritanya dia sampai mencium kamu, Ai?" Pada bagian itu Niana memelankan pertanyaannya.
"Tadi dia sebenarnya bermaksud menolongku, membelaku di depan Hany, tapi aku tidak butuh pembelaannya, kamu tau sendiri kan, Na, bagaimana kak Addrian itu sebenarnya? Dia orang yang seperti apa? Dia sama menyebalkannya dengan Hany." Aira berdecak kesal.
"Jangan terlalu benci sama seseorang, Aira. Nanti kalau kamu sampai jatuh cinta sama dia bagaimana?" sekali lagi Niana memelankan suaranya di bagian kalimat terakhir sambil meringis lucu memperlihatkan deretan giginya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 244 Episodes
Comments
Erna Pujii
semangat bagus cerita mu torrr
2022-12-04
1