Nenek yang mendapat kabar jika cucunya sakit segera bersiap berangkat ke Jakarta. Nenek pergi dengan diantar sopirnya langsung menuju kediaman almarhum anaknya.
Saat ini Sifa sedang di periksa oleh dokter pribadi keluarganya.
Bi Tum yang sejak tadi menemani Sifa di kamar tampak sangat khawatir, Sifa yang dia rawat sejak kecil adalah termasuk anak yang kuat dan jarang sakit. Melihat Sifa sakit sudah tentu Bi Tum paham ada beban di pikiran gadis tersebut. Sudah sering Bi Tum membujuk Sifa agar mau kembali tinggal di rumah orang tuanya agar Bi Tum bisa merawat nya tapi sesering itu juga Sifa menolak.
"Bagaimana dok keadaan non Sifa?"
"Non Sifa demam akibat kehujanan, kecapekan juga dan sepertinya ada beban pikiran, biarkan dia untuk beristirahat dulu ya Bi, nanti kalau non Sifa sudah bangun lekas kasih makan dan obat yang sudah saya tulis resepnya."
"Baik dokter"
"Apa non Sifa masih ngekost sendiri Bi?" tanya dokter merasa iba.
"Kasian dia Bi,non Sifa pasti bingung jika tinggal disini kenangan bersama orang tuanya mungkin akan membuat dia semakin terpuruk, berbeda dengan dia tinggal sendiri dan bekerja, waktunya yang sibuk akan membuat dia lupa akan kesedihannya," lanjut dokter.
"Betul dok, cuma saya nggak tega kalau non Sifa sampai bekerja sementara dia masih sekolah yang sebentar lagi akan menghadapi ujian" ucap Bi Tum cemas.
"Tenang aja Bi..Sifa anak yang pandai dia mampu melewatinya."
"Mudah-mudahan dok."
"Ya sudah saya pamit dulu Bi," ucap dokter segara bangkit dari duduknya dan pamit kembali bertugas.
"Biar saya antar sampai depan dok," ucap Bi Tum segera turun mengantar dokter sampai depan pintu.
Setelah dokter pergi Bi Tum segera membuat bubur untuk Sifa dan meminta tolong pada Pak Dayat untuk menebus obat.
"Ini Tum obatnya, Tum kamu telpon nyonya besar ya?" ucap Pak Dayat sambil meletakkan obat di atas meja dapur.
"Iya Pak, mau gimana lagi aku khawatir tadi dengan kondisi non Sifa."
"Nanti kalau non Sifa marah gimana Tum?"
"Mudah-mudahan non Sifa nggak marah ya Pak," ucap Bi Tum dengan wajah takut.
"Semoga saja Tum."
Sifa berusaha membuka mata, dia merasakan kepalanya yang berdenyut. Gadis itu berusaha untuk duduk dan bersandar pada headboard, Sifa memijit pelipisnya, hidung pun ikut terasa perih karena efek kehujanan tadi.
"Sssstttttt sakit banget sich," keluh Sifa.
"Aaauuuwww."
"Non ...sudah bangun?"ucap Bi Tum yang masuk dengan membawa semangkok bubur dan obat untuk di minum Sifa.
"Sudah Bi" ucap Sifa melirik nampan yang berisi beberapa obat.
"Apa tadi dokter kesini Bi?"
"Iya non,dokter bilang non Sifa harus banyak istirahat"
"Nggak apa-apa Bi nanti juga sembuh."
"Non...disini aja ya sama bibi biar bibi bisa ngerawat non Sifa," ucap bibi yang membuat Sifa tersenyum.
"Sifa betah bi di kamar kost, lagian Sifa kan kerja bi kalo berangkat dari sini kejauhan."
"Kenapa harus kerja sich non, non kan bisa fokus aja sekolah nanti kalo non udah lulus kuliah kan non juga bakalnya kerja di perusahaan almarhum papah non," ucap Bi Tum membujuk Sifa.
"Sifa tetap akan selesain sekolah Sifa Bi, Sifa nggak akan lalai belajar walaupun Sifa harus bekerja. Sifa nyaman dengan keadaan Sifa sekarang, Sifa bisa jajan pakai uang Sifa sendiri," ucap Sifa meyakinkan.
"Ya sudah kalau non nyaman bibi bisa apa,tapi non maaf ya, tadi bibi telpon nyonya besar mengabarkan kalau non Sifa sakit, sepertinya nyonya besar akan datang dech non."
"Kenapa bilang nenek Bi? kasian nenek pasti cemas."
"Maaf ya non, bibi khawatir dengan non Sifa," ucap Bi Tum menyesal.
"Ya udah nggak apa-apa Bi, Sifa juga kangen sama nenek," ucap Sifa tapi didalam hatinya gadis itu khawatir jika nenek ke Jakarta dalam keadaan panik. Yang membuat dirinya mengingat akan kecelakaan yang menimpa orang tuanya.
*****
Malam hari Sifa yang sudah membaik segera mengambil buku untuk ia baca, tapi ingatannya kembali pada kejadian di parkiran tadi bersama Vino.
"Loe bukan manusia Vin, hati loe udah mati," gumam Sifa.
Hati Sifa sakit setiap teringat kata-kata yang Vino ucapkan tadi, sungguh menyakitkan bagi Sifa saat orang tuanya di hina seperti itu.
Ketika Sifa sedang memfokuskan dirinya pada buku Kimia yang dia baca, suara ketukan pintu terdengar dari luar.
"Ya masuk...." ucap Sifa yang masih fokus dengan buku pelajarannya. Langkah kaki tegas itu membuat Sifa mendongak dan betapa terkejutnya Sifa sang nenek sudah sampai dan ada di hadapannya.
"Nenek!" seru Sifa langsung beranjak dan memeluk sang nenek.
"Sifa kangen nek," rengek Sifa pada nenek.
"Dasar anak nakal sudah buat nenek khawatir kamu ya," oceh nenek pada cucu kesayangannya.
"Nenek kapan berangkat ke Jakarta,kok jam segini udah nyampe nek?"
"Bi Tum langsung telpon nenek pas kamu pingsan tadi, ya udah nenek langsung berangkatlah kesini"
"Duuuuhhhhh nenek sayang, ayo duduk dulu nek" ajak Sifa untuk duduk di atas ranjangnya.
"Badan kamu masih hangat gini, jangan belajar dulu istirahatlah!" titah nenek.
" Iya nenek"
"Untuk sementara nenek akan di sini untuk merawatmu dan kamu harus pulang kesini,mengerti!" ucap nenek tak terbantahkan.
"Neeekk.......Sifa kan harus kerja, kalau Sifa pulang kesini Sifa jauh nek, gimana kalau Sifa pulang malam?" rengek Sifa.
"Dasar anak nakal! Lagi siapa suruh kamu kerja, nenek masukin kamu ke sekolah elit biar kamu fokus dengan pelajaran, berbagai olimpiade, kalau masalah kerja nanti setelah kamu 21 tahun pun kamu bisa bekerja di perusahaan almarhum papah kamu," oceh nenek yang pusing dengan jalan pikiran Sifa.
"Nek.....aku nyaman, dengan ini aku sibuk dan tidak terlalu bersedih memikirkan papah dan mamah," bujuk Sifa dengan mata yang berkaca-kaca.
"Tapi kamu membuat nenek khawatir nak," ucap nenek yang tidak tega melihat Sisil, nenek langsung memeluk erat cucunya.
"Baiklah...kamu boleh lanjutkan, tapi jika libur kamu pulang kesini"
" Makasih nek"
Pagi harinya Sifa sudah rapi dengan seragam sekolahnya, gadis itu sedang merapikan penampilan dan memoles lipsbalm di bibirnya agar tidak terlihat pucat. Keadaan nya saat ini sudah mendingan walaupun masih sedikit demam, tapi Sifa tetap ingin masuk sekolah. Gadis itu di undang rapat untuk persiapan olimpiade matematika, dan hari ini juga dia harus masuk kerja, kemarin dia sudah ijin akan tidak enak jika harus ijin lagi.
Setelah dirasa sudah cukup Sifa segera meraih tas dan turun kebawah.
"Pagi nenekku sayang!" sapa Sifa yang langsung bergelayut di pundak nenek.
" Kamu sudah kuat berangkat sekolah hari ini?"
" Sudah nek," ucap Sifa dan duduk untuk sarapan.
"Jangan di paksa masuk kerja jika kondisimu belum baik nak"
" Iya nek....nanti Sifa kabarin nenek ya."
Sifa dan nenek menikmati sarapan pagi ini dengan nasi goreng bakso dan telor mata sapi buatan Bi Tum. Nasi goreng kesukaan Sifa selalu tersaji setiap Sifa pulang kerumah ini. Dan tidak ketinggalan coklat panas yang membuat mood Sifa naik.
"Owh iya Bi?" panggil Sifa saat Bi Tum meletakkan coklat panas di samping Sifa.
"Kenapa non?"
"Pak Dayat udah benerin motor Sifa belum bi?"
"Sudah siap di pakai non motornya," kata Pak Dayat.
"Ok deh Bi makasih ya Bu" ucap Sifa dengan senyum manisnya.
Setelah Sifa minum obat kemarin Sifa segera meminta Pak Dayat untuk mengurus motornya di sekolah.
" Sepertinya nenek agak lama disini."
"Bagus donk nek, Sifa masih kangen sama nenek."
" Nenek belum tenang jika cucu nakal nenek ini belum ada yang menjaganya," ucap nenek yang membuat Sifa menghentikan pergerakan di tangannya dan langsung menoleh ke nenek.
"Maksud nenek?"
"Nenek akan mencari pendamping buat kamu, nenek akan menjodohkan kamu dengan anak dari sahabat nenek."
Deg
"Apa nek?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Lyeend
aku teka,mesti jodohnya sifa ialah c vino🤣🤣
2024-03-21
1
Naura Kamila
semangat sifaaaaaa
2023-06-03
2
gia nasgia
Next
2023-02-16
0