Area na kal dikit..
...🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂...
Malam itu, Reka sudah merebahkan dirinya di atas ranjang tapi Nayla tak juga masuk ke dalam kamarnya. Apakah Nayla gugup? Atau takut karena permintaan Reka tadi sore?
Beberapa saat kemudian Nayla masuk dan merebahkan dirinya di sebelah Reka.
"Lama sekali, aku udah nungguin." Reka memutar tubuhnya dan menghadap Nayla.
"Tuh kan, sempit tempat tidur aku."
"Gak papa, justru enak sempit-sempitan gini, biar gak ada jarak di antara kita." Reka meraih tubuh Nayla dan memeluknya.
"Memang Mas Reka gak kepanasan?"
"Udah kepanasan sedari tadi. Pengen buka baju bareng-bareng aja rasanya."
Nayla tersenyum kaku, semakin hari omongan Reka semakin tak terfilter saja. Dia menatap takut pada Reka yang menatapnya ganas. Sepertinya Reka memang sudah siap menerkam Nayla malam itu.
Wajah Reka semakin mendekat. Bibir tipis itu telah berhasil singgah dan selalu bisa membuat Nayla tak berdaya. Permainan lembut dari bibir Reka saja sudah mampu membuat Nayla terbang melayang, bagaimana jika lebih.
Perlahan bibir Reka turun ke leher dan menyusuri leher seputih susu itu. Mengendusnya dalam lalu mengecupnya. Kecupan-kecupan kecil itu membuat seluruh tubuh Nayla meremang.
Satu tangan Reka kini menelusup di balik kaos oblong Nayla dan akan menyingkapnya tapi Nayla menahannya.
"Kenapa sayang? Aku sudah melihat semua tapi belum aku sentuh."
Nayla menggelengkan kepalanya. "Jangan sekarang ya."
"Terus kapan?" Reka sedikit menindih tubuh Nayla. "Tadi kan sudah di acc."
Nayla tersenyum kaku. "Pokoknya gak bisa sekarang. Seminggu lagi yah." Nayla mengusap lembut pipi Reka.
Seketika Reka memberatkan dirinya di atas tubuh Nayla karena dia mengerti maksud Nayla kali ini. "Yah, udah semangat menggebu ternyata gagal. Kenapa gak bilang dari tadi sih."
Nayla tertawa sambil mendorong tubuh Reka agar turun dari tubuhnya. "Tadi aku juga gak tahu." Nayla merasa gemas melihat wajah Reka saat ini yang terlihat memelas. "Seminggu lagi kan bisa, Mas."
"Tapi lihat nih, udah terlanjur bangun." Reka menuntun tangan Nayla untuk menyentuh miliknya yang sudah kokoh dan berdiri tegak.
Buru-buru Nayla melepas tangannya tapi dicekal lagi oleh Reka. Akhirnya mau tidak mau Nayla menyentuh otot yang menegang itu. Meski dari luar celana saja sudah membuat dada Nayla deg-deg ser tak karuan.
"Selama 30 tahun hanya berfungsi untuk buang air kecil saja, belum menghasilkan anak. Adik-adik aku saja sudah punya anak semua."
Nayla tak bisa menahan tawanya. Kalimat Reka benar-benar seperti perjaka tua saja.
"Tanggung jawab. Aku gak mau malam ini harus solo karir lagi."
Nayla menatap Reka bingung. "Solo karir apa? Memang Mas Reka suka nyanyi kalau malam, tapi aku gak pernah dengar."
Reka mencubit pipi Nayla yang terlewat polos itu. "Bukan itu maksudnya. Maksudnya tuh..." Reka menuntun tangan Nayla masuk ke dalam celana boxernya. Menekan tangan Nayla agar menggenggamnya.
"Hmm, Mas. Ini.. Aku.." Nayla menjadi salah tingkah. Ini baru pertama kalinya dia memegang secara langsung bagian inti lelaki. Terasa sangat keras, apalagi saat Reka menuntun tangannya mengusap guratan-guratan otot itu.
Reka semakin menurunkan celananya hingga terlihatlah otot yang menegang itu.
Seketika Nayla menutup matanya. Dia bergidik ngeri melihatnya. Pikirannya sudah membayangkan yang bukan-bukan. Bagaimana rasanya jika itu masuk ke dalam tubuhnya. "Aaa, gak! Pasti sakit!" Hanya membayangkan saja Nayla sudah berteriak.
"Sakit apa?"
Nayla membuka matanya dan tersenyum malu. "Bukan, bukan apa-apa."
"Pasti udah bayangin ya?" goda Reka sambil mencubit hidung mancung Nayla.
"Ih, nggak!"
"Iya juga gak papa. Tenang aja gak akan sakit. Dijamin nagih."
Nayla hanya mencibir. Tangannya mulai terbiasa mengikuti gerak tangan Reka mengusap otot panjang itu.
Perlahan Reka melepas tangannya saat Nayla dengan sendirinya mulai bergerak. Satu tangannya mulai mencari kehangatan di balik kaos oblong Nayla.
"Mas!" Nayla sedikit terkejut saat jemari Reka berhasil menyusup dan memilinnya. Seketika gelenyar aneh memenuhi dirinya.
"Sayang, buka yang atas." Gairah itu sudah memenuhi diri Reka. "Boleh kan main yang atas aja, gak akan aku sentuh yang bawah." Reka menyingkap kaos Nayla tanpa menunggu jawaban dari Nayla. Meski sudah pernah melihat keseluruhan tubuh Nayla tapi dia belum pernah menyentuhnya.
Dia usap lembut bulatan yang padat dan berisi itu. "Udah lama pengen nyentuh ini."
Nayla hanya terdiam kaku seperti boneka kayu. Sedari tadi dadanya berdebar tak karuan menerima pijatan demi pijatan dari Reka. Apalagi saat Reka mendekatkan dirinya dan menyesapi di sekitaran bulatan itu.
Nayla bagai melambung tinggi karena rasa yang baru pertama dia rasakan. Baru satu titik sensitif saja rasanya sudah tak karuan bagaimana jika keseluruhannya.
"Sayang." Reka mendongak dengan wajah yang merah padam. "Lama sekali seminggu lagi. Udah gak tahan banget." Reka menyandarkan kepalanya di dada Nayla.
Nayla hanya tertawa kecil sambil menjurai rambut Reka.
"Gak bisa ditahan." Reka bangkit dan meraih tisu. "Sayang, bantuin." Reka mengenggam tangan Nayla agar mulai mengusapnya lagi.
Kali ini Nayla menurutinya. Dia mulai bisa memainkannya karena merasa kasihan juga pada suaminya itu.
"Iya, kayak gitu sayang." Reka mendekatkan dirinya dan kembali mencium bibir Nayla dengan li ar. Napasnya sudah sangat berat.
Reka meraih tisu dan semakin mempercepat gerakan tangan Nayla. "Cepetin lagi sayang, sudah mau keluar."
Reka menggigit leher Nayla saat cairan kental itu meleleh keluar.
"Ih, Mas." Nayla mengusap lehernya yang sedikit nyeri karena gigitan Reka.
Reka tersenyum kecil lalu dia membersihkan calon anaknya lagi yang terbuang dengan sia-sia untuk kesekian kalinya lewat jalur tangan. Dia juga bersihkan lelehan yang ada di tangan Nayla dengan tisu basah. "Sampai luber-luber kan. Pasti kalau masuk di dalam rahim kamu, mereka sudah berlomba untuk jadi pemenang dan terjadilah pembuahan." kata Reka sambil membenarkan celananya.
Nayla kembali tertawa dibuatnya. Ada saja pembicaraan bos besar itu.
Setelah membuang tisu ke tempat sampah, Reka kembali merebahkan dirinya di samping Nayla yang sedang memakai bajunya.
"Mas, aku mau tidur. Besok pagi sekali aku mau jalan-jalan keliling kampung. Udah lama gak jalan-jalan pagi," kata Nayla sambil merebahkan dirinya menghadap suaminya.
"Aku ikut."
"Gak malu jalan di perkampungan?"
Satu tangan Reka kembali melingkar di pinggang Nayla. "Kenapa malu? Kan pakai baju. Jalan sama istri cantik juga. Jangan-jangan kamu yang malu udah punya suami tua."
Nayla mencubit perut Reka karena dia selalu saja menggodanya. "Ih, tua tapi ganteng."
"Syukurlah ada yang memuji aku." Reka semakin mengeratkan pelukannya.
"Umur 30 itu belum tua, Mas."
"Ya, adik-adik aku yang selalu bilang aku ini perjaka tua. Mentang-mentang mereka nikahnya pada muda-muda."
Nayla justru cekikikan, karena setahu Nayla adik-adik Reka itu memang usil sama kakaknya.
"Katanya tidur, tapi malah ketawa."
"Iya ini mau tidur."
Bukannya tidur, mereka justru saling berpandangan lagi dan tertawa lagi. Ya, begitulah cinta.
💞💞💞
.
By the way, cerita yang ini membosankan kah? Sampai gak ada yang komen? 🙄
.
Memang cerita yang ini konfliknya ringan saja..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Yani
Sabar Pak Reka belah duren ga jadi 🤭
2025-01-30
0
Heryta Herman
malah bagus ga ada konflik thor...
aku suka cerita nya...
lanjut thor
2024-09-28
1
Elizabeth Zulfa
yaaaahhh.... akhirnya belah durennya tetep aja solo karir gegara si merah dateng 🤣🤣🤣
2024-09-28
1