Penolakan Ikram

"Aku pulang, Ma." Hanan berteriak sembari melepas kaosnya yang dipenuhi dengan keringat. 

Tidak ada jawaban, hanya suara dentuman jam yang terdengar. Alifa dan Adiba pun tak ada di rumah. Hanan celingukan menyusuri setiap ruangan.

"Apa mama tidur ya?" Meletakkan bajunya di keranjang kotor. 

Hanan membuka pintu kamar Ayu. Matanya kembali mengelilingi sekitar. Bulu halusnya merinding mengingat cerita temannya yang membahas tentang hantu. "Mama…" panggilnya lagi. 

Tetap sama, tidak ada jawaban yang membuat Hanan menebak-nebak. 

Apa mungkin mama belanja. 

Hanan bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri setelah tak mendapati siapapun di rumah. 

Tidak ada lagi kata manja. Hanan sudah mandiri. Sekalipun tak pernah meminta bantuan Ayu. Juga tak merepotkan sang mama yang akhir-akhir ini semakin sibuk. 

Setelah rapi Hanan  duduk di teras rumahnya. Matanya terus menatap ke arah jalan, berharap Ayu cepat pulang. 

Ninik datang dengan Alifa dan Adiba.

"Mama di mana, Nak?" tanya Ninik mengikuti mata Hanan memandang. 

Hanan menggeleng tanpa suara. Wajahnya layu mengingat ucapan mamanya saat di bengkel. 

Apa uang mama habis untuk bayar tadi. Mulai sekarang aku harus hati-hati lagi supaya tidak merepotkan mama, ucap Hanan dalam hati. 

Ninik mengajak anak-anak masuk ke dalam karena hari mulai gelap. Tak berselang lama suara salam menggema dari balik pintu yang sedikit terbuka. 

Hanan dan kedua adiknya langsung berhamburan memeluk Ayu yang baru saja tiba. 

"Mama dari mana saja?" tanya Hanan tanpa melepas pelukannya. 

Ayu tersenyum. Mengusap kepala ketiga anaknya bergantian. 

"Tadi mama __" Ayu menghentikan ucapannya. Tidak mungkin ia menjawab jujur, pasti Hanan akan bersedih dan merasa bersalah. 

Ayu menggiring anak-anak duduk. Menatap mereka bergantian. Sementara  Hanan, bocah itu mengulurkan tangannya menyentuh pipi Ayu yang terkena noda hitam. 

"Pasti tadi mama bersih-bersih di bengkel untuk membayar biaya perbaikan sepeda?" tebak Hanan dengan suara lirih. 

Kedua matanya berkaca-kaca dan menyandarkan kepalanya di dada Ayu. 

"Gak, Nak. Ini tadi mama gak sengaja." Ayu mengusap pipinya dengan asal. Berusaha untuk menghilangkan noda yang tak mungkin bisa luntur begitu saja. 

Ninik hanya bisa mengangkat tangan menguatkan. Sebagai tetangga sekaligus sahabat ia harus bisa menjadi pendukung Ayu supaya tetap kuat menghadapi kenyataan pahit itu. 

Panjang lebar Ayu menjelaskan pada  Hanan untuk tidak memikirkannya. Sedikit demi sedikit ia mengatakan sesuatu yang memang harus di lakukan demi bertahan hidup. 

"Jadi kakak gak boleh sedih, harus semangat belajar supaya bisa menjadi anak yang pintar."

Seketika itu Hanan berlari ke kamarnya dan membuka buku, sedangkan Ninik pamit pulang karena sudah malam. 

Hampir seharian penuh Ayu tak memegang ponsel, selain sibuk dengan hari ulang tahun Hanan, ia juga harus menghemat kuota yang semakin menipis. 

Ayu membuka karya yang ia daftarkan kontrak kemarin. Senyum merekah saat mendapat kabar bahwa tulisannya diterima kontrak. Bahkan ia tak bisa membendung air mata kebahagiaan. 

"Aku gak salah lihat, kan?" Ayu memastikan nya kembali. Membaca dengan teliti tulisan itu. 

Benar, ternyata karya yang diajukan lolos kontrak, namun ia harus mengisi formulir terlebih dahulu sebelum melanjutkan nya lagi.

Selain nama pena dan beberapa data pribadi, ternyata Ayu juga harus mengisi nomor rekening. Sedangkan saat ini ia tak memilikinya, karena sudah mengembalikan semua pemberian Ikram termasuk buku tabungan. 

Ayu berdecak kesal. Meletakkan ponsel nya lagi di atas meja. Sebab, saat ini ia belum memiliki uang untuk membuka rekening. 

Mengingat-ingat kebutuhan selanjutnya. Ada kemungkinan ia akan segera membuka buku tabungan jika tak ada kebutuhan besar.

"Mama…" teriak Hanan dari arah kamar membuyarkan lamunan ayu. 

Ayu yang baru sadar bergegas menghampiri sang putra. Takut bocah itu membutuhkan bantuannya. 

"Ada apa, Nak?" tanya Ayu dari ambang pintu. 

Hanan menoleh tanpa berdiri, bibirnya seolah kaku untuk mengucap, namun ia tak bisa mengabaikan pesa ibu gurunya. 

"Besok hari ayah. Dan semua siswa disuruh datang bersama ayahnya masing-masing. Aku juga ingin seperti yang Lain, Ma," pinta Hanan mengiba. 

Ayu mendekati Hanan. Lalu berlutut di depannya. Ia pun bingung harus mengucap apa. Di satu sisi tak ingin mengecewakan Hanan, namun disisi lain kemungkinan besar Ikram tidak akan mau menuruti permintaan istrinya. 

"Telpon papa, Ma. Suruh dia datang ke sekolah ku," pinta Hanan lagi. 

Ayu menundukkan kepala, tak berani menatap wajah Hanan yang tampak penuh harap. 

"Bagaimana kalau papa tidak bisa datang, Nak?" jawab Ayu lirih. 

Hanan menangkup kedua pipi Ayu dan mendongakkan nya hingga keduanya saling tatap. 

"Aku gak mau ke sekolah kalau gak sama papa." Hanan merajuk dan membuang muka ke arah lain. 

Terpaksa Ayu mengangguk, mengesampingkan ego yang menyelimuti. Bukan demi dirinya, namun demi anak. 

Ayu menghubungi Ikram lewat sambungan ponsel. 

"Halo, kamu pasti butuh uang," cetus Ikram. 

Hanan merebut ponsel yang ada di tangan Ayu kemudian menempelkan di telinganya. 

"Besok Bu Guru meminta murid datang bersama papa nya masing-masing, Pa. Aku mau papa datang," pinta Hanan polos. 

Terdengar helaan napas panjang. 

"Papa sibuk, jadi gak bisa datang. Mama kamu sudah membawamu pergi, itu artinya ia bisa melakukan apapun untuk kamu. Jangan minta bantuan papa." 

Buliran bening mengalir begitu saja membasahi pipi Hanan. Ia tak sanggup membendung air matanya mendengar penolakan Ikram, bahkan pria yang masih dianggap papa itu menutup teleponnya sebelum Hanan melanjutkan ucapannya. 

Ayu mengusap air mata Hanan dan memeluknya. 

"Besok mama yang akan menjadi papa. Mama akan berdandan seperti papa. Hanan jangan sedih lagi." Mengusap punggung Hanan yang bergetar hebat. 

Meskipun masih sangat kecil, ucapan Ikram mampu menancap di ulu hati Hanan dan sampai kapanpun tak akan pernah terlupakan. 

Hanan sudah lebih tenang telah mendapat pitutur dari Ayu. Ia mulai fokus dengan buku yang ada di depannya. 

Ayu kembali ke kamar. Membuka lemari dan memilih baju yang akan dipakai untuk acara besok. 

Pilihannya jatuh pada kemeja putih bergaris dan rok hitam panjang. Itu adalah baju yang akan membuatnya berperan sebagai seorang ayah. Setidaknya sudah berusaha untuk menjadi kedua orang tua sekaligus. 

Sebelum berbaring di atas ranjang, Ayu menghubungi kepala sekolah. Menjelaskan bahwa ia yang akan mewakili ayah Hanan yang tidak bisa hadir. 

Meskipun kamu kehilangan seorang ayah, tapi kamu akan tetap mendapatkan kasih sayang yang lebih dari mama, Nak. Jangan takut sendiri. Karena sampai kapanpun mama akan menjadi yang terbaik untuk kalian. 

Menatap kedua putrinya yang meringkuk dibalik selimut. Ayu sudah memutuskan untuk tidak menikah dan lebih mementingkan anak-anak. Sebab, mereka lebih berharga daripada kebahagiaannya sendiri. 

Terpopuler

Comments

Isabela Devi

Isabela Devi

Hanan gpp papa ga datang

2024-04-20

0

Neulis Saja

Neulis Saja

Hanan, you are a great kid 👍

2024-02-20

1

Truely Jm Manoppo

Truely Jm Manoppo

Semoga Hanan lebih mengerti keadaan Ayu ibunya ... 😭😭😭😭

2024-01-23

0

lihat semua
Episodes
1 Perdebatan
2 Single Mom
3 Pergi
4 Kehidupan baru
5 Keberanian Ayu
6 Hanan sakit
7 Jalan-jalan
8 Menulis
9 Belum berhasil
10 Salah paham
11 Gagal
12 Ponsel baru
13 Tegas
14 Lembur
15 Ulang tahun Hanan
16 Musibah lagi
17 Penolakan Ikram
18 Pusat perhatian
19 Bab 19. Datang ke pernikahan
20 Percaya diri
21 Berubah
22 Bohong
23 Minta sekolah
24 Fitnah
25 Benci
26 Kesempatan
27 Kemarahan Harini
28 Ke rumah Ayu
29 Mengembalikan
30 Rencana Rani
31 Misi Harini
32 Julid
33 Salah paham
34 Mengintai
35 PDKT
36 Menolak
37 Hadiah dari Angga
38 Awal perjuangan
39 Bujukan Angga
40 Mempermalukan Ikram
41 Panggilan Papa
42 Melamar
43 Tidak setuju
44 Sandiwara
45 Ketahuan
46 Datang ke kantor
47 Penjelasan Angga
48 Mencari pilihan
49 Panik
50 Memperkenalkan diri
51 Mendekatkan
52 Cemburu
53 Kekesalan Angga
54 Datang ke rumah
55 Pendekatan
56 Kekecewaan Ikram
57 Tragedi
58 Rumah sakit
59 Amnesia
60 Uang tahun Adiba
61 Hadiah dari Angga
62 Menjenguk
63 Curiga
64 Pendapat Om Surya
65 Tumbang
66 Sikap Rani
67 Marah
68 Berubah
69 Cemburu berat
70 Masakan khas
71 Janji
72 Terlambat
73 Nonton ala Angga
74 Rencana
75 Terbongkar
76 Menegaskan
77 Saudara
78 Berkunjung
79 Kejutan baru
80 Tawaran
81 Bimbang
82 Niat pergi
83 Berpisah
84 Penjelasan Irma
85 Ruko untuk Ayu
86 Hari pertama
87 Layyana Shop
88 Wejangan untuk Ikram
89 Lima tahun kemudian
90 Menginap
91 Kejutan
92 Rencana menikah
93 Pertemuan di kantor
94 Masa depan
95 Pujian untuk Ayu
96 Hari pernikahan
97 Kecelakaan
98 Sadar
99 Menjelaskan
100 Tak akan goyah
101 Orang suruhan
102 Detik-detik
103 Mengenang masa lalu
104 Sah
105 Pertama kali
106 Setengah
107 Pesta terakhir
108 Malam pertama
109 Hari pertama
110 Semakin akrab
111 Semakin cantik
112 Jalan keluar
113 Mengungkap perasaan
114 Berakhir ranjang
115 Resah
116 Kepergok
117 Bukti, bukan janji
118 Putus
119 Mantan
120 Diam nya Ayu
121 Akur
122 Sedikit aneh
123 Kemungkinan
124 Positif
125 Pertemuan orang tua
126 Berubah fikiran
127 Menerima dengan lapang
128 Harapan Baru
129 Kembar
130 Bantuan
131 Berkumpul
132 Lamaran
133 Pendarahan
134 Mencari Memet
135 Tertangkap
136 Mengubah nasib
137 Impian yang terwujud
138 Pengumuman
Episodes

Updated 138 Episodes

1
Perdebatan
2
Single Mom
3
Pergi
4
Kehidupan baru
5
Keberanian Ayu
6
Hanan sakit
7
Jalan-jalan
8
Menulis
9
Belum berhasil
10
Salah paham
11
Gagal
12
Ponsel baru
13
Tegas
14
Lembur
15
Ulang tahun Hanan
16
Musibah lagi
17
Penolakan Ikram
18
Pusat perhatian
19
Bab 19. Datang ke pernikahan
20
Percaya diri
21
Berubah
22
Bohong
23
Minta sekolah
24
Fitnah
25
Benci
26
Kesempatan
27
Kemarahan Harini
28
Ke rumah Ayu
29
Mengembalikan
30
Rencana Rani
31
Misi Harini
32
Julid
33
Salah paham
34
Mengintai
35
PDKT
36
Menolak
37
Hadiah dari Angga
38
Awal perjuangan
39
Bujukan Angga
40
Mempermalukan Ikram
41
Panggilan Papa
42
Melamar
43
Tidak setuju
44
Sandiwara
45
Ketahuan
46
Datang ke kantor
47
Penjelasan Angga
48
Mencari pilihan
49
Panik
50
Memperkenalkan diri
51
Mendekatkan
52
Cemburu
53
Kekesalan Angga
54
Datang ke rumah
55
Pendekatan
56
Kekecewaan Ikram
57
Tragedi
58
Rumah sakit
59
Amnesia
60
Uang tahun Adiba
61
Hadiah dari Angga
62
Menjenguk
63
Curiga
64
Pendapat Om Surya
65
Tumbang
66
Sikap Rani
67
Marah
68
Berubah
69
Cemburu berat
70
Masakan khas
71
Janji
72
Terlambat
73
Nonton ala Angga
74
Rencana
75
Terbongkar
76
Menegaskan
77
Saudara
78
Berkunjung
79
Kejutan baru
80
Tawaran
81
Bimbang
82
Niat pergi
83
Berpisah
84
Penjelasan Irma
85
Ruko untuk Ayu
86
Hari pertama
87
Layyana Shop
88
Wejangan untuk Ikram
89
Lima tahun kemudian
90
Menginap
91
Kejutan
92
Rencana menikah
93
Pertemuan di kantor
94
Masa depan
95
Pujian untuk Ayu
96
Hari pernikahan
97
Kecelakaan
98
Sadar
99
Menjelaskan
100
Tak akan goyah
101
Orang suruhan
102
Detik-detik
103
Mengenang masa lalu
104
Sah
105
Pertama kali
106
Setengah
107
Pesta terakhir
108
Malam pertama
109
Hari pertama
110
Semakin akrab
111
Semakin cantik
112
Jalan keluar
113
Mengungkap perasaan
114
Berakhir ranjang
115
Resah
116
Kepergok
117
Bukti, bukan janji
118
Putus
119
Mantan
120
Diam nya Ayu
121
Akur
122
Sedikit aneh
123
Kemungkinan
124
Positif
125
Pertemuan orang tua
126
Berubah fikiran
127
Menerima dengan lapang
128
Harapan Baru
129
Kembar
130
Bantuan
131
Berkumpul
132
Lamaran
133
Pendarahan
134
Mencari Memet
135
Tertangkap
136
Mengubah nasib
137
Impian yang terwujud
138
Pengumuman

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!