Reka menghela napas panjang di depan rumah Nayla. Menghirup udara pagi yang sejuk dipenuhi oksigen. Matahari masih malu-malu menampakkan sinarnya. Dia mulai kegiatan pagi hari itu dengan pemanasan kecil.
"Mas, minum susu dulu." Nayla membawakan segelas susu hangat untuk Reka.
"Susu?"
"Iya, biar sakit maag Mas Reka gak kambuh lagi."
Reka mengambil gelas itu lalu meminumnya sampai habis. Kemudian dia memberikan gelas yang telah kosong itu pada Nayla sambil membisikkan sesuatu. "Masih enak susu kamu."
Satu cubitan lagi didapat Reka dari Nayla. Masih sepagi itu suaminya itu sudah me sum.
Setelah mengembalikan gelas ke dalam rumah, Nayla mulai berolahraga pagi dengan suaminya. Berlari kecil di pinggir jalan. Menyusuri perkampungan yang masih lumayan sepi.
"Mas Reka biasanya kalau olahraga dimana?"
"Aku sih biasanya nge-gym. Lihat sendiri kan otot-otot aku, sangat menggoda."
Untunglah di sekitaran mereka tidak ada orang, jadi tidak ada yang mendengar obrolan mereka.
Di ujung gang terlihat ibu-ibu yang sedang mengerumuni tukang sayur. Beberapa ibu-ibu itu menyapa Nayla. "Nayla!"
Mau tidak mau Nayla berhenti dengan senyum terpaksa. "Iya, Bu Romlah, Bu Kulsum."
"Wah, ini suaminya. Kenapa nikah gak undang-undang?"
"Iya, acara nikahannya hanya sederhana saja." kata Nayla. Ada saja yang ditanyakan ibu-ibu itu, pasti akan jadi bahan ghibah dengan ibu-ibu lainnya.
"Ganteng banget ya. Katanya direktur di perusahaan Sanjaya yang ada di pusat kota itu."
Nayla hanya tersenyum menanggapi ibu-ibu itu.
"Iya, beruntung sekali kamu."
"Iya Bu, kita permisi dulu mau lanjut olahraga." mereka berdua melanjutkan langkah mereka.
"Pake apa Nayla bisa dapatin konglomerat ganteng kayak gitu."
"Pelet kali Bu, nanti kalau udah luntur pasti juga dibuang."
Terdengar bisik-bisik ibu-ibu itu setelah Nayla dan Reka berlalu.
"Pengen aku kasih cabe aja mulut ibu-ibu itu. Ada aja cari bahan ghibah." Nayla mendumel sendiri setelah mendengar hal itu.
Reka justru tertawa terbahak. "Kayaknya kamu emang udah guna-guna aku. Pakai ajian apa?"
Seketika Nayla menatap Reka dengan tajam. "Nih, ajiannya." Nayla mencubit pinggang Reka cukup keras.
"Aww, Nay, sakit. Dicubitin terus sih."
"Mas Reka sama aja kayak mereka." Nayla mengerucutkan bibirnya.
Kemudian Reka merangkul bahu Nayla sambil berjalan. "Aku rela kamu guna-guna seumur hidup aku."
"Ih, gombalnya kambuh."
Mereka tertawa bersama lalu melanjutkan langkah kaki mereka.
"Nanti sore kita langsung pindah ke rumah ya. Biar dibantu Pak Ahmad dan lainnya untuk membereskan barang-barang ibu kamu."
"Secepat itu? aku belum tanya sama ibu." kata Nayla. Dia lupa tentang hal itu.
"Tenang saja, aku kemarin sudah bilang sama ibu dan ibu kamu setuju. Urusan pindahan udah ada anak buah aku yang atur. Kamu tinggal nempati aja terus tidur, beres."
"Beruntungnya diri ini punya Mas Reka." Nayla menoleh ke kanan dan ke kiri, merasa tidak ada orang yang lewat, dia mencium singkat pipi Reka. Lalu dia mempercepat langkah kakinya mendahului Reka.
Reka tersenyum sambil mengusap pipinya, hatinya berdebar-debar merasakan ciuman singkat dari Nayla. Kemudian dia menyusul langkah Nayla, "Berani ya sekarang."
"Mas Reka yang ngajarin."
Mereka kembali bergandengan tangan dan sudah lupa dengan lari kecilnya. Mereka justru berjalan santai seolah jalanan itu milik mereka berdua.
...***...
Malam hari itu, Nayla dan Ibunya sudah resmi menempati rumah Reka. Meskipun rumah itu sudah lama Reka beli tapi baru kali ini Reka menempatinya. Acara makan bersama dengan keluarga besar Reka pun telah terlaksana dam selesai.
"Gini dong. Bunda senang banget lihat kalian baikan lagi. Kalau memang kalian lebih memilih untuk tinggal di rumah sendiri tidak apa-apa, nanti Bunda akan paksa adik kamu untuk tinggal sama Bunda." kata Luna sebelum pulang dari rumah Reka.
"Iya, nanti Nina Ayah suruh pindah ke rumah. Hukuman dia udah lama berakhir tapi masih suka tinggal di rumah itu. Bucin sekali sama suaminya." Niko tersenyum kecil mengingat putri bungsunya itu yang ternyata lebih bandel daripada Reka.
Reka ikut tertawa mengingat adiknya yang satu itu. Tapi virus bucin itu memang cepat sekali menyebar. Buktinya dia sekarang juga merasakannya.
"Reka, Ayah sama Bunda pulang dulu ya. Kalian baik-baik di sini." Luna beralih memeluk Nayla. "Nayla, kalau Reka nakal sama kamu bilang sama Bunda ya."
"Iya, Bunda."
"Reka, jaga Nayla dan Ibunya." pesan Niko.
"Siap, Ayah."
"Bu Lela, kami pamit pulang dulu. Bu Lela juga berhak memarahi Reka kalau seandainya Reka berbuat salah." pesan Luna.
"Iya, Bu. Reka itu baik sekali."
"Ya sudah, kita pulang dulu." Kedua orang tua Niko keluar dari rumah Reka.
"Bu, kalau ibu capek istirahat dulu. Nayla juga capek banget mau istirahat."
"Iya, kalian tidur saja. Ibu masih mau melipat baju sebentar."
"Ibu, biarkan itu bereskan sama Bi Mina. Ibu tidur saja," kata Reka. Karena di rumah itu memang sudah ada dua pembantu, satu satpam dan satu sopir.
Bu Lela hanya menganggukkan kepalanya. Berulang kali dia bersyukur karena kehidupan Nayla sekarang terjamin. Tidak kekurangan apapun. Inilah doa-doanya di setiap malam, Bu Lela hanya ingin kebahagiaan putrinya dan menemukan jodoh yang tepat.
Sedangkan Nayla sudah berulang kali menguap panjang. "Dibantuin banyak orang, tapi tetap saja pindahan itu rasanya capek." Nayla menghempaskan dirinya di atas ranjang king size yang sangat empuk itu. "Nyaman sekali."
"Iya, mulai sekarang ini kamar kita. Meja riasnya masih pesan, besok baru datang. Sementara kamu ngaca di cermin dinding aja. Kalau butuh furniture lain kamu tinggal bilang sama aku saja ya."
"Ini kayak mimpi." kata Nayla sambil memejamkan matanya merasakan kenyamanan hidupnya. "Hidup aku seperti seorang cinderella yang bertemu dengan pangeran lalu kaya mendadak. Semoga aja gak berakhir kayak sinetron ikan terbang. Idih, amit-amit. Tapi lebih tepatnya sih aku kayak merasa jadi simpanan sugar daddy sekarang. Masih banyak yang gak tahu kalau kita suami istri."
Reka tertawa lalu mencium bibir Nayla agar berhenti berkhayal.
"Mas Reka, aku bukan putri tidur."
Reka semakin tertawa lalu mencubit gemas kedua pipi Nayla. "Hidup itu yang realistis. Jangan kebanyakan drama."
"Yes, i know."
"Besok kamu harus masuk kuliah. Aku udah hubungi dekan di kampus kamu dan sudah melunasi biaya kuliah kamu sampai lulus."
"Emang Mas Reka kenal sama Dekan di kampus aku?"
"Kenal, sama dosen-dosen di sana juga kenal."
"Ih, canggih."
"Tapi ingat, gak boleh jalan sama cowok. Bicara biasa gak papa asal gak terlalu akrab, apalagi sama mantan." Reka merebahkan dirinya di samping Nayla dan memeluknya.
"Pocecif deh."
"Iyalah, kamu kan milik sugar daddy."
Mereka kembali tertawa. Sebelum akhirnya ucapan cinta itu membawa mereka ke alam mimpi.
"I love you..."
"I love you too..."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Yani
Bahagia selalu Naya dsn Pak Reka 😍
2025-01-30
0
panty sari
akhirnya Damai pasutri
2024-11-03
0
Heryta Herman
uuuh...manisnyaaa...
2024-09-28
0