Menggoda Suami Yang Nakal

Menggoda Suami Yang Nakal

Love at first sight

"Apa? Iya, ya. Bunga akan segera pulang," ucap Bunga dengan wajah tegang.

Ia mendapat telepon dari sang ibu di kampung. Ayahnya sedang sakit dan saat ini mengalami kritis di rumah sakit. Bunga tinggal jauh dari kedua orang tuanya karena ia memiliki usaha kecil-kecilan di kota.

"Ani! Ani!"

"Ya, Kak!" Gadis berusia delapan belas tahun itu berlari keluar dari ruangan produksi. "Ada apa, Kak?"

"Saya harus pulang sekarang. Tolong kamu awasi proses produksi selama saya pulang," ucap Bunga sambil meraih tas dan kunci mobil di atas meja kerjanya.

"Pulang kampung? Kenapa tiba-tiba, Kak?" tanya gadis itu.

"Ayah sakit dan katanya sedang kritis," jawab wanita itu. Ia membuka pintu mobil putih, lalu duduk di belakang kemudi.

"Oh. Semoga ayahnya baik-baik saja, ya, Kak. Hati-hati di jalan!" seru gadis berwajah bulat dengan poni lurus menutupi keningnya yang lebar.

Bunga melaju di jalanan padat dengan gelisah. Ia sudah lama mendengar ayahnya sakit, tapi belum sempat pulang sampai hari ini. Jika bukan karena desakan sang ibu, ia mungkin tidak akan pulang meski ingin sekali.

Ia bukan ingin menjadi anak yang tidak berbakti, tapi ia malas berdebat dengan ayahnya yang terus menerus mendesaknya untuk menikah. Bunga sibuk bekerja sejak lulus SMK, hingga tidak ada waktu baginya untuk menjalin hubungan. Pernah sekali menjalin hubungan dengan tetangga kampung, tapi akhirnya ditinggal menikah dengan orang lain.

Sejak itu, Bunga tidak ingin lagi berpacaran. Baginya, bekerja dan mensejahterakan kedua orang tuanya adalah hal yang terpenting. Ia bekerja di sebuah toko yang menjual aneka frozen food sejak lulus SMK.

Sedikit demi sedikit sisa upah bulanan itu ditabung olehnya. Dalam waktu lima tahun ia berhasil mengumpulkan modal untuk membuka usaha kecil-kecilan. Ia sempat mengalami kendala karena kekurangan modal dan akhirnya memberanikan diri meminjam uang ke sebuah bank swasta. Bunga membuka usaha pengolahan aneka makanan frozen food.

Ia berhasil menjadi owner 'Bunga Frozen' dengan beberapa karyawan yang rata-rata anak putus sekolah. Bunga ingin mereka mendapatkan pekerjaan meskipun tidak lulus sekolah. Di kota besar seperti Jakarta, jangankan yang putus sekolah, lulusan sarjana saja banyak yang menjadi pengangguran.

Ponsel Bunga bergetar di atas dashboard. Ia menepi untuk menerima panggilan itu. Ibunya kembali bertanya apakah wanita itu akan pulang atau tidak. Bunga menjawab panggilan telepon sejenak.

"Bunga akan pulang, Bu. Bunga masih di jalan."

[Kamu langsung ke rumah saja. Ayahmu akan dipulangkan hari ini.]

"Loh? Kenapa dibawa pulang? Katanya kritis?"

[Dokter bilang, percuma saja dirawat di sana lama-lama juga tidak akan ada perubahan. Mereka malah meminta agar kita bersiap-siap menghadapi kenyataan.]

"Mereka mana boleh seperti itu. Rumah sakit mana, Bu? Biar Bunga melaporkan mereka ke dinas kesehatan. Itu bukan perilaku seorang dokter saat menangani pasien. Apalagi pasien kritis disuruh pulang, itu sungguh keterlaluan."

Bunga sangat geram mendengar ayahnya dipulangkan. Padahal, mereka mampu membayar. Alasan yang tidak masuk akal itu membuat Bunga berpikir untuk melaporkan perilaku petugas rumah sakit itu. Namun, sang ibu melarang.

Nada bicara sang ibu terdengar gugup, seolah ada sesuatu yang disembunyikan. Bunga tidak menganggap hal itu aneh, karena ibunya hanya orang kampung yang takut berurusan dengan pemerintah. Namun, meski Bunga mendesak ibunya untuk memberitahu nama rumah sakit, sang ibu tetap saja menolak.

"Ya sudah. Nanti Bunga bawa ayah ke rumah sakit yang lain ketika Bunga sampai di sana. Jika tidak terjebak macet, Bunga akan tiba dalam dua jam."

[Ya sudah. Jangan ngebut-ngebut, Nak. Hati-hati di jalan.]

"Ya, Bu."

Sambungan terputus. Bunga kembali memacu mobilnya di jalan raya. Ibunya meminta untuk berhati-hati dan tidak mengebut di jalanan. Namun, seorang anak yang sedang khawatir mendengar orang tuanya sakit, mana mungkin bisa tenang.

Ciitt! Bruk!

"Ah!" teriak Bunga.

Mobil Bunga menabrak sebuah mobil lain di depannya. Beruntung keadaan jalanan sedang ramai lancar, sehingga benturan tidak terlalu keras karena mobil tidak melaju dengan cepat. Sayangnya, karena panik, Bunga salah menginjak rem dan justru menginjak gas.

Kedua mobil itu pun menepi. Pemilik mobil hitam yang ada di depan itu keluar dan menghampiri Bunga. Gadis itu mengalami memar di bagian kening akibat membentur gagang kemudi.

Tok! Tok! Tok!

"Keluar!" teriak pengemudi yang mobilnya ditabrak oleh Bunga.

Bunga tampak gemetar ketakutan. Jika laki-laki itu menganiayanya, ia tidak akan bisa melawan. Dari dalam mobil saja, Bunga bisa melihat otot perut yang tersembunyi dibalik kaos hitam ketat.

"Keluar, woi! Kalau tidak keluar, gua laporin ke polisi!" Laki-laki itu mengancam sambil merogoh saku celananya. Ia mengeluarkan ponsel dan bersiap menekan nomor telepon kantor polisi.

Sret!

Bunga menurunkan kaca mobilnya. Laki-laki itu terpana melihat wajah wanita dewasa yang manis dan sedang gemetar ketakutan. Rambut sebahu itu menutupi sebagian wajahnya.

"Tolong, jangan laporkan ke polisi. Saya akan mengganti rugi," ucap Bunga dengan suara bergetar.

"Em … itu …. Ck! Keluar saja dulu!" Laki-laki itu memasukkan ponselnya kembali.

Bunga keluar dari mobil. Belum sempat mulutnya berbicara untuk meminta maaf, sebuah tamparan melayang. Tangan itu menampar keras pipi natural milik Bunga. Ia tidak sempat berdandan karena ibunya menelepon tiba-tiba.

Plak!

"Aw!"

"Itu baru benar. Seharusnya kamu tidak hanya ditampar, tapi juga dilaporkan ke polisi. Kamu beruntung, karena pacarku ini orangnya tidak tegaan," ujar gadis berperawakan tinggi, kurus, dengan rambut terurai panjang sebatas pinggang.

"Kamu ngapain keluar, sih?" tanya Artha, laki-laki yang sejak tadi terpesona melihat wajah manis Bunga.

"Habisnya, kamu lama banget. Aku kesel juga lihatnya. Tuh! Bemper belakang mobil kamu jadi penyok dan dia cuma minta maaf."

"Tapi, kan, semua bisa dibicarakan baik-baik."

"Maaf, aku mengurungkan niatku untuk mengganti rugi," ujar Bunga sambil memegangi pipinya yang masih terasa berdenyut. Gambar lima jemari tangan itu membekas sempurna di pipi Bunga yang alami tanpa bedak.

"Apa?! Kamu lihat, Sayang? Dia malah tidak mau mengganti rugi," ucap Elena Fransisca.

"Saya meminta maaf baik-baik dan secara tulus ingin mengganti rugi. Tapi, tamparan kekasih Anda telah mengubah niat saya. Kalau memang ingin melapor ke pihak kepolisian, silakan! Saya akan menuntut balik atas tindakan penyerangan yang dilakukan olehnya," ucap Bunga sambil melirik Elena dengan senyum sinis.

Elena segera mundur dan bersembunyi di belakang Artha. Sifat arogan yang tadi ditunjukkan di depan Bunga itu seketika menciut. Ia gemetaran mendengar Bunga akan melaporkannya atas tamparan itu.

Gadis itu sangat menjaga nama baiknya di depan publik. Jika ia masuk berita saat dilaporkan ke polisi, ia takut para pengikut sosial medianya akan menurun. Sementara itu, Artha sedang mencoba menelepon polisi.

"Jangan!" Elena merebut ponsel Artha. "Jangan lapor polisi," ucapnya kembali.

"Kenapa?" Artha tidak habis pikir. Kekasihnya bersikeras ingin melaporkan Bunga beberapa saat yang lalu, tapi tiba-tiba saja berubah pikiran. Elena menarik kekasihnya pergi dari hadapan Bunga.

"Tch! Tampang sangar, diancam sedikit sudah kabur," ucap Bunga sambil mendecih kesal. Ia kembali melanjutkan perjalanan. Bemper mobil bagian depan sedikit penyok, tapi mesin mobil tidak bermasalah. "Ke bengkelnya nanti saja. Pulang saja dulu."

*BERSAMBUNG*

Terpopuler

Comments

🔵ᴹᴿˢ᭄Ney Maniez●⑅⃝ᷟ◌ͩ ⍣⃝ꉣꉣ

🔵ᴹᴿˢ᭄Ney Maniez●⑅⃝ᷟ◌ͩ ⍣⃝ꉣꉣ

mampir

2023-04-07

1

RhinYani25

RhinYani25

Aku baru ngeuh Kak Sekar nulis lagi di sini🤩

2022-10-07

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!