Terpaksa Menikah Dengan Pria Amnesia
"Ibu ... Ibu jangan tinggalkan Debora.”
Suara tangis yang memilukan seakan menggema, menyayat hati orang yang melihatnya. Seorang gadis kecil memeluk tanah yang masih merah dengan wewangian bunga di atas gundukan tanah tercium pekat. Gadis itu meraung, air matanya seolah tidak kering meskipun sejak pagi dia telah menangis.
"Debora sayang, sudah jangan sedih kan ada tante dan adikmu yang akan menemanimu." ucap seorang wanita cantik dengan suara lembut seraya mengusap punggung gadis kecil itu.
"Benar kata Tante. Ibumu sudah bahagia di sana jadi kamu harus ikhlas menerima kepergiannya." ucap Ayah Debora ikut bersuara, mengusap rambut hitam legam putrinya.
Sebagai satu-satunya orang tua Debora sekarang, dia ingin menghibur putrinya hingga kesedihan yang teramat dalam itu akan pudar seiring berjalannya waktu.
"Ayah, Debora sangat sayang dengan Ibu, tapi kenapa Ibu secepat ini meninggalkan Debora?" tanya Debora sambil masih terisak.
"Sstt ... Ayah mengerti akan kesedihanmu tapi jika kamu sedih nanti ibumu akan sedih, apakah kamu ingin melihat Ibu sedih?" tanya ayahnya.
"Tidak, Ayah," jawab Debora.
"Kalau begitu berhentilah menangis, kita sekarang pulang," ucap ayahnya.
"Tapi Debora masih kangen sama Ibu," jawab Debora.
"Besok kita ke sini lagi, sekarang sudah sore kita pulang," ucap wanita cantik tersebut sambil membantu Debora untuk berdiri.
Debora dengan pasrah mengikuti langkah wanita cantik tersebut tanpa bicara, hanya air mata tidak berhenti keluar, mereka meninggalkan area pemakaman menuju ke mansion milik orang tua Debora.
Debora berjalan ke arah kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya kemudian berbaring di ranjang sambil memeluk foto Ibu kandungnya yang baru saja meninggal karena penyakit jantung.
"Ibu ... kenapa meninggalkan Debora secepat ini," ucap Debora lirih sambil terisak.
Karena lelah Debora tidur sambil memeluk foto Ibu nya dengan mata masih sembab akibat dirinya menangis tanpa henti karena kehilangan Ibu kandungnya yang sangat dicintainya.
*
Satu Bulan Kemudian
Tidak terasa waktu berjalan dengan cepatnya dan sudah satu bulan Debora kehilangan ibunya hingga suatu ketika ayahnya mendatangi kamar Debora.
Tok! Tok!
"Masuk," jawab Debora sambil bangun dari ranjangnya lalu bersandar di kepala ranjang.
Ayahnya membuka pintu dan berjalan ke arah Debora yang sedang memeluk foto Ibunya dengan wajah sedih membuat ayahnya tidak tega melihatnya.
"Debora, ada yang ingin Ayah katakan padamu," ucap ayahnya.
"Apa itu, Ayah?" tanya Debora sambil memalingkan wajahnya ke arah ayahnya.
"Ayah berencana ingin menikah lagi agar ada seseorang yang menemanimu dan tidak sedih lagi, jadi apakah kamu setuju?" tanya Ayah kandungnya.
"Ayah menikah dengan siapa?" tanya Debora.
"Dengan sekretaris Ayah, apakah kamu setuju?" tanya Ayah kandungnya penuh harap.
"Terserah Ayah saja," jawab Debora.
"Terima kasih, mungkin dengan Ayah menikah kesedihanmu bisa berkurang terlebih kamu juga ada temannya yang sebentar lagi menjadi adik tiri mu," ucap ayahnya kemudian mengecup kening putri kandungnya.
Setelah selesai berbicara Ayah kandungnya pergi meninggalkan Debora sendirian di kamarnya, sepeninggal ayah kandungnya Debora kembali berbaring di ranjang sambil memeluk foto ibunya.
Waktu berjalan dengan cepatnya hingga tidak terasa ayahnya kini resmi menikah dengan sekretarisnya di mana sekretaris tersebut yang menemani Debora waktu Debora sedang sedih dan sekretaris tersebut menghibur dirinya.
Saat itu Debora berumur delapan tahun sedangkan adik tirinya berumur tujuh tahun awalnya Debora bisa melupakan kesedihannya karena ibu tirinya dan adik tirinya sangat baik padanya.
"Ayah, Ibu, Debora berangkat sekolah dulu," ucap Debora sambil mengecup punggung tangan ke dua orang tuanya.
"Hati-hati di jalan, Sayang," ucap ibu tirinya.
"Iya, Bu," jawab Debora.
Debora berjalan ke arah pintu utama dengan ditemani kepala pelayan karena ke dua orang tuanya masih mengobrol di ruang keluarga, Debora di antar oleh sopir menuju ke sekolahnya.
**
Di tempat yang berbeda, seorang remaja laki-laki berumur dua belas tahun berlari dengan langkah tergopoh-gopoh dengan wajah ketakutan. Napasnya menderu, keringat memenuhi wajah dan tubuhnya. Kakinya terasa amat sakit karena terhantam batuan beberapa saat yang lalu, namun ia paksakan untuk terus berlari sekuat tenaga.
Di belakang remaja itu, ada dua orang pria berbadan kekar yang terus mengejarnya. Tubuh mereka tinggi besar dengan mata tajam yang selalu menatap dingin. Remaja itu sesekali menoleh ke belakang, lantas memekik ketika melihat jarak di antara mereka mulai dekat.
Satu jam yang lalu, terjadi insiden besar. Remaja itu baru pulang dari suatu tempat bersama kedua bodyguard ayahnya ketika sebuah sedan tiba-tiba menghalangi jalan mereka. Salah satu bodyguard remaja itu keluar, ingin memeriksa apa yang terjadi.
Namun belum sempat ia melontarkan sepatah kata pun, dari dalam mobil muncul sebuah moncong pistol yang mengarah padanya. Sepersekian detik setelahnya terdengar letusan keras, peluru melesat menembus kepala pria itu, membuatnya seketika terkapar di tanah tanpa sempat memikirkan apa yang terjadi.
Melihat kejadian itu, bodyguard yang tersisa segera bertindak. Ia langsung menyalakan mesin mobil, berniat untuk kabur. Namun lagi-lagi sebuah peluru melesat melewati kaca depan mobil, tepat mengenai bahu bodyguard itu hingga membuatnya berteriak kesakitan.
Pada situasi genting itu, bodyguard menoleh ke kursi belakang mobil di mana si remaja yang merupakan majikannya berada. Dia menyuruh remaja itu kabur secepat mungkin dan dia akan menghadapi penjahat itu sendirian.
Awalnya si remaja tidak setuju, dia tidak ingin meninggalkan bodyguard-nya, namun karena terus didesak, akhirnya remaja itu menurut. Dia langsung berlari secepat yang ia bisa setelah keluar dari mobil.
Dengan sisa tenaga yang ada, bodyguard itu melawan dua orang penjahat yang telah menembaknya dan rekan kerjanya. Baku hantam yang tidak seimbang terjadi dan hanya butuh dua puluh detik hingga akhirnya dia tersungkur ke tanah, lantas sepersekian detik setelahnya kembali terdengar letusan pistol. Bodyguard itu tewas seketika saat kepalanya tertembus peluru.
Dua orang penjahat itu bergegas mengejar si remaja. Meksipun jarak mereka yang sudah jauh, namun berkat tubuh mereka yang tinggi besar, dengan cepat remaja itu bisa disusul. Ia meronta dan berteriak minta tolong ketika dia akhirnya tertangkap oleh para penjahat itu.
Ia membayangkan akan ditembak seperti bodyguard-nya sebelumnya. Namun sepertinya Dewi Fortuna sedang berpihak pada remaja itu, saat moncong pistol sudah tepat di depan keningnya dan pelatuk pistol telah ditarik, senjata itu tidak mengeluarkan sebuah peluru pun. Pistol itu kosong, seluruh pelurunya telah habis.
Salah seorang penjahat mengumpat, mereka kemudian memukuli si remaja hingga membuatnya pingsan. Tubuh si remaja yang sudah terluka parah dan sepertinya tidak akan bertahan hidup lagi, mereka buang ke sebuah rumah kosong dekat kuburan. Kedua penjahat itu tertawa terbahak-bahak sebelum akhirnya melangkah pergi dari rumah kosong tersebut.
**
Sepulang sekolah Debora sangat merindukan ibu kandungnya sehingga ia meminta sopir yang sekaligus merangkap sebagai bodyguard untuk menemaninya ke kuburan. Tanpa banyak bertanya sopir menuruti permintaan Debora.
Kini Debora berada di area kuburan hingga dirinya mendengar sayup-sayup suara anak remaja yang meminta tolong membuat Debora mengikuti arah suara tersebut, namun ditahan oleh sopir tersebut.
"Nona mau kemana?" tanya sopir itu.
"Debora mendengar orang meminta tolong, Paman," jawab Debora.
Sopir tersebut mempertajam pendengarannya dan ternyata benar terdengar sayup-sayup orang meminta tolong membuat sopir tersebut mengikuti langkah suara tersebut.
"Nona bersembunyi saja dan ini ponsel milik paman Nona pegang jadi kalau ada apa-apa kabarin Ayah," ucap sopir tersebut.
"Baik, Paman," jawab Debora pura-pura patuh.
Sopir itu berjalan menuju sebuah rumah kosong. Dan tanpa sepengetahuannya, Debora diam-diam mengikutinya. Ketika mencapai daun pintu rumah kosong, sopir mengawasi dan mengamati sekitar rumah.
Di rasa aman sopir tersebut segera masuk ke dalam rumah kosong tersebut. Suara rintihan kembali terdengar, kali ini lebih jelas, hingga membuat si sopir segera mendekat ke sumber suara.
Berjarak sepuluh meter dari pintu masuk, tepatnya di sebuah dapur yang tidak terawat, si sopir melebarkan mata ketika menemukan seorang remaja laki-laki dengan kondisi yang menyedihkan. Kaki dan tangannya terikat di tambah darah memenuhi seluruh wajah dan tubuhnya. Mata remaja itu terbuka sedikit, bibirnya bergetar seperti hendak mengatakan sesuatu.
“Astaga!” Debora berteriak, bergegas menghampiri remaja itu. Sopir Debora seketika menghela napas panjang, mengetahui bahwa Debora sama sekali tidak menuruti perkataannya.
Dengan hati-hati Debora melepaskan ikatan tali di tangan dan kaki remaja itu dengan dibantu sopirnya.
“Aduh, bagaimana ini, Paman? Kakak ini sepertinya perlu dibawa ke rumah sakit.” Debora berucap panik setelah membantu remaja itu bersandar di dinding.
“T-tidak perlu.” Remaja itu berucap amat lemah, bibirnya bergetar. Ia kemudian menoleh ke arah Debora. “A-apa kamu membawa ponsel? Aku ingin menelepon orang tuaku.”
Buru-buru Debora mengulurkan sebuah ponsel milik sopirnya. Tanpa membuang waktu remaja tersebut mengambil ponsel yang dipegang oleh Debora kemudian menghubungi ayahnya untuk datang.
Untunglah panggilan pertama langsung di angkat oleh ayahnya. Setelah selesai membicarakan masalah yang dialaminya kepada ayahnya, remaja tersebut mengembalikan ponselnya.
"Terima kasih," ucap remaja tersebut sambil melepaskan kalung yang digunakan.
"Simpanlah kalung ini baik-baik karena kalung ini milik ibuku," ucap remaja tersebut.
"Aku juga, Kak. Simpanlah kalung ini baik-baik karena kalung ini milik ibuku," ucap Debora sambil melepaskan kalung peninggalan ibunya.
Tidak berapa lama orang tua dan bodyguard remaja itu datang untuk menjemput. Sopir Debora diberikan uang oleh orang tua remaja itu tapi tidak bersedia. Setelah mengucapkan terima kasih berkali-kali, mereka pergi dari tempat tersebut begitu pula dengan Debora bersama sopirnya.
***
Sepuluh Tahun Kemudian
Tidak terasa umur Debora menginjak delapan belas tahun, awalnya ibu tiri dan adik tirinya sangat baik padanya namun ketika Debora berumur sepuluh tahun ibu tirinya sering menyuruh Debora melakukan pekerjaan pelayan.
Debora sering mendapatkan perlakuan tidak adil oleh ayahnya yang cenderung membela adik tirinya, itu semua karena hasutan ibu tiri Debora.
Kebiasaan ibu tiri dan adik tirinya yang menghamburkan uang untuk berfoya-foya membuat keluarganya bangkrut dan tinggal di rumah sederhana.
Debora berkerja sebagai sekretaris sebagian uangnya digunakan untuk biaya hidup ke dua orang tuanya dan adik tirinya dan sebagian lagi untuk di tabung karena ayahnya mengalami stroke akibat bangkrut.
Pemilik perusahaan yang melihat Debora sangat pintar membuat pemilik perusahaan membiayai kuliah Debora hingga lulus kuliah selain itu Debora diberikan sopir pribadi untuk keperluan Debora membuat para karyawannya sangat iri dengan keberuntungan Debora.
Ketika Debora dalam perjalanan menuju ke tempat kuliah Debora melihat ada kerumunan orang membuat Debora meminta sopir kantor untuk menghentikan mobilnya kemudian Debora turun dari mobil dengan diikuti oleh sopir setianya.
Debora dan sopir tersebut menerobos masuk ke dalam kerumunan tersebut hingga mereka melihat seorang pemuda tampan dengan berlumuran darah tergeletak di pinggir jalan membuat Debora memberanikan diri mendekatinya untuk mengecek nadinya.
"Masih hidup. Paman tolong bantu angkat pria ini ke mobilku," pinta Debora ke para penonton.
"Tapi kami takut jadi tersangka," jawab salah satu pria tersebut yang enggan membantu.
"Betul," jawab mereka serempak sambil sibuk memfoto untuk disebarkan ke medsos.
"Nona, biar saya yang menggendongnya," ucap sopir tersebut sambil menggendong pemuda malang tersebut dengan di bantu oleh Debora.
Debora duduk di kursi belakang pengemudi mobil bersama pemuda tampan tersebut sedangkan sopir kantor mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi menuju ke rumah sakit.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
mamae zaedan
jodo masa depan
mampir thor☺️
2023-10-16
0
Sumawita
Pasti ini seru deh
2022-09-28
0
DenSus
baru up kok langsung jalan Daan Mogot tersendat
2022-09-25
0