Bab. 5

"Kalian bersabarlah, insya Allah semua akan ada jalan keluar yang terbaik dari permasalahan ini," batinnya Pak Ferdy pengacara keluarga besar Ariel.

"Insya Allah dokter, makasih banyak atas bantuannya," pungkasnya Vanessa yang bahagia karena kesehatannya sudah membaik.

Angkasa dan maid dua orang itu hanya melihat interaksi mereka secara bergantian sembari menyantap makanan yang dibawa oleh Pak Ferdy sebagai sarapan paginya.

Berselang beberapa menit kemudian, Angkasa sangat bahagia karena mengetahui jika Maminya sudah bisa pulang dan dinyatakan sudah sembuh dari sakitnya.

"Hore mami bisa pulang ke rumah lagi, aku sudah merindukan masakannya mami!" teriak Angkasa dengan kegirangan sambil lompat-lompat di tempatnya saking senengnya.

Tingkah laku bocah itu membuat mereka hanya sebatas tersenyum menanggapinya. Tidak ada yang berniat ingin menggangu kesenangannya. Termasuk Dokter dan perawat yang belum meninggalkan tempat tersebut ikut tersenyum bahagia melihat tingkahnya Angkasa.

"Van! ada yang ingin Paman sampaikan tapi Paman mohon kamu harus bersabar," tutur Pak Ferdy yang ragu untuk menyampaikan kepada Vanessa tentang rumah pemberian Ariel untuknya yang sudah mau dijual oleh Nyonya Dwi sepihak.

Vanessa balas menatap ke arah Pak Ferdy sembari tersenyum dan sudah ada sedikit bayangan tentang apa yang terjadi.

"Katakan saja Paman, tidak perlu sungkan seperti itu terhadap Vanessa, katanya tadi sudah anggap aku putrinya sendiri," gurau Vanesa yang masih duduk di atas ranjang RS.

Pak Ferdy yang duduk di salah satu sofa agak ragu untuk berbicara tapi, cepat atau lambat pasti akan ketahuan juga. Sedangkan tiga orang lainnya kembali menikmati makanan yang dibawa Pak Ferdy.

"Paman meminta maaf kepada kamu yang sebenarnya karena tidak mampu mencegah Nyonya Dwi untuk membawa pergi Samudera dan Paman sudah mengerahkan anak buah Paman tapi, sampai detik ini keberadaan mereka belum kami ketahui," terangnya Pak Ferdy dengan sedikit ragu dan cemas dengan kondisi psikologis dari Vanessa sendiri.

Vanesaa tersentak kaget mendengar kenyataan hal itu walaupun dia sudah mengetahuinya jauh-jauh hari sebelum kematian Aril suami keduanyai. Karena Itu sebagai syarat untuk keselamatan dari anak-anak kembarnya.

"Ya Allah… ternyata Nyonya Dwi melakukan hal itu padahal aku pikir itu hanya gertakan dan ancaman biasa saja, ternyata Nyonya Dwi sungguh kejam dan tidak punya hati nurani," lirihnya dengan air matanya yang kembali menetes membasahi pipinya.

Dua maid yang melihat kehancuran dan kesedihan Vanesa ikut hanyut dan tersentuh dan ikut sedih dengan peristiwa serta kejadian yang menimpa mereka karena disebabkan oleh Nyonya Dwi yang tidak punya hati nurani dan perasaan.

"Kenapa yah,aku berpikir jika semua ini adalah taktik dan campur tangan Nyonya Dwi yang sengaja melakukan semua ini tujuannya karena harta dan kekuasaan," batinnya Aida sambil menyeka air matanya.

"Kenapa ada orang di dunia ini yang sangat jahat rela melakukan apapun demi uang padahal harta dan uang itu tidak dibawa mati," cicitnya Aimah yang menggenggam sendok makannya dengan kuat saking marahnya dengan kejahatan dari Nyonya Dea.

"Kalau seperti itu kejadiannya, aku hanya bisa bersabar dan banyak berdoa untuk keselamatan putraku Angkasa, moga saja Nyonya Dwi menjaga Angkasa setulus hatinya," harap Vanessa yang menundukkan kepalanya dan berusaha untuk menahan tangisnya.

Dia tidak ingin Angkasa ikut terpengaruh dengan kesedihan, kegalauan dan kegundahan hatinya yang harus berpisah jauh dari anak keduanya itu. Angkasa berjalan ke arah Maminya lalu memeluk tubuh Vanesssa dengan erat dan penuh kasih sayang.

"Mami jangan nangis lagi, saya akan cari aku kalau nanti Angkasa sudah besar," bujuk putra sulungnya itu di depan perempuannya yang telah berjasa melahirkannya kedunia ini.