Nayla akhirnya membuka pintu rumahnya. Pandangan mereka terpaut beberapa saat.
Seketika Reka berdiri dan menghampiri Nayla. "Nay, akhirnya kamu mau menemui aku. Aku mau bicara sama kamu."
Nayla masih terdiam. Bahkan dia tidak mempersilakan Reka masuk.
"Nay, semua gak seperti yang kamu pikirkan. Aku cinta sama kamu. Ayo kita pulang."
Nayla menggelengkan kepalanya.
"Ya sudah aku akan tetap di sini nungguin kamu sampai kamu mau pulang." kata Reka lagi.
Nayla tak menjawab, dia justru membalikkan badannya dan masuk ke dalam rumah.
"Nay." Reka mengikuti langkah Nayla sambil menahan perutnya yang semakin terasa melilit, akhirnya dia memilih untuk duduk di kursi ruang tamu.
"Nak Reka, kenapa?" tanya Bu Lela yang melihat wajah Reka seperti menahan rasa sakit.
"Sepertinya maag saya kambuh."
"Sedari pagi tadi kamu belum makan? Ibu ada obat maag, kamu minum biar sakitnya mereda."
Mendengar hal itu buru-buru Nayla mengambil obat maag dan segelas air putih lalu diberikan pada Reka tanpa disuruh oleh ibunya. Gerak refleknya begitu bagus mengikuti kata hatinya.
Bu Lela hanya tersenyum melihat Nayla yang sebenarnya juga sangat perhatian dengan suaminya itu.
"Makasih." Reka segera meminum obat itu.
"Ibu ke belakang dulu ya. Setelah sakitnya mereda langsung makan. Atau kalau mau istirahat ajak ke kamar kamu, Nay." kata Bu Lela sambil beranjak dari ruang tamu.
Nayla tak menjawab. Selama dua minggu menikah, Reka memang belum pernah tidur di kamarnya. Di ranjang yang luas saja Reka sangat usil apalagi jika mereka harus tidur berdempetan di ranjang yang sempit.
"Mas Reka pulang saja. Aku mau tinggal di sini." kata Nayla.
"Ya sudah, aku juga mau tinggal di sini." Reka menimpali kalimat Nayla dengan yakin.
"Mas Reka gak mungkin betah di rumah sempit aku. Kamar aku luasnya hanya seperempat dari kamar Mas Reka."
Reka tersenyum kecil. Dia selalu punya sejuta kata untuk membalas argumen Nayla. "Gak papa, enak dong sempit-sempitan."
"Udah gitu panas, gak ada ac."
"Panas tinggal buka baju aja."
Nayla berdengus kesal. "Ya udah terserah Mas Reka. Tapi nanti jangan mengeluh." Nayla berdiri dan berjalan ke belakang. Beberapa saat kemudian dia kembali dengan membawa sepiring nasi dan lengkap dengan lauknya.
"Makan dulu, Mas. Seadanya, gak seperti di rumah Mas Reka."
Reka hanya tersenyum lalu mendekatkan piringnya dan mulai makan. Tapi perut Reka sudah terlanjur tidak enak, dia semakin pelan memakannya.
"Kenapa? Makanannya gak enak?" tanya Nayla yang melihat gerak Reka semakin pelan.
Reka menggelengkan kepalanya. "Bukan gitu. Aku terlanjur telat makan jadi rasanya perut aku penuh."
Nayla meraih piring Reka yang masih penuh itu kemudian dia mulai menyuapinya. "Aku gak mau Mas Reka sakit hanya karena aku."
Reka tersenyum kecil sambil menerima suapan demi suapan dari Nayla.
"Bilang aja pengen disuapi. Baru sakit maag aja manja..." Nayla masih saja mengomel sambil menyuapi Reka.
Meskipun mendapat ceramah selama dia makan, tapi hati Reka sangat bahagia karena itu berarti Nayla perhatian padanya.
"Minum dulu." Nayla mengambil segelas air putih setelah nasi di piring Reka habis.
Bibir Reka tak hentinya tersenyum mendapat perhatian dari Nayla.
"Ngapain sih dari tadi senyum-senyum." Nayla membawa piring dan gelas yang telah kosong ke dapur.
Reka tak menjawab kalimat Nayla yang hanya angin lalu itu.
Beberapa saat kemudian Bu Lela keluar dan menyuruh Reka istirahat karena pasti Nayla membiarkannya begitu saja. "Nak Reka kalau mau istirahat di kamar Nayla saja."
Reka mengangguk lalu berdiri dan berjalan mengikuti Bu Lela.
"Ini kamar Nayla. Kamu istirhat saja di dalam."
"Iya, Bu." kemudian Reka masuk ke dalam kamar Nayla yang berukuran 3x3 itu. Meskipun tidak terlalu besar tapi sangat rapi dengan ranjang ukuran standart yang hanya cukup untuk dua orang saja.
Reka melihat buku-buku Nayla yang berjajar di rak kecil dekat meja belajarnya. Dia ambil buku tebal yang bertuliskan manajemen akuntansi itu. "Harusnya kamu melanjutkan kuliah sekarang."
Dia kembalikan buku itu, tapi tangannya tanpa sengaja menemukan sebuah bingkai yang terbalik. Karena penasaran dia ambil bingkai itu.
"Nayla sama siapa? Pacarnya?"
"Mas Reka ngapain?" tanya Nayla seraya mengambil paksa foto itu dari tangan Reka.
"Siapa pria itu?" tanya Reka sambil melipat tangannya di depan dada.
"Memang Mas Reka aja yang punya masa lalu." Nayla mengambil foto itu dari dalam bingkai lalu merobek dan membuangnya.
Reka tersenyum miring. Rupanya Nayla adalah korban patah hati.
"Mungkin kamu yang belum bisa move on dari pria itu?" tuduh Reka. Dia juga tidak mau kalah dengan Nayla untuk saling tuduh.
Nayla berdengus kesal. Lalu dia menghempaskan dirinya di atas ranjang. "Jangan malah balik menuduh."
Reka menyusul Nayla naik ke atas ranjang dan menarik tubuh Nayla ke dalam pelukannya.
"Mas Reka jangan peluk-peluk gini, siang-siang panas." Nayla berusaha melepas pelukan Reka tapi pelukan Reka justru semakin erat.
"Sebenarnya kamu cinta gak sama aku? Kemarin katanya cinta sama aku. Sekarang aku malah nemu foto cowok lain di kamar kamu." Reka menahan tubuh Nayla yang berontak ingin lepas dari pelukannya.
Nayla akhirnya terdiam tak berontak lagi. "Dia mantan. Cuma mantan dan aku sudah melupakannya."
"Nay, aku tahu semua orang punya masa lalu. Kita mulai lagi semuanya ya. Aku cinta sama kamu sebagai Nayla, bukan sebagai pengganti." kata Reka sambil menjurai rambut panjang Nayla.
Nayla hanya terdiam, dadanya bedegup kencang tak karuan. "Kamu mau bukti kan? Aku akan tetap mengikuti kemanapun kamu pergi. Kalau kamu mau tinggal di sini, aku juga akan menemani kamu tinggal di sini. Kalau kamu mau pulang, ayo kita pulang sama-sama. Atau kamu mau tinggal di rumah aku sendiri bersama ibu kamu?"
Nayla kini mendongak menatap Reka. Amarah dalam hatinya seketika luruh mendengar kata lembut Reka. "Mas Reka punya rumah sendiri?"
Reka menganggukkan kepalanya. "Sudah lama aku beli, kita tinggali yuk sama ibu kamu. Kita mulai menjadi keluarga yang sebenarnya."
Kemudian mereka saling menatap dan tersenyum.
"Mau? Besok kita mulai pindahan ya. Terus kamu juga harus mulai kuliah lagi."
Nayla kembali menyembunyikan wajahnya di dada bidang Reka sambil mengangguk kecil.
"Pokoknya ini terakhir kalinya kamu marah sama aku karena masa lalu aku. Nanti sore aku akan ajak kamu ke suatu tempat agar kamu semakin yakin sama aku."
"Kemana?" tanya Nayla.
"Ke suatu tempat ." Reka mencium dalam puncak kepala Nayla. "Yang mambuat kamu sadar bahwa tak seharusnya kamu marah seperti semalam."
💞💞💞
.
Like dan komen ya..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Yani
Mau ke mana Reka membawa Nay
2025-01-30
0
Luh Nanik
aku suka ceritanya..gak bertele-tele 👍👍👍👍👍
2023-05-15
1
Eika
Akhirnya berdamai, to the point👍
2023-02-28
1