Malam itu juga ibu Nayla di operasi. Nayla duduk di depan ruang operasi dengan khawatir. Dia menangkupkan kedua tangannya dan terus berdo'a untuk keselamatam ibunya.
"Ibu kamu pasti gak papa. Kamu tenang saja." kata Reka yang duduk tak jauh darinya.
Nayla kini menoleh Reka. Dia hampir saja melupakan Reka yang sedari tadi menemaninya. "Pak Reka kalau mau pulang tidak apa-apa."
"Terus kamu mau sama siapa di sini?"
Nayla kembali meluruskan pandangannya. "Aku bisa sendiri." meskipun jauh di dalam hatinya dia memang sedang membutuhkan seseorang untuk menguatkan dirinya.
Tiba-tiba saja Reka menggeser duduknya dan satu tangan Reka merengkuh pundak Nayla. "Aku tahu, kamu pasti sedang membutuhkan seseorang."
Air mata Nayla kembali menetes lagi. Sebenarnya dia memang beruntung bertemu Reka di saat yang tepat seperti ini.
Reka sedikit mendorong kepala Nayla agar bersandar di pundaknya. "Malam ini, aku akan menemani kamu. Aku gak akan setega itu ninggalin kamu sendiri di sini."
Malam kian larut, udara dingin di rumah sakit malam itu semakin terasa. Nayla melipat tangannya sendiri karena rasa dingin itu kian menembus dress lengan pendeknya.
Reka melepas rengkuhannya lalu melepas blazernya dan memakaikannya di punggung Nayla.
Seketika Nayla menatap Reka, tapi Reka hanya terdiam lalu berdiri dan mengalihkan pandangannya.
Nayla memegang tepi blazer itu dan menariknya hingga menutupi seluruh tubuhnya. Dia lirik sesaat Reka yang masih berdiri memunggunginya dengan satu tangan menapak di tembok.
Nayla sadar diri, perhatian Reka bukan tertuju padanya.
Setelah satu jam, operasi itu akhirnya selesai. Seorang Dokter yang menangani keluar dari ruang operasi. Nayla segera berdiri dan menghampiri Dokter.
"Bagaimana keadaan ibu saya, Dok?"
"Operasinya berjalan dengan lancar. Anda bisa menemui setelah dipindahkan ke ruang rawat."
"Baik Dok, terima kasih."
Beberapa saat kemudian, brangkar Bu Lela di dorong keluar dari ruang operasi menuju ruang rawat. Nayla segera mengikutinya. Dia mengernyitkan dahinya saat dua suster itu membawa masuk ibunya ke dalam ruang VIP.
"Suster kenapa dibawa ke ruang ini? Bukannya saya daftar di kelas 3."
"Saya hanya menjalankan sesuai permintaan."
Nayla menatap Reka sesaat lalu kembali bertanya pada suster. "Kira-kira Ibu sampai berapa lama sadarnya?"
"Tunggu sampai efek obat biusnya habis. Kemungkinan akan terbangun besok pagi," jelas suster itu. "Nanti kalau ada apa-apa langsung panggil Dokter. Saya permisi dulu."
Setelah suster itu keluar, Nayla mendekati Reka yang sedang duduk di atas sofa. "Pak Reka kenapa suruh Ibu dirawat di VIP. Sehari berapa juta?" Bukannya dia perhitungan pada ibunya sendiri tapi biaya operasi ditambah biaya rawat dan lain-lain pasti sudah mencapai puluhan juta.
"Kamu tenang saja. Semua sudah aku bayar tanpa memotong gaji kamu."
"Kenapa Pak Reka lakuin ini?"
"Demi kemanusiaan," jawab Reka. Meskipun dia tidak mempunyai perasaan pada Nayla tapi setidaknya dia masih punya peri kemanusiaan.
Nayla hanya menghela napas panjang. Jangan sampai apa yang diberikan Reka ini akan membuat hidup Nayla semakin diatur oleh Reka.
Nayla kini berjalan lalu duduk di dekat brangkar ibunya. "Ibu cepat sembuh ya..." Nayla mengusap tangan ibunya. Dia tak hentinya memandang wajah ibunya yang masih memejamkan mata itu. Lama-kelamaan rasa kantuk itu menyerang, hingga membuat kepalanya terangguk-angguk ke depan.
"Kalau mengantuk lebih baik kamu tidur di sofa saja." suruh Reka.
Nayla menggelengkan kepalanya. "Pak Reka saja yang tidur di sofa. Aku mau menemani Ibu di sini."
Reka hanya menghela napas panjang. Dia tidak bisa memaksa Nayla. Akhirnya dia kembali duduk di sofa dan terus memperhatikan Nayla yang kini menyandarkan kepalanya di atas tangannya sendiri.
...***...
"Nay..." panggilan lemah dan usapan lembut di kepala Nayla itu membangunkannya.
Nayla menegakkan kepalanya dan tersenyum menatap ibunya yang telah membuka matanya. "Ibu sudah sadar."
Bu Lela mengedarkan pandangannya. Dia tahu, tempat yang dia tempati saat ini adalah ruang VIP dan semalam dia juga sempat tersadar sesaat sebelum operasi.
"Darimana kamu dapat uang untuk biaya operasi dan ini semua?"
Nayla terdiam tapi pandangan Bu Lela kini tertuju pada Reka yang sedang tertidur di sofa.
"Dia siapa?" tanya Bu Lela.
"Dia bos Nayla, Bu."
"Bos kamu? Kamu hutang sama bos kamu? Berapa nak?"
Nayla menggeleng kecil. "Ibu jangan berpikir yang tidak-tidak ya. Lebih baik Ibu sekarang fokus pada kesehatan Ibu."
Mendengar suara-suara itu, Reka kini membuka matanya. Dia mengusap wajahnya untuk membuang rasa kantuknya. Kemudian dia berdiri dan menghampiri mereka berdua. Dengan sopan Reka mencium punggung tangan Bu Lela.
"Ibu sudah sadar? Semoga keadaan Ibu sekarang jauh lebih baik." Reka tersenyum tulus.
Sedangkan Nayla hanya membuang wajahnya. Kira-kira apa yang akan dikatakan bosnya itu.
"Kamu atasannya Nayla, Nak?"
Reka mengangguk pelan. "Nama saya Reka. Jika ibu merestui, saya ingin menikahi Nayla." tak perlu menunda waktu lagi, Reka meminta do'a restu pada Bu Lela saat itu juga.
Bu Lela memandang Reka lalu Nayla. "Nayla, mengapa kamu tidak bercerita soal ini?"
Nayla gugup. Dia tidak bisa berbohong pada Ibunya.
Reka menarik kursi dan duduk di sebelah Nayla. "Maaf, semua ini memang terlalu tergesa. Saya dan Nayla saling jatuh cinta saat pandangan pertama jadi daripada menunggu waktu lagi, saya ingin segera menikahi Nayla."
Nayla hanya menundukkan kepalanya sambil menggigit bibir bawahnya. Dia tidak menyumbang satu katapun.
"Tapi, nak Reka tahu sendiri, kita orang tidak mampu. Saya takut jika kelak Nayla akan membuat malu keluarga nak Reka."
Lagi, Reka menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. "Sama sekali tidak. Saya dan keluarga saya tidak pernah memandang status sosial seseorang. Saya tulus mencintai putri ibu. Saya berjanji, saya akan membahagiakan Nayla."
Mendengar kata manis Reka yang seolah dihayati itu, membuat perut Nayla sedikit mual. Apakah Reka mantan seorang buaya, oh, bukan, mungkin dia dulu pernah menjadi caleg hingga dia bisa mengobral janji-janji manis.
"Saya pasti merestui apapun yang menjadi kebahagiaan Nayla." Bu Lela kini menatap Nayla yang sedari tadi hanya menundukkan pandangannya. "Nay, apa kamu benar-benar mencintai Reka dan ingin menikah dengannya?"
Seketika Nayla meluruskan pandangannya. Lidah yang seharusnya tak bertulang itu tiba-tiba terasa kaku. "I-iya, Nayla cinta sama Mas Reka dan Nayla mau menikah dengannya."
Reka tersenyum miring. Gemas sekali mendengar ungkapam cinta yang seolah membaca teks itu.
Bu Lela meraih tangan Nayla dan Reka lalu menyatukannya. "Semoga kalian berdua selalu berbahagia. Ibu hanya bisa mendo'akan yang terbaik buat kalian."
Ada sesuatu yang tiba-tiba membuat dada mereka berdebar. Mereka kini saling menatap. Benarkah apa yang mereka lakukan ini?
💞💞💞
.
Jangan lupa like dan komen.. 😳
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
panty sari
semoga perjalan rumah tangganya samawa
2024-11-02
0
Yani
Cie-cie.... ada debar ya
2025-01-30
0
david 123
Buat Reka bucin Thor ....
2024-12-27
0