Keberanian Ayu

Mentari belum sepenuhnya terbit, namun Ayu sudah disibukkan dengan aktivitas paginya. Usai memasak dan membereskan rumah, kini ia mulai membangunkan ketiga anaknya. Seperti biasa, pasti ada drama untuk membuat mata mereka terbuka. Apalagi Hanan, bocah itu selalu ngambek saat merasa terusik. 

"Hari ini mama akan pergi, Nak." Mengusap kening Hanan yang masih tenggelam di balik selimut. Menciumnya berulang kali. Mulai hari ini harus membiasakan mereka untuk mandiri dan tidak bergantung padanya. 

"Ke mana?" tanya Hanan dengan suara serak khas bangun tidur. Membuka matanya perlahan saat tangan Adiba ikut menggoyang-goyangkan punggungnya. 

"Mama harus kerja, Sayang. Kamu dan Alifa di rumah." 

Terasa berat bagi Ayu menjelaskan, akan tetapi keadaan memaksa untuk melakukan itu. 

Hoam

Alifa muncul dari balik pintu dan duduk di tepi ranjang. Kepalanya bersandar di pangkuan Ayu. Wajahnya terlihat malas dan lesu. Rambutnya acak-acakan hingga menutupi keningnya. 

"Kenapa kita gak pulang ke rumah papa saja sih, Ma?" Hanan terbangun dan ikut bergelayut manja di samping adik-adiknya. "Di sana lebih enak." Bernada protes. 

Ayu menarik napas dalam-dalam. Mengusap kepala mereka bertiga bergantian. 

"Kita gak bisa kembali ke rumah papa lagi," ungkap nya lirih. 

"Kenapa, Ma?" tanya Hanan lantang, sebenarnya ia sudah tak tahan tinggal di rumah itu, namun tidak berani mengatakan pada Ayu. 

Ayu terdiam, tidak mungkin menceritakan apa yang terjadi pada mereka yang masih sangat kecil. 

"Ayo Ma, katakan!" Hanan semakin mendesak. 

"Karena mama gak bisa bersama dengan papa lagi." Ayu mengucapkan dengan nada tinggi. 

Hanan melepaskan tangan Ayu. Otaknya berkelana mengingat ucapan salah satu teman sekolah yang mengatakan hal seperti itu. 

"Apa Mama dan papa cerai? Apa sebentar lagi aku dan adik-adik gak punya papa?"

Ayu merangkul punggung Hanan dan memeluknya dengan erat. 

Menahan air mata yang menumpuk di pelupuk. Hanya tinggal sekedip saja pasti sudah banjir. 

"Bukan begitu, Sayang. Tidak ada yang bisa memutuskan hubungan antara ayah dan anak. Sampai kapanpun papa Ikram tetap ayah kalian." 

Hanan tertunduk lesu. Mencerna setiap kalimat yang meluncur dari bibir Ayu. Ia mulai berpikir keras untuk menerima keadaannya saat ini. Mungkin dengan begitu akan mengurangi rasa kesal yang dari kemarin mengendap. 

Pelan-pelan Hanan mulai paham dan mau mengikuti perintah Ayu untuk membersihkan diri.

Ayu menitipkan Alifa dan Hanan pada Bu kontrakan. Ia datang ke alamat yang tertera di brosur untuk melamar kerja. 

Sambil menggendong Adiba, ia masuk ke sebuah restoran ternama. Menghampiri waitress yang sedang menjalankan tugasnya. 

"Permisi, Mbak. Saya mau melamar kerja," ucap Ayu ramah. 

Wanita yang memakai seragam berwarna biru dan berparas cantik itu menatap penampilan Ayu dari atas hingga bawah kemudian menatap Adiba. 

"Tapi di sini tidak menerima pelayan yang membawa anak, Bu," jelas wanita itu. 

Ayu tersenyum. "Apa saya boleh bertemu dengan manajer di sini?" tanya Ayu penuh harap. 

Mungkin dengan menjelaskan keadaannya ia masih bisa diterima. 

"Baiklah, mari saya antar." Wanita itu mengantar Ayu ke salah satu ruangan manajer. 

Setelah beberapa saat masuk, wanita itu kembali keluar menghampiri Ayu. 

"Silahkan masuk, Bu." 

Ayu berjalan pelan. Menatap pria tampan yang nampak sibuk dengan laptop di depannya. 

"Permisi, Pak," sapa Ayu membungkuk ramah. 

Pria itu mengalihkan pandangannya ke arah sumber suara."Siapa kamu, tanya nya terkejut.

Bukankah tadi waitress mengatakan ada orang melamar kerja, kenapa malah seorang wanita yang membawa anaknya? Begitulah pertanyaan yang muncul di benaknya. 

"Nama saya Ayu, Pak. Saya akan melamar kerja disini." Ayu meletakkan surat lamaran kerja nya di atas meja. 

Tanpa memeriksa, pria itu kembali menyodorkan berkas milik Ayu. 

"Kamu ditolak, dan pasti sudah tahu apa alasannya," ucapnya seketika. Melirik Adiba yang dari tadi sibuk makan kerupuk di tangannya. 

Ayu memejamkan matanya sejenak kemudian mengulas senyum. 

"Apa Bapak tidak bisa mempertimbangkan, setidaknya memberi kesempatan pada saya sekali saja. Meskipun membawa anak, tapi saya akan profesional." Ayu berusaha untuk meyakinkan pria itu. 

"Tidak perlu, karena di sini tidak membutuhkan pekerja yang membawa anak. Tapi kalau kamu mau memenuhi syarat itu, saya akan pertimbangkan lagi.''

Ayu mengambil suratnya, karena ia tidak mungkin menyetujui persyaratan itu. Adiba masih terlalu kecil, dan tidak ingin merepotkan orang lain. 

"Terima kasih, saya permisi dulu." 

Ayu bergegas pergi. Tak mau memaksakan kehendak orang lain. Menganggap tempat itu belum bisa menjadi ladang rejekinya. 

Tanpa sengaja Ayu yang tiba di depan restoran itu melihat Ikram yang baru saja turun dari mobil. Ternyata pria itu tak sendirian melainkan bersama dengan  selingkuhannya, yaitu Rani.  

Mau tak mau Ayu berpapasan dengan mereka yang berjalan ke arahnya. Saling berhadapan, bagi Ayu mereka bukanlah apa-apa hingga ia tak perlu menghindar. 

"Papa…" Suara merdu Adiba menyapa Ikram itu menyayat hati terdalam.

Meskipun sebentar lagi mereka bukan suami istri, setidaknya Ikram masih memiliki kasih sayang untuk anaknya, namun Ayu salah, justru Ikram terlihat bahagia karena kepergian mereka dan tidak mempedulikan Adiba yang merengek. 

Melihat anaknya yang tak mendapat respon dari Ikram, Ayu menarik tangan mungil Adiba. 

"Sepertinya ada yang kebingungan mencari kerja?" sindir Rani melingkarkan tangannya di lengan Ikram. Memamerkan kemesraannya di depan calon mantan istri dari pacarnya tersebut. 

Ayu membisu, malas meladeni orang tidak penting. Menggeser tubuhnya hendak melangkah, namun tiba-tiba saja Rani ikut bergeser dan berdiri di depannya. 

"Aku belum selesai bicara," ucap Rani melipat kedua tangannya.

Ayu tersenyum palsu. Menahan dadanya yang sudah hampir meledak. Ia tidak ingin terlihat kampungan saat di depan umum. 

"Bicara saja, aku siap mendengarnya," tantang Ayu tanpa rasa takut sedikitpun. 

"Sebentar lagi aku dan mas Ikram akan menikah, jadi terima nasibmu untuk menjadi janda miskin."

Ayu bertepuk tangan, dan itu sukses mengundang rasa penasaran bagi  beberapa orang yang melintas. Mereka antusias berhenti saat Ayu melambaikan tangannya. 

Rani terkejut dengan sikap Ayu yang pemberani, namun ia terlanjur terperangkap dalam permainannya sendiri. Seperti seekor burung masuk dalam jebakan. 

"Apa kalian tahu, siapa wanita ini?" Ayu menunjuk Rani, dengan lantangnya bertanya pada semua orang yang ada di sana. 

Mereka menggeleng, karena memang tidak mengenal wanita itu. 

"Mulai sekarang kalian harus mengenal dia.'' Masih menunjuk Rani dari arah samping." Terutama bagi kaum wanita," imbuhnya. 

"Memangnya kenapa, Mbak?" tanya salah seorang yang semakin penasaran. 

"Dia ini pelakor, perebut laki orang," papar Ayu tanpa basa-basi. "Jadi aku harap kalian tidak menjadi korban seperti saya." 

Hampir semua orang bersorak dan mengolok Rani. Mereka antusias mengucapkan kata-kata yang kasar dan mengumpat serta merendahkan. 

"Diam…" teriak Ikram tak terima, akan tetapi tak bisa berbuat apa-apa melihat Rani yang sudah sangat kacau. 

Ini tidak hanya berlaku pada Rani, Mas. Tapi untuk kamu juga.

Terpopuler

Comments

Siti Nadiyah

Siti Nadiyah

wiiihhh keren yu💜

2024-04-06

0

Neulis Saja

Neulis Saja

ehm ayu kamu sukses mempermalukan pelakor, udah pelakor bangga lagi

2024-02-18

2

Truely Jm Manoppo

Truely Jm Manoppo

Good job Rani

2024-01-22

0

lihat semua
Episodes
1 Perdebatan
2 Single Mom
3 Pergi
4 Kehidupan baru
5 Keberanian Ayu
6 Hanan sakit
7 Jalan-jalan
8 Menulis
9 Belum berhasil
10 Salah paham
11 Gagal
12 Ponsel baru
13 Tegas
14 Lembur
15 Ulang tahun Hanan
16 Musibah lagi
17 Penolakan Ikram
18 Pusat perhatian
19 Bab 19. Datang ke pernikahan
20 Percaya diri
21 Berubah
22 Bohong
23 Minta sekolah
24 Fitnah
25 Benci
26 Kesempatan
27 Kemarahan Harini
28 Ke rumah Ayu
29 Mengembalikan
30 Rencana Rani
31 Misi Harini
32 Julid
33 Salah paham
34 Mengintai
35 PDKT
36 Menolak
37 Hadiah dari Angga
38 Awal perjuangan
39 Bujukan Angga
40 Mempermalukan Ikram
41 Panggilan Papa
42 Melamar
43 Tidak setuju
44 Sandiwara
45 Ketahuan
46 Datang ke kantor
47 Penjelasan Angga
48 Mencari pilihan
49 Panik
50 Memperkenalkan diri
51 Mendekatkan
52 Cemburu
53 Kekesalan Angga
54 Datang ke rumah
55 Pendekatan
56 Kekecewaan Ikram
57 Tragedi
58 Rumah sakit
59 Amnesia
60 Uang tahun Adiba
61 Hadiah dari Angga
62 Menjenguk
63 Curiga
64 Pendapat Om Surya
65 Tumbang
66 Sikap Rani
67 Marah
68 Berubah
69 Cemburu berat
70 Masakan khas
71 Janji
72 Terlambat
73 Nonton ala Angga
74 Rencana
75 Terbongkar
76 Menegaskan
77 Saudara
78 Berkunjung
79 Kejutan baru
80 Tawaran
81 Bimbang
82 Niat pergi
83 Berpisah
84 Penjelasan Irma
85 Ruko untuk Ayu
86 Hari pertama
87 Layyana Shop
88 Wejangan untuk Ikram
89 Lima tahun kemudian
90 Menginap
91 Kejutan
92 Rencana menikah
93 Pertemuan di kantor
94 Masa depan
95 Pujian untuk Ayu
96 Hari pernikahan
97 Kecelakaan
98 Sadar
99 Menjelaskan
100 Tak akan goyah
101 Orang suruhan
102 Detik-detik
103 Mengenang masa lalu
104 Sah
105 Pertama kali
106 Setengah
107 Pesta terakhir
108 Malam pertama
109 Hari pertama
110 Semakin akrab
111 Semakin cantik
112 Jalan keluar
113 Mengungkap perasaan
114 Berakhir ranjang
115 Resah
116 Kepergok
117 Bukti, bukan janji
118 Putus
119 Mantan
120 Diam nya Ayu
121 Akur
122 Sedikit aneh
123 Kemungkinan
124 Positif
125 Pertemuan orang tua
126 Berubah fikiran
127 Menerima dengan lapang
128 Harapan Baru
129 Kembar
130 Bantuan
131 Berkumpul
132 Lamaran
133 Pendarahan
134 Mencari Memet
135 Tertangkap
136 Mengubah nasib
137 Impian yang terwujud
138 Pengumuman
Episodes

Updated 138 Episodes

1
Perdebatan
2
Single Mom
3
Pergi
4
Kehidupan baru
5
Keberanian Ayu
6
Hanan sakit
7
Jalan-jalan
8
Menulis
9
Belum berhasil
10
Salah paham
11
Gagal
12
Ponsel baru
13
Tegas
14
Lembur
15
Ulang tahun Hanan
16
Musibah lagi
17
Penolakan Ikram
18
Pusat perhatian
19
Bab 19. Datang ke pernikahan
20
Percaya diri
21
Berubah
22
Bohong
23
Minta sekolah
24
Fitnah
25
Benci
26
Kesempatan
27
Kemarahan Harini
28
Ke rumah Ayu
29
Mengembalikan
30
Rencana Rani
31
Misi Harini
32
Julid
33
Salah paham
34
Mengintai
35
PDKT
36
Menolak
37
Hadiah dari Angga
38
Awal perjuangan
39
Bujukan Angga
40
Mempermalukan Ikram
41
Panggilan Papa
42
Melamar
43
Tidak setuju
44
Sandiwara
45
Ketahuan
46
Datang ke kantor
47
Penjelasan Angga
48
Mencari pilihan
49
Panik
50
Memperkenalkan diri
51
Mendekatkan
52
Cemburu
53
Kekesalan Angga
54
Datang ke rumah
55
Pendekatan
56
Kekecewaan Ikram
57
Tragedi
58
Rumah sakit
59
Amnesia
60
Uang tahun Adiba
61
Hadiah dari Angga
62
Menjenguk
63
Curiga
64
Pendapat Om Surya
65
Tumbang
66
Sikap Rani
67
Marah
68
Berubah
69
Cemburu berat
70
Masakan khas
71
Janji
72
Terlambat
73
Nonton ala Angga
74
Rencana
75
Terbongkar
76
Menegaskan
77
Saudara
78
Berkunjung
79
Kejutan baru
80
Tawaran
81
Bimbang
82
Niat pergi
83
Berpisah
84
Penjelasan Irma
85
Ruko untuk Ayu
86
Hari pertama
87
Layyana Shop
88
Wejangan untuk Ikram
89
Lima tahun kemudian
90
Menginap
91
Kejutan
92
Rencana menikah
93
Pertemuan di kantor
94
Masa depan
95
Pujian untuk Ayu
96
Hari pernikahan
97
Kecelakaan
98
Sadar
99
Menjelaskan
100
Tak akan goyah
101
Orang suruhan
102
Detik-detik
103
Mengenang masa lalu
104
Sah
105
Pertama kali
106
Setengah
107
Pesta terakhir
108
Malam pertama
109
Hari pertama
110
Semakin akrab
111
Semakin cantik
112
Jalan keluar
113
Mengungkap perasaan
114
Berakhir ranjang
115
Resah
116
Kepergok
117
Bukti, bukan janji
118
Putus
119
Mantan
120
Diam nya Ayu
121
Akur
122
Sedikit aneh
123
Kemungkinan
124
Positif
125
Pertemuan orang tua
126
Berubah fikiran
127
Menerima dengan lapang
128
Harapan Baru
129
Kembar
130
Bantuan
131
Berkumpul
132
Lamaran
133
Pendarahan
134
Mencari Memet
135
Tertangkap
136
Mengubah nasib
137
Impian yang terwujud
138
Pengumuman

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!