Pergi

Pagi hari 

"Mandiin, Ma." Suara Alifa menghiasi telinga Ayu yang masih berbaring. Hari ini ia merasa lelah. Jangankan untuk bangun,  membuka mata saja seakan tak bisa.

"Iya, Sayang. Sebentar," ucap Ayu dengan suara lirih. Memijat pelipisnya, mencoba mengumpulkan tenaga untuk bisa mengurus anak-anaknya. 

"Dasiku di mana, Ma?" imbuh Hanan dari arah luar. 

Ayu menghela napas panjang, perlahan ia terbangun dan duduk bersandar di headboard. 

"Di laci, Nak." Menurunkan kakinya satu persatu. Menuntun Alifa keluar. Menyeret kakinya yang terasa lentur. Bahkan, sesekali ingin terjatuh karena tak bisa menopang tubuhnya. 

"Sepatuku, Ma." Hanan kembali berteriak menghentikan Ayu yang hampir masuk ke kamar Alifa. 

Ayu menoleh, menatap beberapa rak yang berjejer di samping lemari. 

"Sebentar, mama ambilin." Ayu meninggalkan Alifa sejenak untuk membantu Hanan. Sakitnya bukan alasan untuk mengabaikan mereka. Dia harus tetap berdiri meskipun sedikit tumbang.

"Sudah sarapan?" Ayu membantu Hanan memasang dasi. Merapikan rambutnya yang sedikit acak-acakan. 

"Belum, suapi ya, Ma," pinta Hanan merapikan bukunya ke dalam tas. 

Ayu mengangguk, namun belum memenuhi permintaan Hanan ia memandikan Alifa terlebih dahulu sebelum meramut bocah itu.

Kini Alifa sudah rapi, Ayu kembali ke kamar karena Adiba pun sudah terbangun. Ia membawa si bungsu keluar sebelum mandi. Takut Hanan terlambat ke sekolah. 

Menyuapi dua anak sekaligus serta menggendong si kecil bukanlah perkara yang mudah, terlebih Adiba masih sangat rewel dan terus merebut piring yang dipegang. Namun, seorang ibu tidak akan kekurangan akal untuk bisa membuat mereka tetap terurus tanpa mengabaikan yang lainnya. 

"Papa pernah berjanji setelah semester nanti akan mengajakku jalan-jalan, tapi kenapa dia gak pulang?" tanya Hanan sambil mengunyah makanannya. 

Ayu tersenyum tipis. Berusaha membuang kekesalannya yang mengendap. 

"Hanan lupa, apa yang mama katakan kemarin? Kalau sekarang papa gak bisa menemani kita. Jadi jangan terlalu berharap." Pelan-pelan Ayu mulai menjelaskan. 

Hanan menunduk lalu memakai tas di punggungnya. Bersalaman dengan Ayu lalu pergi setelah mendengar suara klakson. 

Kenapa mas Ikram menggantung seperti ini. Apa dia ingin aku yang mengambil keputusan?

Ayu mengambil ponselnya. Mencoba untuk menghubungi Ikram. Meskipun pernikahan itu kemungkinan besar tak bisa diselamatkan, Ayu ingin sebuah kepastian.

Panggilan tersambung, tak lama kemudian suara berat Ikram menyapa. Suara seseorang yang dirindukan anak-anak. 

"Kamu ke mana saja, Mas? Kenapa gak pulang?" ucap Ayu datar. 

Ikram terdiam seolah mengabaikan pertanyaan Ayu.

"Hari ini juga kita pisah," lanjut Ayu menahan air matanya yang hampir luruh. Keputusan itu sangat sulit, namun harus ia ambil demi kelangsungan hidup anak-anak untuk bisa lebih baik. 

Panggilan tertutup, seketika itu juga air mata Ayu tumpah membasahi pipi. Memeluk kedua putrinya dengan erat. Hanya mereka yang mampu membuatnya berani bicara.

Ayu datang ke restoran bersama Adiba dan Alifa. Hari ini ia akan pamit pada semua rekannya dan juga mengundurkan diri. Sebab, belum tentu ia bisa bekerja lagi di tempat itu.

"Apa kamu bisa mengurus ketiga anakmu seorang diri?" tanya Runi tanpa melepas pelukannya. 

Ayu tertawa lepas. Mana mungkin mereka meragukan kemampuannya, bahkan masih memiliki suami pun ia yang mengurus anak-anaknya tanpa bantuan Ikram.

"Aku yang melahirkan, tidak mungkin aku tidak bisa mengurus mereka. Selama ini mas Ikram hanya mencari uang, nyatanya aku juga bisa malah sambil mengurus anak. Jadi kalian jangan takut. Aku pasti bisa." 

Semangat Ayu patut diacungi jempol. Sedikitpun tak merasa takut meskipun setelah ini akan direpotkan dengan kesibukan yang bertubi-tubi. Bahkan, itu seolah tantangan baginya sebelum mencapai puncak kebahagiaan. 

Setibanya di rumah, Ayu langsung memasukkan baju anak-anaknya ke dalam koper. Sesekali bicara kepada Hanan tentang kepergiannya yang akan pindah.

"Pindah ke mana, Ma? Apa papa juga ikut?" tanya Hanan polos. 

Ayu hanya menggeleng tanpa suara. Mengusap pucuk kepala Hanan dengan pelan. Melepas cincin kawin yang sepuluh tahun itu tersemat di jarinya. Ia hanya membawa perhiasan pemberian kedua orang tuanya.

Pintu terbuka, Ikram yang baru datang terpaku melihat tiga koper berjejer rapi.

Apa Ayu serius dengan ucapannya?

Ikram meletakkan tasnya di sofa. Menghampiri Ayu yang terlihat cuek. 

Hanya si kecil Adiba yang mengulurkan tangannya ke arah Ikram. Namun, pria itu mengabaikannya karena fokus pada Ayu yang membuang muka. 

"Kita bicara sebentar," ucapnya berbisik. 

Ayu meminta Hanan menjaga Alifa. Ia mengikuti Ikram yang berjalan menuju teras belakang.

"Ada apa?" tanya Ayu ketus. 

Ikram tertawa mengejek. "Kamu yakin akan bercerai dariku?" Ikram bernada meremehkan. Seakan Ayu hanya wanita yang lemah dan tak bisa berbuat apa-apa.  

Ayu hanya mengangguk 

"Aku beri kesempatan sekali lagi. Pikirkan anak-anak, mereka butuh kemewahan. Jangan egois dan memikirkan diri kamu sendiri. Aku akan memberimu dua pilihan. Menjadi istriku dan menerima Rani, maka semua kebutuhanmu akan terpenuhi. Atau berpisah tanpa mendapatkan apapun." Ikram mengucap panjang lebar. Seolah-olah dirinya yang paling benar. 

Ayu maju satu langkah lebih mendekat. Menatap kedua manik mata Ikram. Sudah terlihat jelas tidak ada lagi cinta yang membuatnya semakin yakin akan segera berpisah. 

"Tidak ada seorang ibu yang tidak memikirkan anak nya. Justru aku memikirkan mereka. Sekarang mungkin mereka masih sangat kecil dan belum memahami apa yang terjadi pada kita, tapi suatu saat nanti mereka akan mengerti. Kenapa mamanya memilih berpisah daripada bertahan."

Ayu menghentikan ucapannya. Kata-kata yang tersusun berhenti begitu saja di kerongkongan saat air mata lebih dulu membanjiri pipinya. 

"Aku rasa kamu sudah tahu jawabannya. Dan akan kubuktikan kalau seorang janda juga bisa membuat anak-anaknya sukses tanpa belas kasihan dari mantan suaminya," sumbar Ayu dengan berani. 

Ayu meninggalkan Ikram. Ia menghampiri anak-anaknya dan keluar. Kebetulan taksi yang dipesan sudah datang hingga ia tak perlu menunggu lama. 

Ikram menendang kursi yang ada di depannya. Meluapkan amarah yang memuncak di ubun-ubun.

"Kita lihat saja nanti, sebentar lagi kamu akan datang dan pengemis meminta belas kasihan padaku."

Ikram begitu yakin dengan dugaannya. Ia yakin bahwa Ayu tidak akan bisa hidup tanpa dia. 

Hanan yang duduk di samping supir itu terus berbicara memecahkan keheningan. Bocah itu bercerita tentang cita-citanya yang membuat Ayu dan sang sopir terkekeh. 

Adiba tertidur di pangkuan Ayu, sedangkan Alifa sibuk dengan bukunya. 

Hampir tiga puluh menit Ayu belum mengatakan tempat tujuannya. Yang ada di otaknya saat ini hanya ada ketiga anaknya. Hingga ia lupa semuanya.

"Kita ke mana, Bu?" Terpaksa sopir itu bertanya.

Ayu berpikir sejenak. Mengingat-ingat nama perumahan yang lumayan murah.

"Jalan kembang, Pak," jawab Ayu.

Memejamkan matanya, ia tidak tahu bagaimana reaksi Hanan nanti, yang pasti malam ini harus mendapatkan tempat tinggal.

Terpopuler

Comments

Isabela Devi

Isabela Devi

biarkanlah dia bahagia dgn istri mudanya ayu, kamu pasti bs menyekolahkan anak anakmu 💪

2024-04-20

0

Moms Raka

Moms Raka

sama seperti erti kisahku membesarkan tiga anak sendiri 😭😭😭

2024-04-23

0

Siti Nadiyah

Siti Nadiyah

laki2 ga tau d untung...lebih mementingkan nafsunya

2024-04-06

0

lihat semua
Episodes
1 Perdebatan
2 Single Mom
3 Pergi
4 Kehidupan baru
5 Keberanian Ayu
6 Hanan sakit
7 Jalan-jalan
8 Menulis
9 Belum berhasil
10 Salah paham
11 Gagal
12 Ponsel baru
13 Tegas
14 Lembur
15 Ulang tahun Hanan
16 Musibah lagi
17 Penolakan Ikram
18 Pusat perhatian
19 Bab 19. Datang ke pernikahan
20 Percaya diri
21 Berubah
22 Bohong
23 Minta sekolah
24 Fitnah
25 Benci
26 Kesempatan
27 Kemarahan Harini
28 Ke rumah Ayu
29 Mengembalikan
30 Rencana Rani
31 Misi Harini
32 Julid
33 Salah paham
34 Mengintai
35 PDKT
36 Menolak
37 Hadiah dari Angga
38 Awal perjuangan
39 Bujukan Angga
40 Mempermalukan Ikram
41 Panggilan Papa
42 Melamar
43 Tidak setuju
44 Sandiwara
45 Ketahuan
46 Datang ke kantor
47 Penjelasan Angga
48 Mencari pilihan
49 Panik
50 Memperkenalkan diri
51 Mendekatkan
52 Cemburu
53 Kekesalan Angga
54 Datang ke rumah
55 Pendekatan
56 Kekecewaan Ikram
57 Tragedi
58 Rumah sakit
59 Amnesia
60 Uang tahun Adiba
61 Hadiah dari Angga
62 Menjenguk
63 Curiga
64 Pendapat Om Surya
65 Tumbang
66 Sikap Rani
67 Marah
68 Berubah
69 Cemburu berat
70 Masakan khas
71 Janji
72 Terlambat
73 Nonton ala Angga
74 Rencana
75 Terbongkar
76 Menegaskan
77 Saudara
78 Berkunjung
79 Kejutan baru
80 Tawaran
81 Bimbang
82 Niat pergi
83 Berpisah
84 Penjelasan Irma
85 Ruko untuk Ayu
86 Hari pertama
87 Layyana Shop
88 Wejangan untuk Ikram
89 Lima tahun kemudian
90 Menginap
91 Kejutan
92 Rencana menikah
93 Pertemuan di kantor
94 Masa depan
95 Pujian untuk Ayu
96 Hari pernikahan
97 Kecelakaan
98 Sadar
99 Menjelaskan
100 Tak akan goyah
101 Orang suruhan
102 Detik-detik
103 Mengenang masa lalu
104 Sah
105 Pertama kali
106 Setengah
107 Pesta terakhir
108 Malam pertama
109 Hari pertama
110 Semakin akrab
111 Semakin cantik
112 Jalan keluar
113 Mengungkap perasaan
114 Berakhir ranjang
115 Resah
116 Kepergok
117 Bukti, bukan janji
118 Putus
119 Mantan
120 Diam nya Ayu
121 Akur
122 Sedikit aneh
123 Kemungkinan
124 Positif
125 Pertemuan orang tua
126 Berubah fikiran
127 Menerima dengan lapang
128 Harapan Baru
129 Kembar
130 Bantuan
131 Berkumpul
132 Lamaran
133 Pendarahan
134 Mencari Memet
135 Tertangkap
136 Mengubah nasib
137 Impian yang terwujud
138 Pengumuman
Episodes

Updated 138 Episodes

1
Perdebatan
2
Single Mom
3
Pergi
4
Kehidupan baru
5
Keberanian Ayu
6
Hanan sakit
7
Jalan-jalan
8
Menulis
9
Belum berhasil
10
Salah paham
11
Gagal
12
Ponsel baru
13
Tegas
14
Lembur
15
Ulang tahun Hanan
16
Musibah lagi
17
Penolakan Ikram
18
Pusat perhatian
19
Bab 19. Datang ke pernikahan
20
Percaya diri
21
Berubah
22
Bohong
23
Minta sekolah
24
Fitnah
25
Benci
26
Kesempatan
27
Kemarahan Harini
28
Ke rumah Ayu
29
Mengembalikan
30
Rencana Rani
31
Misi Harini
32
Julid
33
Salah paham
34
Mengintai
35
PDKT
36
Menolak
37
Hadiah dari Angga
38
Awal perjuangan
39
Bujukan Angga
40
Mempermalukan Ikram
41
Panggilan Papa
42
Melamar
43
Tidak setuju
44
Sandiwara
45
Ketahuan
46
Datang ke kantor
47
Penjelasan Angga
48
Mencari pilihan
49
Panik
50
Memperkenalkan diri
51
Mendekatkan
52
Cemburu
53
Kekesalan Angga
54
Datang ke rumah
55
Pendekatan
56
Kekecewaan Ikram
57
Tragedi
58
Rumah sakit
59
Amnesia
60
Uang tahun Adiba
61
Hadiah dari Angga
62
Menjenguk
63
Curiga
64
Pendapat Om Surya
65
Tumbang
66
Sikap Rani
67
Marah
68
Berubah
69
Cemburu berat
70
Masakan khas
71
Janji
72
Terlambat
73
Nonton ala Angga
74
Rencana
75
Terbongkar
76
Menegaskan
77
Saudara
78
Berkunjung
79
Kejutan baru
80
Tawaran
81
Bimbang
82
Niat pergi
83
Berpisah
84
Penjelasan Irma
85
Ruko untuk Ayu
86
Hari pertama
87
Layyana Shop
88
Wejangan untuk Ikram
89
Lima tahun kemudian
90
Menginap
91
Kejutan
92
Rencana menikah
93
Pertemuan di kantor
94
Masa depan
95
Pujian untuk Ayu
96
Hari pernikahan
97
Kecelakaan
98
Sadar
99
Menjelaskan
100
Tak akan goyah
101
Orang suruhan
102
Detik-detik
103
Mengenang masa lalu
104
Sah
105
Pertama kali
106
Setengah
107
Pesta terakhir
108
Malam pertama
109
Hari pertama
110
Semakin akrab
111
Semakin cantik
112
Jalan keluar
113
Mengungkap perasaan
114
Berakhir ranjang
115
Resah
116
Kepergok
117
Bukti, bukan janji
118
Putus
119
Mantan
120
Diam nya Ayu
121
Akur
122
Sedikit aneh
123
Kemungkinan
124
Positif
125
Pertemuan orang tua
126
Berubah fikiran
127
Menerima dengan lapang
128
Harapan Baru
129
Kembar
130
Bantuan
131
Berkumpul
132
Lamaran
133
Pendarahan
134
Mencari Memet
135
Tertangkap
136
Mengubah nasib
137
Impian yang terwujud
138
Pengumuman

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!