Menulis

Malam semakin larut, namun Ayu belum bisa memejamkan matanya. Ia terbangun, mencium Adiba dan Alifa bergantian. Menutup sebagian tubuh mereka dengan selimut kemudian bersandar di headboard. 

Mulai berpikir lebih luas supaya mendapatkan pekerjaan tetap dan penghasilan yang lebih besar, ia tidak mungkin bekerja seperti itu terus, takut tak bisa membuat anak-anaknya nyaman, terlebih mereka masih butuh banyak uang untuk melanjutkan pendidikannya. 

"Aku harus bisa dan tidak boleh menyerah sebelum berperang. Anak-anak harus menjadi orang yang sukses tanpa bantuan dari papanya."

Tak sengaja tangan Ayu menyenggol sebuah buku usang yang ada di meja samping ranjang. Ia membungkuk, memungut buku itu lalu membukanya. Ternyata itu adalah sebuah novel terkenal  yang sudah diangkat menjadi layar lebar. 

"Sudah lama aku gak baca buku." Membaca judul yang tertera di bagian simpul. Kemudian tersenyum dan membukanya. 

Kisah nyata. 

Sekelebat Ayu berpikir tentang hidupnya saat ini yang penuh dengan drama. Menutup bukunya lagi lalu turun dari ranjang. 

Tak jauh beda dengan dirinya yang sudah disakiti, dalam buku itu juga menjelaskan tentang penghianatan seorang suami.

Selama ini Ayu sering mendengar tentang seorang penulis hebat yang awalnya hanya ibu rumah tangga, dan itu membuatnya kepincut.

"Aku harus mencoba nya." Ayu beranjak dari pembaringan. Ia masuk ke kamar Hanan, nampak bocah itu terlelap dengan posisi miring. 

"Semoga kelak kamu menjadi anak yang soleh," ucap Ayu lirih, takut Hanan terusik dengan kehadirannya. 

Ia mengambil satu buku kosong dan pulpen lalu membawa ke kamarnya. 

"Aku mulai dari mana ya?" Ayu masih bingung. Memorinya kembali ke masa sepuluh tahun yang lalu, di mana ia dan Ikram saat pertama kali berkenalan. 

Jari lentiknya mulai mengayun. Menulis apa yang ada di otaknya saat ini. Kata demi kata mulai berjejer memenuhi buku. 

"Kayaknya terlalu lebay deh." 

Ayu merobek kertas yang sudah dipenuhi dengan tulisannya lalu membuang ke tong sampah. Berpikir keras lagi untuk memulai semuanya.

"Gimana sih caranya?" Mulai kesal karena tak bisa membuat tulisan yang bagus seperti yang ia bca. Mengambil buku yang tadi ditemukan lalu membukanya lagi. 

Bismillah 

Ayu kembali menulis perjalanan hidupnya di buku. Mencurahkan apa yang selama ini ia alami. 

Hampir satu jam, akhirnya ia bisa menulis beberapa lembar. Meskipun masih awut-awutan dan banyak yang tak sesuai, Ayu puas sudah menyalurkan apa yang ada di otaknya saat ini. 

Ternyata asik juga menulis seperti ini. 

Mengingat kembali nama-nama sang penulis yang sudah sukses membuat puluhan karya membuatnya semakin yakin akan terjun ke bidang itu. 

Ia membaringkan tubuhnya di samping Adiba. Mengurai rasa lelah dan akan melanjutkan besok pagi. 

Jam menunjukkan pukul delapan pagi. Usai membereskan rumah dan memasak, Ayu kembali ke kamar, namun sebelumnya ia memastikan anak-anak ada di sampingnya.

"Kak Hanan, jagain adik-adik, ya!" pinta Ayu pada anak pertamanya. 

"Iya, Ma," jawab Hanan malas, ia tak bisa menolak permintaan Ayu. Menjaga Alifa sudah menjadi  aktivitas hariannya. Bahkan, semenjak pergi dari rumah papanya, Hanan ikut andil dalam mengurus adik-adiknya terutama Alifa. 

Melihat mamanya sibuk di meja membuat Hanan penasaran. Ia memberikan mainan pada Alifa lalu beranjak, mendekati Ayu yang sepertinya tak menyadari keberadaannya. 

"Mama nulis apa?" tanya Hanan tiba-tiba mengejutkan Ayu. 

Ayu menoleh, mengusap lembut pipi sang putra yang sedikit terlihat tirus.

"Mama cuma pingin nulis cerita saja. Mumpung gak kerja." 

Wajah Hanan tertunduk lesu. Sudah tiga bulan ia tidak sekolah, dan itu yang membuat hidupnya kelabu. Setiap hari hanya bisa membaca buku pelajaran tanpa ada yang mengajar.

"Kapan aku sekolah, Ma?" tanya Hanan mengiba. 

Ayu meletakkan pulpen yang ada di tangan. Ia memang tak pernah melupakan tentang itu, namun uangnya belum cukup untuk kembali menyekolahkan Hanan. 

Menarik napas dalam-dalam. 

Aku tidak boleh membuat Hanan kecewa padaku. 

"Hanan pengen sekolah?" tanya Ayu memastikan. 

Hanan mengangguk cepat sambil tersenyum. Berharap penuh pada Ayu, karena hanya wanita itu satu-satunya tempat untuk mengadu semua keinginannya. 

"Iya, Ma. Aku ingin sekolah, tapi kalau mama gak punya uang gak papa kok, sekolahnya nanti saja." 

Mendengar itu membuat hati Ayu tersayat, mana mungkin ia tak memenuhi permintaan yang cukup sederhana itu. Bahkan, pendidikan  yang lebih utama dari apapun. 

"Hari ini mama akan mendaftarkan Hanan sekolah, jadi gak perlu sedih lagi." 

"Horeeee…" 

Hanan melompat-lompat kegirangan. Begitu juga dengan Alifa yang mengikuti gerakan sang abang hingga ranjang lapuk itu berbunyi. 

"Kalau aku kapan, Ma?" pinta Alifa kemudian. 

"Sebentar lagi, ya." 

Ayu mengambil dompet yang ada di laci lalu menghitung uangnya. 

Alhamdulillah, sepertinya ini cukup untuk membeli seragam dan keperluan lainnya. 

"Sekarang Hanan mandi, kita akan segera berangkat."

Ayu menatap punggung Hanan yang mulai menjauh. Berat, tapi ia tidak boleh mengeluh di depan anak-anaknya. Harus menjadi panutan mereka untuk menjadi orang yang kuat dalam keadaan apapun.

Ayu mengantar Hanan ke sekolah terdekat. Meskipun tak semewah sekolah yang dulu, ia berharap putranya bisa beradaptasi dengan baik. Selain ramah lingkungan, tempat itu juga bisa dijangkau dengan naik sepeda. 

"Besok beliin sepeda ya, Ma," pinta Hanan saat melihat beberapa siswa naik sepeda. 

"Iya," jawab Ayu cepat.

Yakin kalau kali ini ia bisa memenuhi permintaan Hanan. 

"Semoga betah sekolah di sini ya, Nak." Mengecup kening Hanan sebelum bocah itu masuk ke kelas baru nya. 

Kepala sekolah tersenyum saat Ayu berpamitan pulang. Mengantarkan wanita itu sampai ke halaman depan.

Untuk saat ini mama hanya bisa menyekolahkanmu di tempat sederhana ini, tapi mama janji akan membuat kalian menjadi orang-orang yang sukses. 

Ayu mengusap air matanya yang sempat lolos. Terkadang ia berpikir sudah gagal menjadi seorang ibu dan ingin menyerah, namun juga harus menjalani kenyataan yang terjadi, bahwa ia tak boleh kalah dengan keadaan yang mengimpit.

Disaat Ayu bingung dengan permintaan anak-anaknya yang menguras kantong, Ikram justru sibuk mempersiapkan pernikahannya dengan Rani. Pria itu akan menggelar pesta yang mewah seperti keinginan snag calon istri.

"Bagaimana kalau kita mengundang Ayu, Mas?" tanya Rani pada Ikram yang sibuk dengan ponsel di tangannya.

"Terserah kamu saja, aku yakin dia gak akan datang." Ikram mengucap sangat yakin.

Berpikir bahwa Ayu kini hanya wanita miskin yang tidak pantas datang ke pesta berkelas.

Rani tertawa puas sudah bisa menguasai seorang Ikram. Bahkan, bisa memiliki pria itu seutuhnya tanpa berbagi dengan wanita lain.

"Kalau dia datang bagaimana?" tanya Rani lagi.

Ikram tersenyum menyeringai

"Maka, aku akan memujinya sebagai wanita hebat."

Terpopuler

Comments

Sri Rahayu

Sri Rahayu

dasar kamu Ikram sama dgn pasangan mu Rani...manusia laknat....semoga Ayu mau datang bersama anak2nya....dan membuat kejutan utk Ikram dan Rani 🤩🤩🤩🤪🤪🤪

2025-01-20

0

G** Bp

G** Bp

pasangan lacknut...ga akan bahagia hidup kalian diatas penderitaan anak²..

2024-10-19

1

Angel_yoˢ⍣⃟ₛ

Angel_yoˢ⍣⃟ₛ

iyaa ayu harus jadi panutan anak nya jgn mengeluh ya yuk

2024-10-14

0

lihat semua
Episodes
1 Perdebatan
2 Single Mom
3 Pergi
4 Kehidupan baru
5 Keberanian Ayu
6 Hanan sakit
7 Jalan-jalan
8 Menulis
9 Belum berhasil
10 Salah paham
11 Gagal
12 Ponsel baru
13 Tegas
14 Lembur
15 Ulang tahun Hanan
16 Musibah lagi
17 Penolakan Ikram
18 Pusat perhatian
19 Bab 19. Datang ke pernikahan
20 Percaya diri
21 Berubah
22 Bohong
23 Minta sekolah
24 Fitnah
25 Benci
26 Kesempatan
27 Kemarahan Harini
28 Ke rumah Ayu
29 Mengembalikan
30 Rencana Rani
31 Misi Harini
32 Julid
33 Salah paham
34 Mengintai
35 PDKT
36 Menolak
37 Hadiah dari Angga
38 Awal perjuangan
39 Bujukan Angga
40 Mempermalukan Ikram
41 Panggilan Papa
42 Melamar
43 Tidak setuju
44 Sandiwara
45 Ketahuan
46 Datang ke kantor
47 Penjelasan Angga
48 Mencari pilihan
49 Panik
50 Memperkenalkan diri
51 Mendekatkan
52 Cemburu
53 Kekesalan Angga
54 Datang ke rumah
55 Pendekatan
56 Kekecewaan Ikram
57 Tragedi
58 Rumah sakit
59 Amnesia
60 Uang tahun Adiba
61 Hadiah dari Angga
62 Menjenguk
63 Curiga
64 Pendapat Om Surya
65 Tumbang
66 Sikap Rani
67 Marah
68 Berubah
69 Cemburu berat
70 Masakan khas
71 Janji
72 Terlambat
73 Nonton ala Angga
74 Rencana
75 Terbongkar
76 Menegaskan
77 Saudara
78 Berkunjung
79 Kejutan baru
80 Tawaran
81 Bimbang
82 Niat pergi
83 Berpisah
84 Penjelasan Irma
85 Ruko untuk Ayu
86 Hari pertama
87 Layyana Shop
88 Wejangan untuk Ikram
89 Lima tahun kemudian
90 Menginap
91 Kejutan
92 Rencana menikah
93 Pertemuan di kantor
94 Masa depan
95 Pujian untuk Ayu
96 Hari pernikahan
97 Kecelakaan
98 Sadar
99 Menjelaskan
100 Tak akan goyah
101 Orang suruhan
102 Detik-detik
103 Mengenang masa lalu
104 Sah
105 Pertama kali
106 Setengah
107 Pesta terakhir
108 Malam pertama
109 Hari pertama
110 Semakin akrab
111 Semakin cantik
112 Jalan keluar
113 Mengungkap perasaan
114 Berakhir ranjang
115 Resah
116 Kepergok
117 Bukti, bukan janji
118 Putus
119 Mantan
120 Diam nya Ayu
121 Akur
122 Sedikit aneh
123 Kemungkinan
124 Positif
125 Pertemuan orang tua
126 Berubah fikiran
127 Menerima dengan lapang
128 Harapan Baru
129 Kembar
130 Bantuan
131 Berkumpul
132 Lamaran
133 Pendarahan
134 Mencari Memet
135 Tertangkap
136 Mengubah nasib
137 Impian yang terwujud
138 Pengumuman
Episodes

Updated 138 Episodes

1
Perdebatan
2
Single Mom
3
Pergi
4
Kehidupan baru
5
Keberanian Ayu
6
Hanan sakit
7
Jalan-jalan
8
Menulis
9
Belum berhasil
10
Salah paham
11
Gagal
12
Ponsel baru
13
Tegas
14
Lembur
15
Ulang tahun Hanan
16
Musibah lagi
17
Penolakan Ikram
18
Pusat perhatian
19
Bab 19. Datang ke pernikahan
20
Percaya diri
21
Berubah
22
Bohong
23
Minta sekolah
24
Fitnah
25
Benci
26
Kesempatan
27
Kemarahan Harini
28
Ke rumah Ayu
29
Mengembalikan
30
Rencana Rani
31
Misi Harini
32
Julid
33
Salah paham
34
Mengintai
35
PDKT
36
Menolak
37
Hadiah dari Angga
38
Awal perjuangan
39
Bujukan Angga
40
Mempermalukan Ikram
41
Panggilan Papa
42
Melamar
43
Tidak setuju
44
Sandiwara
45
Ketahuan
46
Datang ke kantor
47
Penjelasan Angga
48
Mencari pilihan
49
Panik
50
Memperkenalkan diri
51
Mendekatkan
52
Cemburu
53
Kekesalan Angga
54
Datang ke rumah
55
Pendekatan
56
Kekecewaan Ikram
57
Tragedi
58
Rumah sakit
59
Amnesia
60
Uang tahun Adiba
61
Hadiah dari Angga
62
Menjenguk
63
Curiga
64
Pendapat Om Surya
65
Tumbang
66
Sikap Rani
67
Marah
68
Berubah
69
Cemburu berat
70
Masakan khas
71
Janji
72
Terlambat
73
Nonton ala Angga
74
Rencana
75
Terbongkar
76
Menegaskan
77
Saudara
78
Berkunjung
79
Kejutan baru
80
Tawaran
81
Bimbang
82
Niat pergi
83
Berpisah
84
Penjelasan Irma
85
Ruko untuk Ayu
86
Hari pertama
87
Layyana Shop
88
Wejangan untuk Ikram
89
Lima tahun kemudian
90
Menginap
91
Kejutan
92
Rencana menikah
93
Pertemuan di kantor
94
Masa depan
95
Pujian untuk Ayu
96
Hari pernikahan
97
Kecelakaan
98
Sadar
99
Menjelaskan
100
Tak akan goyah
101
Orang suruhan
102
Detik-detik
103
Mengenang masa lalu
104
Sah
105
Pertama kali
106
Setengah
107
Pesta terakhir
108
Malam pertama
109
Hari pertama
110
Semakin akrab
111
Semakin cantik
112
Jalan keluar
113
Mengungkap perasaan
114
Berakhir ranjang
115
Resah
116
Kepergok
117
Bukti, bukan janji
118
Putus
119
Mantan
120
Diam nya Ayu
121
Akur
122
Sedikit aneh
123
Kemungkinan
124
Positif
125
Pertemuan orang tua
126
Berubah fikiran
127
Menerima dengan lapang
128
Harapan Baru
129
Kembar
130
Bantuan
131
Berkumpul
132
Lamaran
133
Pendarahan
134
Mencari Memet
135
Tertangkap
136
Mengubah nasib
137
Impian yang terwujud
138
Pengumuman

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!