part 5

Dikhianati Suami dan Mertua

Part 5

"Ayo kita bicarakan di kamar," ajaknya dengan sikap dingin.

"Di sini aja bicaranya. Ayo, duduk sini," perintah Ibu mertua mau ikut mencampuri urusan anak dan menantunya. Baiklah, aku tidak mengapa. Sekarang, semuanya bukan apa-apa bagiku. Aku di sini hanya menunggu waktu yang tepat untuk mengungkap segalanya. Di mana waktu mereka akan berbahagia, disaat itu pula mereka akan menerima luka yang menganga.

"Iya, Bang. Di sini aja," kataku seolah mendukung titah Ibu.

Bang Irwan mengalah. Ia menggeser kursi di sebelahku lalu duduk. Untuk beberapa saat ia menundukkan kepala, lalu menarik napas dalam-dalam dan mengeluarkannya perlahan.

"Dewi ...." Setelah menyebut namaku, ia jedah sejenak, kemudian berdehem. Gurat wajahnya tampak tidak tenang. Seperti di bawah tekanan.

"Abang akan menikahi Salwa secara sah," ucapnya dengan wajah sendu.

Mendadak seperti ada yang meninju dadaku. Meski aku yakin ini akan terjadi, namun mendengarnya hati sangat sakit sekali.

"Oh, bagus itu, Bang." Berusaha tampak tenang. Dan mendukung niatnya untuk menikahi Salwa secara KUA. Ya, segeralah menikahinya, agar segera pula aku mengungkap kebenarannya.

"Kamu ... nggak keberatan, Dek?" Matanya lurus menatap mataku.

"Apa pedulimu aku keberatan atau tidak, Bang?" tanyaku geram, namun berusaha tetap tenang.

"Ya sudah, segeralah menikahinya. Jangan menunggu lahiran, agar anak itu punya satatus yang jelas. Dan di akta kelahiran status anak itu adalah anakmu," ujar Ibu. Sama sekali tak memikirkan perasaanku.

"Tapi ... Dewi?" Seolah mengkhawatirkan perasaanku.

"Kan, dia sendiri yang bilang. Terlanjur basah, ya sudah mandi sekalian." Ibu mengulang perkataanku saat mengatakan Salwa akan diboyong ke rumah ini. Sejak kehadiran Salwa, Ibu berubah. Sikapnya dingin. Bahkan kami bagai perang dingin.

Tidak ada lagi canda tawa antara kami. Duduk berdua sambil mengenang masa mudanya dengan ditemani secangkir teh hangat dan roti. Aku tidak lagi mengadu kejadian apa yang aku lihat saat pergi ke pasar. Tidak ada lagi saling tukar cerita. Tidak ada lagi kehangatan itu.

"Percayalah, suatau saat Dewi pasti akan menerima Salwa. Ibu yakin sekali, karena Dewi sangat baik." Ibu menyanjungku. Senyum yang tak pernah kulihat lagi, kini ia ukir kembali. Sayang, sekarang itu semua palsu.

Menerima Salwa? Percaya diri sekali! Baiklah. Mendadak aku tidak sabar menanti pernikahan mereka. Agar secepatnya aku melihat mereka menangis dan menyesali semuanya.

Lelaki yang kini kurasa asing menyatukan kedua tanganku dan menggenggamnya, ditarik mendekati dadanya yang bidang.

"Aku tau ini berat bagimu. Tapi ...." Dia menjedah. Mungkin kerongkongannya terasa ada yang mencekat. Jika tahu ini berat bagiku, seharusnya tidak melakukan semua ini.

"Di rahimnya ada anakku. Dia memintaku menikahinya secepatnya. Jika tidak, dia akan mencelakai anakku, Dek," sambungnya setelah diam sejenak.

"Kamu ini bagai mana, sih, Irwan. Anakmu lebih penting. Buat apa memikirkan perempuan yang tidak mengandung anakmu. Segeralah menikahinya, sebelum terjadi apa-apa," sahut Ibu. Rasanya dia sudah gerang melihat anaknya yang masih peduli dengan diriku. Yang menurutnya mandul. Aku tersenyum sinis. Ibu dan anak sama naifnya. Mengira janin itu adalah darah mereka.

Meski masih dengan intonasi lembut, namun tak kusangka Ibu sanggup berkata seperti itu padaku. Seakan aku tak pernah ada untuknya. Tidak pernah berguna baginya.

Kutarik tangan dari genggaman Bang Irwan. Ingin menangis. Ya, ingin sekali menangis. Agar lega di dada. Namun, habis sudah air mata.

"Harap dimaklumi, ya, Nak." Ibu berdiri dan mengusap bahuku. Sulit kutebak sikap Ibu. Sungguh!

Dengan susah payah aku mengukir senyum. Tidak akan kubiarkan Ibu melihat aku terluka. Justru, aku ingin melihat reaksi mereka nantinya. Bisakah menyembunyikan persaan mereka yang sebenarnya?

"Kalau begitu, urusan ini sudah selesai. Minggu depan kandungan Salwa genap tujuh bulan. Kita fokus untuk membuat acara nujuh bulan. Dewi, bantu Ibu, ya."

'Aku? Bantu Ibu?' Tidak akan sudi aku berbagi tenaga untuk acaranya. Bahkan sepersen uangku pun tidak akan kuberikan untuk kekurangan keperluan ini dan itunya.

"Maaf, Bu. Besok mau pulang kampung. Ada urusan. Lag pula, Afni dan Salsa besok, kan pulang. Jadi ada yang bantu Ibu." Ya, Afni dan Salsa adalah adik Bang Irwan. Kebetulan mereka besok pulang karena libur kuliah. Jarak tempuh yang begitu jauh membuat mereka memilih untuk ngekost.

"Bisa apa mereka, masih bocah." Ibu mendengkus kesal.

"Kalau tidak dilatih dari sekarang, kapan mereka bisanya, Bu. Jangan remehkan mereka." Aku tersenyum dalam hati melihat mimiknya dalam kebingungan. Sebab, menantu yang selalu diandalkannya tidak bisa membantunya. Mungkin dia berpikir, bagai mana nanti acaranya. Bisa-bisa berantakan.

***

"Kak, Dewi!" Seru dua orang gadis saat aku baru saja keluar dari kamar. Kedua gadis itu menubruk tubuhku bersamaan. Afni dan Salsa. Mereka berdualah yang masih membuat hatiku nyaman bila berdekatan.

"Mau ke mana?" tanya Salsa ketika melihat sebuah koper kecil di sampingku.

"Mau pulang, ada urusan di kampung," jawabku berbohong.

"Yah ... padahal kita baru ketemu. Masa kakak pulang," rengek Salsa sambil memeluk manja tubuhku.

"Kapan kalian samapai?" Aku tidak mengetahui kepulangan mereka. Tiba-tiba sudah ada di rumah.

"Tadi malam jam sepuluh. Kakak sudah tidur. Jangan pergi, dong kak," bujuk Afni sambil mengayun-ayunkan tanganku. Mereka seperti anak kecil, membuatku sedikit terhibur. Mamun aku tidak bisa menuruti permintaan mereka. Aku sungguh tidak ingin royal waktu dan tenaga untuk acara mereka. Tapi, di hari acara, aku akan hadir.

Setelah berpamitan pada Ibu dan Bang Irwan, mereka mengantarku sampai bibir pintu. Tiba-tiba Salwa mendekatiku.

"Jangan lupa hadir di acara nujuh bulanku, ya. Aku punya kejutan istimewah untukmu," bisiknya sangat pelan. Namun, jelas di pendengaran.

" Oh, ya? Kalau begitu, aku juga akan menyiapkan kejutan lebih istimewah lagi buatmu. Anggap saja kita saling tukar kado. Kado siapa yang lebih spesial," balasku tidak mau kalah.

Kira-kira kejutan apa yang akan Salwa berikan padaku?

Terpopuler

Comments

Novianti Ratnasari

Novianti Ratnasari

ih kalau aku jadi Dewi udah minta cerai.buat apa tinggal am suami am mertua yang udah mengkhianati

2022-11-17

1

Sarini Sadjam

Sarini Sadjam

jadi gregetan..dewi sabar bgt..deh..

2022-10-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!