Kolam

Mimpi kah? Nyata kah? Saat ia membuka mata, dekapan hangat terasa menyengat. Dalam pelukan suaminya, Kiara tak bergerak.

Mengulum senyum Kiara mengingat kembali bagaimana Dave membuatnya melayang malam tadi.

Ada rasa nyeri yang berdenyut di bagian bawahnya. Rasa itu bahkan tak seberapa lara karena Dave begitu handal dan berhasil membuatnya penasaran untuk mencobanya ulang.

Mata Kiara beralih ke arah jam dinding, rupanya sudah pukul empat pagi.

Remuk raganya, kaku otot-ototnya. Pelan-pelan Kiara bergerak untuk bangkit tapi kemudian Dave menariknya kembali.

"Ini masih belum pagi kan?" Suara Dave sulit keluar, masih parau nan berat saat terdengar tapi menentramkan.

"Dave."

"Masih malam bukan?" Ulang Dave.

Pelukan terus ia rekatkan. Dave nyaman dengan semungil kelembutan yang menempel pada pori-pori kulit kerasnya.

"Jam empat."

Kiara memutar tubuhnya, bibirnya sedikit meringis menahan sakit di area bawah.

"Lalu kenapa bergerak hmm?" Dave berkata tanpa membuka matanya.

Kiara tersenyum, bahkan dalam keadaan seperti ini, Dave selalu seksi. "Kiar mau pipis."

"Mau di gendong?" Berkerut kening, mata Dave berkedip-kedip hingga terbuka sempurna.

Melihat wajah Kiara secantik itu, Dave melabuhkan kecupan lembut. "Aku antar yah."

"Tidak perlu." Kiara duduk lalu mengikat rambut bergelombang miliknya.

Dave pandangi punggung mulus Kiara, ada tali kecil di pinggangnya. Ia tersenyum mengagumi keindahannya.

Kiara bangkit sambil meringis, lalu Dave menarik tangannya kembali. "Jangan sungkan, aku antar saja."

Kiara menggeleng. "Kiar malu."

"Apa yang membuat mu malu? Aku sudah melihat kepolosan mu dari ujung rambut sampai ujung kaki. Dan menurut ku, istriku selalu manis dalam keadaan apa pun."

"Gombal."

Dave terkekeh. Ia beranjak dari selimutnya, kemudian meraih dan memakai celana jeans miliknya.

"Aku ajak kamu ke suatu tempat."

Kiara berkerut kening saat Dave menariknya keluar kamar. "Tapi Kiara mau pipis!"

"Sekalian di sana, Sayang." Dave tak canggung, tak merasa malu, seolah mereka sudah mengenal lama.

"Tapi, ..."

Dave membungkam mulut Kiara dengan kecupan singkat. Lantas, mengangkat raga mungil wanita itu agar tak banyak mengutarakan alasan.

Kiara menurut untuk mengalungkan tangannya pada tengkuk Dave. Dress tipis itu masih menempel, tapi di bagian bawahnya tak ada satupun kain pelindung.

Menatap lekat wajah tampan Dave, Kiara terdiam. Sejujurnya Kiara mulai jatuh hati pada pembuka segel keperawanannya ini.

Mungkin benar ada cinta pada pandangan pertama. Buktinya, sebentar saja Kiara mengenal pria asing ini, ia mulai simpatik.

"Apa yang kau lihat?" Sembari menunggu lift terbuka Dave melirik sekilas pada wajah cantik Kiara yang bersemu merah.

Ting....

Langkah Dave memasuki sebuah lift. Ia menyuruh Kiara menekan tombol paling atas.

Kiara mempererat kalungan tangannya setelah dirasa cukup renggang.

"Kita mau ke mana?"

"Rooftop, di sana kita bisa melihat terbitnya mentari."

"Benarkah?" Kiara antusias. "Apa kita akan menunggu di rooftop sampai mentari terbit?"

"Hmm." Dave bergumam pelan, sesekali menorehkan jambang tipisnya pada telinga Kiara.

"Geli." Kiara terkikik kegelian. Entah lah, rasa nyaman mulai menggigit sebegitu kuatnya.

Bahkan semalam, Dave membuat Kiara menjadi wanita yang tidak tahu malu. Di bawah kungkungan laki-laki itu, Kiara mengerang kenikmatan.

Ting....

Pintu lift terbuka, Dave melangkah keluar kemudian menurunkan istrinya tepat di bibir kolam renang.

Ada pagar setengah dada yang melingkari kolam estetika itu. Ada banyak kursi malas, juga lampu-lampu dan lampion kecil.

"Uaaahhh." Kiara ternganga, takjub, dari sini Kiara bisa melihat sebagian kota Britania raya.

Alam masih gelap, kelap kelip lampu perkotaan masih memanjakan mata. "Cantik. Aaaa!" Teriaknya meluah kan suara.

Dari samping, Dave memandang lekat wajah Kiara, semalam desah gadis ini menyihir dirinya hingga berulang kali ia melakukannya.

Berbeda dengan Giselle yang tak lagi original, Kiara benar-benar masih perawan. Dengan rakusnya, selaput dara Kiara ia babat dan rasanya begitu nikmat.

"Kamu menyukainya?"

Tunggu, apakah hanya Dave pria dari kalangan mafia yang seromantis ini? Dave sendiri bertanya-tanya. Kenapa semudah itu Kiara merenggut hatinya.

Tersenyum antusias Kiara mengangguk secara cepat. "Iya, sangat, Kiara suka Mas."

Mendengar itu, Dave terkekeh, ia peluk Kiara dari belakang, mesra. "Terima kasih, sudah mengizinkan aku untuk masuk ke dalam hidup mu." Ucapnya.

Kiara menggeleng. "Bukan di izinkan, tapi memaksa." Katanya.

"Tapi enak kan? Atau masih sakit?" Dave berbisik menggelitik di telinga. Pria itu sedikit kecenderungan dengan geliatnya sang istri.

"Sakit, tapi, ..." Kiara memberhentikan katanya, digantikan dengan desah yang terlepas ke udara.

"Ough, Dave." Kiara mengerling ke bawah, tangan besar Dave telah sampai pada bagian sensitifnya.

"Katanya mau pipis." Dave berbisik.

"Makanya lepasin!" Tepis Kiara.

"Kenapa tidak sekarang saja?"

"Gila?" Kiara memekik.

"Tidak apa, jangan di tahan." Dave mengangkat tubuh mungil istrinya untuk didudukan pada tubir kolam renang.

"Dingin!" Sontak Kaki-kaki Kiara mengacung saat menyentuh air kolam.

Dave tergelak renyah, satu kali sentuh Dave menyalakan water heater yang dibuat khusus untuk menyetabilkan suhu air kolam.

Ia lantas menanggalkan celana jeans miliknya, lalu turun ke bawah, menenggelamkan tubuhnya ke dalam air.

"Pruuuuhhff!" Dave menyembul sembari menyemburkan air pada tubuh istrinya.

Kiara berteriak, tapi tertawa renyah, mereka bergidik kedinginan, namun tak ada satupun dari mereka yang mau beranjak. Saling melempar cipratan, keduanya bermain-main dengan air.

"Turun, pipis di sini Sayang." Dave menarik Kiara turun.

"Tidak!" Kiara menolak, menggeleng, tapi kemudian kakinya berhasil Dave tarik hingga terjun ke dalam air.

"Aaaa!" Setelah menyembul Kiara mendorong Dave dengan melompat. Dave terkekeh, ia peluk Kiara agar tak tenggelam.

Bergidik kedinginan di dalam air, keduanya saling menatap, kaki Kiara menggantung tak menyentuh lantai, pundak Dave yang menjadi penopang kedua lengannya. Wajah mereka sejajar.

Perlahan, air itu menghangat, menenangkan.

Dave sudut kan punggung Kiara pada dinding kolam. Sebelah tangannya bermain di area bawah.

"Aku mau pipis, singkirkan tangan mu!"

Dave justru asyik mempermainkan sesuatu yang menghasilkan desah parau. "Jangan ditahan, keluarkan sekarang."

Kiara menggeleng. Namun tak dipungkiri jemari Dave begitu nikmat dirasa hingga ia tak tahan untuk mengeluarkan cairan kuning yang hangat dari bagian terlarangnya.

"Kamu gila Dave!" Kiara terkikik, suaminya telah menyatu dengan dirinya, hingga hal yang tak seharusnya Dave sentuh, ia tak lagi merasa jijik.

"Kamu bahagia?" Tanya Dave.

Kiara mengangkat kedua bahu. "Entah lah, Kiara masih belum mengenal banyak siapa suami Kiara sebenarnya." Ungkapnya lirih.

Kiara menyentuh nama Giselle yang masih terukir manis di dada suaminya. "Siapa Giselle?" Lanjutnya bertanya.

Dave melirik sekilas tato di dada sebelah kirinya, kemudian kembali menatap wajah cantik alami istrinya. "Giselle, itu kamu."

"Hah?" Kiara mengulas kerut tipis di keningnya. "Aku?"

Dave mengangguk. "Giselle dalam bahasa Perancis dan Jerman artinya Ikrar. Giselle dalam bahasa Karakteristik artinya menghargai keindahan alam juga menciptakan keharmonisan. Giselle juga bisa berarti janji dan setia." Jelasnya.

"Aku mau, kau selalu ada di sisi ku, berjanji, setia, takkan pernah berubah, takkan pernah pergi, bersama-sama kita ciptakan keharmonisan, memupuk cinta, dan kasih sayang." Imbuh Dave.

Kiara terdiam, sampai sebuah kecupan menempel di bibirnya. Dave terpejam, memakan semungil kelembutan yang terasa candu baginya.

Setelah membuang sisa kain yang melekat. Dave mengangkat Kiara ke atas, ia dudukkan Kiara pada bibir kolam.

Membentang kedua paha, untuk di cecap bagian tengahnya. Mulus, ranum, kenyal, menggemaskan, Dave tak segan mengobrak-abrik isi dalamnya dengan indera perasa yang menggila.

Tubuh Kiara terhuyung, terdorong oleh remasan tangan besar Dave yang mengarah pada kedua bola kenyalnya.

Desah dan lenguh, menjadi penyemangat bagi Dave untuk terus meningkatkan kualitas permainan romansa nya.

"Kita lakukan, di sini, setuju kan?" Kiara mengangguk menurut. Tak ada alasan baginya menolak, hawa dingin ini membuat tubuhnya menginginkan kehangatan.

Cukup dengan satu pemanasan, Dave tarik Kiara turun, Dave memang gila, ia bahkan memulai penyatuan dalam air. Cukup sulit, tapi masih bisa dilakukannya.

"Gimana kalo ada yang datang?" Tersengal, Kiara berujar pengandaian.

Sesekali berteriak, saat Dave menghentak tubuh intinya. "Gimana kalo ada helikopter lewat? Lalu, merekam perbuatan kita."

"Aku tidak peduli." Desah Dave.

Terpopuler

Comments

Yuyu sri Rahayu

Yuyu sri Rahayu

hareudang2 panas2 jadinya mlm 2 baca ini jd pengen ayo paksu gasken /Facepalm//Facepalm//Facepalm/

2025-02-08

0

Kasacans 5924

Kasacans 5924

nnt klo gisel dtmg gmn nasb kaira

2024-10-11

0

3sna

3sna

najis kmn2

2024-10-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!