Penampilan pemuda itu tidak bisa dibilang rapi. Ia biasa berkeliling di dekat sini tanpa tujuan. Sesekali ia masuk ke sini untuk sekedar duduk menikmati segelas kopi. Banyak penumpang memilih berjalan menghindar jika tidak sengaja berpapasan dengannya. Seperti biasa, manusia selalu menjatuhkan prasangka dari pandangan pertama.
***
Badan kekar kehitaman dengan ciri khas tatto di sepanjang lengan memang membuat nyali siapa saja ciut melihatnya. Nyatanya pemuda itu tidak pernah mengganggu atau berbuat aneh pada orang-orang di sini. Ia kemari hanya untuk membu*nuh waktu dan melalui hari.
Tidak ada yang tau darimana pemuda itu berasal. Dengan tiba-tiba ia selalu terlihat di jalan raya depan dan berakhir di dalam sini. Beberapa perkataan porter dan petugas stasiun menggambarkan jika mereka juga tidak mengetahui asal pemuda tersebut. Satu yang mereka tidak tau, banyak kebaikan yang pemuda itu lakukan dalam diam.
***
"Ibu jangan jualan di sini!" sentak pemuda itu pada seorang ibu paruh baya yang berkeliling membawa tas besar berisi baju dagangan.
Cemoohan langsung menghampiri pemuda itu karena kelakuannya yang arogan. Mereka tidak tau hal yang sebenarnya terjadi dan langsung menjatuhkan stigma negatif pada orang yang berpenampilan tidak biasa.
"Biarin aja dong Kang, ibunya kan mau nyari rejeki di sini."
"Akang, jangan gitu dong."
"Premannya ngamuk!"
"Sok banget sih preman itu!"
Dan banyak lagi cibiran terdengar. Pemuda itu tidak ambil pusing, ia hanya fokus pada ibu yang barusan ditegurnya. Dengan pelan, ia meraih tas untuk membantu ibu itu mengangkat barang dagangan.
"Jangan sentuh! Kamu berani usir saya dari sini!" teriak ibu tersebut.
Beberapa petugas keamanan stasiun menghampiri dan berusaha melerai keeibutan yang memancing penumpang lain untuk berkerumun.
"Kang, tolong jangan bikin ribut di sini."
"Mari ikut saya keluar ya, Kang?"
"Tolong jangan mengganggu kenyamanan penumpang."
Perkataan-perkataan para petugas keamanan kembali menyudutkannya. Dengan langkah gontai pemuda itu berjalan keluar dengan para petugas yang mengikuti di belakangnya.
***
"Ngga nyaman banget deh stasiun ini sejak ada preman itu."
Beberapa penumpang yang masih menunggu datangnya kereta mulai membicarakan kejadian barusan.
Mereka mengaku tidak nyaman ketika melihat pemuda itu di sini dan sepakat untuk melaporkan ketidaknyamanan mereka pada petugas stasiun.
***
"Pencuri! Tolong ada pencuri!" Ibu penjual baju tempo hari berteriak keras menunjuk ke arah pemuda berpenampilan sangar itu. Wajah pemuda itu pucat seketika. Di tangannya, ia menggenggam sebuah dompet berwarna hitam.
Beberapa pasang mata langsung menatapnya dengan marah. Merasa jika situasi mulai tidak terkendali, pemuda itu berlari kencang menuju ke arah rel.
"Pencuri! Orang itu mencuri!" Teriakan ibu tadi seolah komando untuk mengejar pemuda itu. Beberapa orang dewasa dengan cepat mengikuti arah ke mana pemuda tersebut melarikan diri.
"Saya tidak mencuri!" teriak pemuda itu disela-sela nafas yang terengah karena masih berlari. Dompet hitam yang masih dipegangnya, segera didekap di dada. Naas baginya, ia berlari ke arah jembatan sehingga orang-orang yang mengejarnya bisa menangkapnya dengan cepat. Mereka menyeret pemuda itu kembali ke sini.
***
"Saya tidak mencuri! Saya bukan pencuri!" Bantahnya keras.
Ibu yang tadi meneriakinya menatap sinis, "Kamu mencuri dompet saya!"
Orang-orang di sekeliling mereka mulai bersuara.
"Arak saja!"
"Ba*kar!"
"Ba*kar preman meresahkan!"
Wajah pemuda itu semakin pucat mendengar suara-suara itu. Kengerian membayang jelas di wajah, dan dengan sekali sentakan, ia melepaskan pegangan orang yang menahannya dan kembali berlari menuju rel di seberang.
Kelakuannya membuat emosi orang-orang kembali tersulut. Dengan beringas mereka kembali mengejar pemuda itu dan menyeretnya keras. Beberapa melayangkan pukulan dan tinju pada wajahnya. Keadaan sangat kacau dengan teriakan-teriakan memekakkan telinga.
Para petugas keamanan dan juga petugas stasiun kewalahan menahan amukan massa. Bahkan, beberapa petugas keamanan yang berusaha melindungi pemuda itu mendapat beberapa kali pukulan salah sasaran.
"Saya bukan pencuri! Ibu yang pencuri!" Teriak pemuda itu menatap tajam ke arah ibu penjual baju.
Mendengar perkataan itu, seseorang entah siapa meju ke depan dan menendang perut pemuda itu keras hingga terjatuh ke lantai dan meringkuk. "Ba*kar pen*curi!" Teriaknya lantang.
Para petugas semakin kewalahan. Mereka di dorong menjauh agar tidak bisa melindungi pemuda itu. Setelahnya, dengan beramai-ramai massa yang sudah dibutakan amarah mulai melayangkan pukulan tanpa henti.
"𝙱𝚎𝚛𝚑𝚎𝚗𝚝𝚒! 𝙺𝚊𝚕𝚒𝚊𝚗 𝚖𝚎𝚖𝚞𝚔𝚞𝚕𝚒 𝚘𝚛𝚊𝚗𝚐 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚜𝚊𝚕𝚊𝚑!"
Aku berteriak sekuat tenaga dalam kebisuan.
Dan di lantai, pemuda itu terlihat diam dan tidak bergerak.
***
"Berhenti sekarang!" Pak Obi berlari dan menghampiri sosok tubuh yang sudah tidak bergerak. Dengan perlahan ia menyentuh lembut tubuh itu dan terhenyak. "Innalillahi wainnailaihi rojiun," ucapnya lirih dan membuat beberapa pasang mata saling menatap satu sama lain.
"Saya mohon jangan ada yang keluar dari sini. Kita tunggu hingga polisi datang," kata Pak Obi kemudian.
Beberapa petugas keamanan berjaga di pintu masuk utama tidak lama sebelum para petugas berseragam coklat masuk.
Salah satu dari petugas berseragam coklat terlihat serius mendengar perkataan saksi mata. Dengan suara pelan ia meminta ibu yang menjual baju untuk bercerita dan mendengarkannya dengan seksama.
"𝚃𝚒𝚍𝚊𝚔 𝚋𝚎𝚗𝚊𝚛! 𝙿𝚎𝚛𝚔𝚊𝚝𝚊𝚊𝚗 𝚠𝚊𝚗𝚒𝚝𝚊 𝚒𝚝𝚞 𝚝𝚒𝚍𝚊𝚔 𝚋𝚎𝚗𝚊𝚛!"
Aku kembali berteriak dalam kebisuan. Jika bisa, akan kugetarkan seluruh tempat ini untuk memberitahu semua yang ada disini jika pemuda itu sama sekali tidak bersalah.
Seorang petugas yang juga berseragam coklat menghampiri petugas pertama dan membisikkan sesuatu. Dengan rahang mengatup, ia menatap tajam ke arah ke arah si ibu. "Buka tas itu!" pintanya dengan nada menekan.
"Ini hanya berisi baju jualan saya, Pak," jawab ibu tersebut.
"Ibu mau buka sendiri atau saya yang akan membantu Ibu untuk membuka?"
Dengan perlahan, ibu itu berlutut di lantai dan membuka tas yang berisi penuh dengan baju dagangan dalam plastik kemasan.
Petugas yang memerintahkan ibu itu membuka tas maju menghampiri sang ibu, dan dengan cepat ia mengeluarkan baju dalam tas.
Terdengar gumaman terkejut dari semua yang melihat. Bagaimana tidak, di bawah tumpukan baju banyak terdapat dompet-dompet berbagai ukuran dengan identitas berbeda di dalamnya.
"Ibu ikut saya ke kantor. Teman ibu yang tadi sudah memprovokasi juga akan kami bawa," ucap petugas itu tajam.
***
"Ternyata orang itu bukan pencuri!"
"Iya, malah si Ibu yang teriak itulah yang pencuri alias copet."
"Betul, orang-orang yang mukulin itu ternyata komplotan si Ibu."
"Kasihan Akangnya, sampai mening*gal."
"Gimana nasib keluarganya, ya?"
Semakin banyak omongan yang bernada simpati bergaung di sini dan ditujukan pada pemuda yang sudah meregang nyawa itu. Sayangnya, simpati dan keprihatinan mereka sia-sia karena manusia berpenampilan berbeda namun berhati baik itu sudah tidak ada.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments
⍣⃝ꉣꉣAndini Andana
don't judge the book by the cover..
2023-01-01
4
Sulasih Ni Putu
Kok novel ini bikin aku nangis di tiap episodenya ya, pasti mengandung bawang. Beginilah penyakit masyarakat jaman sekarang, selalu menilai manusia dari penampilannya saja. Hanya karna mukanya sangar langsung dicap buruk, justru penjahat sekarang banyak tuh yg muka2 alim. Semoga banyak yg baca novel ini ya kak 🙏
2022-11-19
30