Rahasia CEO Dan Sekretarisnya

Rahasia CEO Dan Sekretarisnya

Bab 1

Hembusan angin yang menyejukkan, tetapi suasana disana tak sesejuk angin yang telah pergi dan kembali.

“Pak, mereka berdua ini ingin berbuat mesum di desa ini.” Ucap salah satu seorang warga

“Nikahkan saja mereka pak!” Perintah warga yang lain

“Tenang... Tenang... para warga kita diskusikan dulu.” Ucap Pak rt yang di desa itu. Pak rt mempersilahkan masuk kedua keluarga itu masuk ke rumahnya.

Pak rt pun, membicarakan hal ini ke keluarga anak yang telah di tuduh ingin berbuat yang tidak senonoh.

“Pak rt, anak kami ini masih dini untuk di nikahkan, ini cuma salah paham pak.” Ucap ibu dari anak perempuan

“Iya pak, cucu saya juga belum bisa apa apa, bagaimana bisa seusia mereka harus nikah dan menjalani bahtera rumah tangga.” Ucap Seorang kakek kakek membela cucunya

Pak rt pun juga berpikiran hal yang sama seperti kedua belah pihak, bagaimana bisa seorang perempuan seusia Almira (15), menikah dengan lelaki yang seusia Ridwan (17). Mereka berdua masih menuntut ilmu belum bisa berbuat apa apa.

“Pak rt, mimi masih mau sekolah. Mimi dan kak Iwan gak berbuat apa apa, ya kan kak?” Mimi pun bersuara

“Iya pak, saya tadi hanya ingin menolong mimi dari laba laba yang berada di belakangnya, karena mimi takut laba laba.” Ucap Ridwan

“Tuhkan pak, cucu saya gak berbuat apa apa, hanya ingin menolong saja.” Kakek itu membela cucunya lagi

“Anak saya juga bilang, kalau mereka itu lagi belajar, Iwan mengajari mimi karena mimi selalu belum ngerti apa yang di ucapkan gurunya.” Ucap ibu perempuan itu

“Pak, tolong mengertilah apa yang di ucapkan Bapak ini dan istri saya.”

Pak rt terlihat bingung, lalu dia memutuskan.

“Kita tanya ke warga saja, pak, bu, saya sulit untuk memutuskan.”

“Ya sudah kita ke depan dulu yu, bu.” Ucap bapak dari pihak perempuan

Semuanya yang ada di dalam rumah tersebut pun keluar rumah. Di luar sana masih ada warga yang masih setia menunggu jawaban.

“Gimana pak rt?” Tanya salah seorang warga

“Apa kesepakatan kalian semua, kalau mereka berdua tidak di nikahkan?” Tanya pak rt ke warganya

“Perempuan itu tidak bisa di nikahkan dengan anak laki laki kami.”

“Setuju!” Sorak warga

“Gimana ini pa, anak perempuan kita tidak bisa menikah dengan kalangan orang di desa ini.” Ucap sang ibu

“Yang sabar bu, pasti ada jalan lain.” Ucap bapak itu menenangkan istrinya

Pak rt mulai merasa ini keputusan terbaik, tapi ini juga jadi masalah untuk ke dua keluarga. Apalagi keluarga dari anak perempuan itu.

“Saya setuju, atas keputusan para warga.” Ucap kakek dari pihak laki laki, berbicara secara tiba-tiba.

Keluarga dari pihak perempuan terkejut, atas keputusan yang di ambil secara sepihak.

“Pak Nana, saya berjanji setelah cucu saya sudah dewasa nanti, saya akan nikahkan dia dengan putri Pak Nana.” Itulah yang di janjikan kakek yang bernama Rudi, kepada pihak perempuan.

“Apakah janji itu akan bapak tepati?” Tanya ibu Santi, ibu nya Almira.

“Iya, akan saya tepati, setelah pulang dari sini saya akan berbicara dengan putra saya.” Ucap kakek Rudi

Kedua orang tua perempuan itupun merasa lega, mungkin inilah jalan takdir putrinya.

Semua warga sudah bubar semuanya, dan pulang ke rumahnya masing-masing termasuk keluarga anak anak tadi.

Sesampainya di rumah.....

“Iwan ke kamar dulu ya, kek.”

“Iya, sana istirahat dulu.”

Kakek menuju telepon rumahnya, yang ada di samping sofa di ruang tamu, untuk menelepon anaknya yaitu ayah dari cucunya.

[Halo, Fandi]

[Ini Sinta, pak, ada apa ya nelpon]

[Kasih ke Fandi telponnya, Sin]

[Bentar, pak] “Mas, ini ada telpon dari bapak, untuk kamu.”

Fandi pun berjalan ke arah telepon yang di pegang Sinta.

[Ada apa ya, pak. Apa Iwan sakit atau ada biaya tambahan]

[Kamu cepat pulang ke desa, ada yang ingin bapak bicarakan ke kamu]

[Emang gak bisa lewat telepon gitu, pak]

[Gak bisa, kalau bisa kamu besok pulkam nya]

[Ya udah besok aku akan kesana, assalamualaikum]

[Waalaikumssalam]

Obrolan dalam telpon pun terputus...

Pagi hari....

“Assalamualaikum.”

Di dalam rumah. “Siapa ya kek? pagi pagi datang ke rumah.”

“Biar kakek yang bukain, kamu selesaikan makan dulu.” Jawab sang kakek

Kakek pun berjalan ke arah pintu depan, lalu membuka pintunya.

“Waalaikumsalam, oh kamu Fan. Ayo masuk.”

Fandi pun dan istrinya masuk rumah di ikuti kakek Rudi. Mereka berdua duduk di sofa yang ada di ruang tamu di sana.

“Langsung ke intinya pak, ada masalah apa sampai sampai aku harus datang langsung ke sini.” Fandi pun berbicara langsung tanpa di suruh.

Ketika kakek Rudi ingin menjawab, Iwan datang k ruang sana (ruang tamu).

“Siapa kek yang dateng... Ayah, bunda, kok ga bilang bilang kalau mau datang ke sini.” Iwan langung memeluk kedua orang tuanya, setelahnya dia duduk di sofa yang kosong.

“Iwan, kamu sana pergi ke sekolah dulu ini udah agak siang.” Ucap kakek Rudi

“Sebentar lagi, aku mau ngobrol dulu sama ayah dan bunda.” Balas Iwan

“Nanti ngobrolnya setelah pulang sekolah, sekarang kamu pergi sekolah dulu.”

“Ya udah aku pergi ke sekolah.”

Iwan pun bersalaman dengan kakeknya, ayahnya, dan ibunya dengan takzim, setelah itu Iwan pun mengucapkan salam lalu pergi berangkat sekolah mengendarai sepedanya.

“Jawab pak, apa yang mau Bapak bicarakan.”

“Ini soal Iwan, kemarin Iwan dan temennya yang perempuan di tuduh berbuat yang engga engga. Akhirnya bapak menjanjikan ke orang tua perempuan itu, untuk menikahkan putrinya dengan Iwan, setelah Iwan dewasa nanti.”

“Apa pak? bapak menjanjikan itu ke mereka. Bapak gak bilang dulu ke Fandi masalah sebesar ini.” Fandi berdiri, setelah berbicara istrinya (Sinta) menyuruhnya duduk kembali, dan menyuruhnya sabar.

“Bapak kasian melihat mimi, temannya Iwan itu karena dirinya menanggung beban yang sangat besar jika tidak dijodohkan dengan Iwan. Yaitu dia tidak bisa menikah dari kalangan di desa ini.” Kakek Rudi berkata dengan perlahan supaya anaknya mengerti.

“Terus sekarang bapak mau apa? kenapa bapak menyuruh aku datang ke sini.”

“Bapak ingin kamu yang berbicara langsung dengan orang tua mimi, supaya kalau nanti bapak udah gak ada. Orang tua mimi tinggal nyari kamu untuk menagih janji.”

“Ya udah sekarang kita kesana pak.”

Setelah obrolan itu, mereka bertiga pergi menuju rumah Mimi, dengan berjalan kaki karena dekat dari rumah kakek Rudi. Sesampainya di sana, di rumah mimi hanya ada ibunya, bapak mimi sudah pergi ke ladang.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!