Pagi menjelang, seperti biasa Nara berangkat ke sekolah dengan mengendarai sepeda bututnya.
Walaupun di kelas elite, dia sama sekali tak gengsi ataupun malu.
"Nara."
"Eh, Tara. Tumben loe pake motor, mobil loe dimana?"
"Ada di rumah, eh berhenti dulu dong."
Nara menuruti perkataan, Tara. Dia pun menghentikan mengayuh sepedanya.
"Ada apaan sih, Tara?"
"Loe naik bonceng motor gwe, sembari loe tuntun sepedanya. Biar loe nggak capek mengayuh."
"Asik nech, tahu saja kalau gwe lagi males ngayuh sepeda sebenarnya."
Tanpa tunggu lama, Nara nangkring duduk di belakang jok motor milik Tara.
"Sudah belum?"
"Sudah."
"Kalau sudah ya turun," canda Tara terkekeh.
"Sialan loe."
"Let's go, bro. Yuk ojek jalankan motor loe .." Nara menepuk pundak Tara.
"Eits, enak saja gwe di katain tukang ojek. Awas kalau ntar loe nggak bayar, sepedanya gwe sita."
Sepanjang perjalanan kesekolah, keduanya terus saja bercanda ria tanpa.
"Nara, sebenarnya gwe suka dan sayang sama loe. Tapi belum tentu loe mau sama gwe."
Tara hanya bisa memendam rasa cintanya di dalam hati. Dia enggan mengatakannya secara jujur karena khawatir akan mendapatkan penolakan.
"Sialan, pagi-pagi sudah sama si Rina ganjen!"
Nara merasa cemburu melihat kebersamaan antara Ara dan Rina. Akan tetapi dia mencoba untuk biasa saja.
"Ehem, asik bener loe, Ra?" tegur Tara pada Ara.
"Iya dong, iri bilang bos. Tumben loe berdua bareng?"
Rina memandang tak suka pada, Nara. Wajahnya terus sja murung sejak kedatangan, Nara.
"Biasa saja wajah loe, tak usah manyun. Gwe nggak ganggu kemesraan loe dengan, Babang Le Min Ho."
Nara sengaja menyindir Rina.
"Sayang, teman loe kenapa sih? lagi kesambet kali ya? padahal gwe diem saja loh."
"Mulai dech jadi provokator. Tara, gwe mau ke toilet tiba-tiba perut gwe mules."
Nara pun perlahan meninggalkan parkiran motor . Dia sengaja pergi untuk menghindari melihat pemandangan yang tak mengenakkan tersebut.
"Sebenarnya gwe juga tahu, Nara. Kalau loe itu suka sama, Ara. Makanya gwe enggan untuk menyatakan perasaan cinta gwe ini," batin Tara terus saja berkecamuk.
*******************************************
Hari berganti hari, Nara merasa riang pada saat Rina berpamitan pada Ara jika dirinya terpaksa harus pindah sekolah ke Luar Negeri.
Karena papahnya di pindah tugaskan di Amerika untuk jangka waktu yang cukup lama.
Sementara saat ini, Ara juga lebih banyak nongkrong bersama teman-teman cowoknya dari pada bersama dengan Nara dan Tara.
"Bro, loe berani taruhan nggak sama kita-kita?" salah satu temannya menantang Ara.
"Memangnya taruhan apa sih?"
"Hem begini, loe berani nggak nembak sobat kental loe."
"What's, Nara maksud loe pada?"
'Yoi, siapa lagi men?"
"Memangnya mau taruhan apa dulu?"
"Begini, bro. Jika loe bisa jadian sama Nara, yah pacaran gitu. Seenggaknya satu bulan saja, kita-kita bakal nyerahin uang jajan kita selama sebulan buat loe."
"Ah, gwe nggak mau. Secara loe pada tahu kan? gwe nggak pernah kekurangan yang namanya duit. Buat apa gwe taruhan seperti ini?"
"Lantas apa dong, bro. Ini kan cuma sekedar untuk seru-seruan, ibaratnya uji nyali gitu loh."
"Lagian lumayan juga kan, uang jajan kita bertiga setara sama uang jajan loe. Lumayan kan, bisa digunakan loe untuk membeli satu motor ya walaupun hanya motor matik."
"Oke dech, gwe tertantang dengan tawaran loe semua. Secara sepertinya gwe mah nggak mudah untuk taklukin, Nara."
Tanpa sepengetahuan Ara dan teman-temannya, Tara mendengar akan hal itu.
"Ya ampun, jahat banget tuh si Ara mau dapetin hati Nara hanya untuk taruhan saja. Ini nggak bisa di biarin, kasihan juga Nara jika memang dia terjebak nantinya dalam cinta palsu, Ara."
"Aduh, sayangnya gwe nggak ada bukti yang akurat. Secara gwe nggak merekam pembicaraan antara Ara dan CSnya."
"Bagaimana caranya supaya gwe bisa mengungkapkan pada Nara tentang kebusukan Ara ini?"
Tara mulai mencari cara supaya, Nara tak bisa jadian dengan Ara. Karena Tara tak ingin kelak Nara sakit hati jika mengetahui akan hal ini. Dimana Nara hanya untuk ajang sebuah taruhan.
Sementara Ara juga mulai melancarkan aksinya. Dia tak ingin berlama-lama untuk bisa memenangkan taruhan ini.
"Hay, Nara."
Ara langsung saja duduk di sebelah bangku yang sedang di duduki oleh, Nara.
"What's happen, Babang Le Min Ho?"
Nara asik dengan buku bacaannya.
Sudah menjadi kebiasaan Nara, jika waktu istirahat sekolah dia membaca buku cerita atau novel. Jarang baginya berlama-lama di kantin.
"Nara, gwe ingin ngomong penting banget sama loe. Bisa nggak sejenak loe hentikan membacanya?"
"Emang, mau ngomong apaan sih? tumben wajah loe serius begitu?"
"Makanya tutup dulu buku bacaannya, baru gwe bisa ngomong dengan nyaman."
Akhirnya Nara menuruti kemauan Ara, dengan menutup buku bacaannya. Kebetulan kelas sepi, semua sedang ada di kantin. Ara pun lekas melancarkan aksinya.
Dia meraih kedua tangan Nara dalam genggamannya.
"Eh-eh-eh, loe apa-apaan sih?"
Wajah Nara mulai bersemi merah, dia mulai tak bisa menahan rasa panik, gugup, gelisah. Semua rasa bercampur menjadi satu.
"Nara, gwe ingin sekali mengatakan hal ini sejak lama. Tapi gwe nggak pede dan gwe susah pesimis dulu."
"Nara, sejak lama sebenarnya gwe suk dan cinta sama loe. Gwe nggak berani menyatakan rasa ini karena pasti loe nggak akan percaya dengan gwe."
"Sengaja gwe manasin loe, dengan pacaran sama Rina, sama cewek-cewek di school sini. Tetapi loe sama sekali nggak peka juga."
"Deg deg deg deg" tiba-tiba jantung Nara berdetang sangat kencang.
"Nara, kenapa loe diam saja? loe nggak percaya dengan apa yang gwe katakan?"
"Jangan percaya, Nara. Ara nggak serius dengan, loe. Dia hanya pura-pura saja, secara tadi gwe nggak sengaja dengar percakapannya dengan gengs motornya, loe hanya buat taruhan saja."
Tiba-tiba Tara datang dan mengatakan semua itu pada, Nara. Ara langsung melepaskan genggaman tangannya pada, Nara.
Dia pun segera bangkit berdiri.
"Heh, cupu. Loe pikir loe siapa? jujur, gwe nggak suka dengan cara licik loe seperti ini. Gwe juga tahu kalau loe juga diam-diam suka sama, Nara. Iya kan?"
"Loe sengaja mengatakan kebohongan ini, supaya Nara benci sama gwe. Dan dia milih loe!"
Ara mendorong tubuh Tara hingga membentur tembok kelas.
"Eh, sudah! kenapa malah kalian bertengkar? selama ini kan kita bertiga sobat baik, kok jadi seperti ini?"
Nara mencoba melerai pertengkaran antara Ara dan Tara.
"Nara, gwe nggak suka cara Tara seperti ini. Jika memang dia suka sama loe, seharusnya kita bersaing secara sehat. Bukan dengan menghasut loe mengatakan hal buruk tentang gwe." Ara mengelak tuduhan dari Tara.
"Nara, gwe nggak mengatakan hal buruk. Tetapi gwe katakan yang sebenarnya, hanya sayangnya gwe nggak merekam pembicaraannya dengan teman-temannya." Tara mencoba meyakinkan Nara.
"Ara, sejak loe masuk grup motor itu. Sikap loe perlahan mulai berubah. Loe sudah nggak seperti dulu lagi, menjauh dari gwe dan Nara. Loe pasti nggak sadar kan?"
"Ara, gwe mohon. Jangan lanjutkan taruhan loe itu, kita sudah berteman lama dengan Nara."
Ara masih saja mengelak, bahkan tiba-tiba dia memukul wajah Tara hingga tak sengaja memecahkan kaca mata yang di kenakannya.
"Ara, sudah hentikan! kenapa loe sekarang berubah menjadi tempra mental?" Nara mencoba melerai.
"Apa yang di katakan oleh Tara memang benar kok. Sejak loe gabung dengan grup motor di school ini, loe jarang ada waktu buat gabung dengan kita." Tukas Nara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments