Mendengar kata cerai. Iis pun segera menegur putrinya. "Indah, apa yang kamu katakan! Kamu baru saja menikah. Dan sekarang, kamu minta cerai? Ada-ada saja, kamu!" ucap Iis malu.
"Ibu, ibu mendengarnya? Aku pikir, ibu tidak mendengarnya. Maaf, Bu. Aku bercanda. Aku ingin mengakrabkan diriku dengan pria yang baru saja menjadi suamiku. Ya, kan, Pak!" ucap Indah sambil menendang kaki Angga, "Iya, kan, Pak Angga!" titahnya lagi.
'Ya Tuhan. Kenapa, aku bisa bertemu dan menikah dengan wanita seperti ini! Otaknya tidak waras. Ucapannya tidak pernah di saring dan satu hal lagi. Tidak ada anggun-anggunnya sebag wanita.' batin Angga menarik tangan indah dan memasukkan cincin ibunya yang di jadikan cincin pernikahannya.
"Selesai! Sekarang, kita pulang, Bu! Besok, aku harus berangkat pagi karena ada gladi bersih untuk acara wisudaku nanti. Ayo, Bu! Aku sudah ngantuk!" ajak Indah beranjak berdiri.
"Kamu ikut suamimu bukan ikut ibu, Ndah! Sekarang, kamu sudah menikah. Dan tugas istri adalah melayani suaminya. Pulanglah bersama suamimu!" titah Iis berkaca-kaca.
"Iya, Indah. Sekarang, kamu sudah menjadi bagian keluarga kita. Kamu sudah menjadi menantu kesayangan Ayah dan ibu!" jawab Rina.
"Aku tidak mau ikut Pak tua itu, Bu! Aku mau ikut ibu!" rengek Indah menghamburkan dirinya ke dalam pelukan ibunya.
"Tidak bisa, sayang. Kamu jaga diri baik-baik, ya! Layani suamimu dengan baik. Ingat, surga seorang istri ada di suaminya." jawab Iis menghapus air matanya.
"Aku tidak mau, Bu! Kalau pak Angga mau ikut kita, ya, ikut aja! Tapi, aku tidak mau, ikut dengannya. Aku takut, Bu. Bagaimana, kalau aku di bunuh? Kasihan ibu!" ujar Indah.
"Ya sudah. Angga, kamu ikut ke rumah istrimu, saja. Besok pagi, baru kamu selesaikan semuanya." titah Rina yang di setujui suaminya.
"Benar apa yang dikatakan ibumu. Kamu ikut dan antar istri serta ibu mertuamu!" timpal Robert.
"Hem." ketus Angga.
"Ibu, aku tidak mau dia ke rumah kita." bisik Indah.
"Sudahlah. Nasi sudah menjadi bubur. Mau bagaimana pun, sekarang kamu sudah menjadi istri orang."
"Tapi, Bu. Nanti, dia tidur di mana? Ingat, kamar di rumah kita cuma 2."
"Pikirkan itu di mobil. Sekarang, ibu ikut aku, dan bawa anak ibu itu!" ketus Angga yang mendengar semua ucapan istrinya.
"Terimakasih, nak Angga. dan maafkan kesalahan putri ibu, ya! Maafkan Indah. Karena kecerobohannya, membuat nak Angga terpaksa menikah dengan Indah. Dan untuk ke dua orang tua nak Angga. Saya harap, kalian bisa menerima Indah dengan baik. Tegur Indah, jika bersalah. Sifat dan umurnya yang masih muda, terkadang membuat Indah tidak bisa berpikir jernih dalam bertindak." ucap Iis.
"Kami memaklumi Indah dan kami akan menyayangi Indah sama seperti kami menyayangi Angga. Kalian hati-hati dan kamu, Angga. Jangan mengebut, ingat ... sekarang kamu sudah beristri. Bimbing istrimu ini!" titah Rina yang di abaikan Angga.
Tak ingin mendengar banyak drama. Angga memutuskan untuk berjalan menuju mobilnya di ikuti oleh Iis dan Indah.
"Tunjukkan rumah kalian!" titah Angga setelah berada dalam mobil.
Iis memberitahukan alamat rumahnya. "Tapi, rumah kita jelek, nak Angga." ucap Iis.
"Tidak apa-apa." jawab Angga menyalakan mesin mobilnya dan menancapkan gas mobilnya.
Sekali lagi, Indah tidak percaya dengan statusnya yang sekarang. 'Suami, istri? Bukankah, terdengar sangat menggelikan? Tapi aku tidak perduli. Dan semua teman-temanku, tidak ada yang boleh tau, kalau aku sudah menikah. Bisa-bisa, aku di caci maki seisi sekolahan. Apalagi, jika mereka tahu, suamiku pria tua, walaupun tidak tua seperti Kakek-kakek, tapi umurnya sangat berbeda jauh dariku!' Intinya, setelah hari kelulusan tiba, rencanku bersama teman-temanku harus terwujud. Kita akan bersenang-senang merayakan kelulusan kita di kota jogjakarta!' batin Indah menatap punggung Angga dari bangku belakang.
Setelah beberapa menit mobilnya membelah jalanan ibu kota. Kini, mobil Angga sudah terparkir mulus di teras rumah Indah yang sederhana.
"Ini rumah kalian?" tanya Angga dengan tatapan tak bisa di artikan.
"Iya. Pasti bapak tidak nyaman kan, tinggal di rumahku yang kecil dan sempit. Sebaiknya, Bapak pulang saja! Kita sudah biasa hidup berdua di sini!" ketus Indah membuka pintu mobil dan keluar berlari menuju rumahnya.
"Maafkan Indah, ya, nak Angga. Ibu akan tegur dia!" ucap Iis tak enak hati.
"Tidak perlu. Biar aku saja yang menegurnya. Sebaiknya, ibu turun dan istirahat." titah Angga melepas sabuk pengamannya dan turun dari mobil di ikuti oleh Iis.
'Apa ke dua orang tua ku sudah tidak waras? Masa iya, aku harus tinggal di tempat yang sempit, kecil dan kumuh!' batin Angga berjalan ragu. 'Tapi, jika aku tidak tinggal di sini, aku tidak akan bisa membalaskan dendamku pada bocah tengil itu! Bocah yang baru saja membuat statusku berubah. Ah, sial! Kenapa bisa, aku menikah dengan bocah sekolah! Pasti Laura akan mengejekku. Dia berpikir, jika aku telah gila karena ditinggalkannya!'
"Ini kamar Indah, nak Angga. Jika nak Angga capek, nak Angga bisa langsung beristirahat!" ucap Iis menyadarkan lamunan Angga.
"Terimakasih, Bu!" jawab Angga memutar gagang pintu.
"Nak Angga!" panggil Iis membuat Angga menatap ibu mertuanya. "Boleh, ibu meminta?"
"Meminta?" gumam Angga.
"Iya. Ibu tahu, kalian sudah Sah menjadi pasangan suami istri. Tapi, ibu mohon ... jangan buat Indah hamil. Dia masih kecil. Jika nak Angga meminta hak nak Angga pada Indah. Usahakan, jangan sampai Indah hamil," mohon Iis.
"Umurku sudah dewasa. Dan aku tidak bisa menunda kehamilan. Dan anak ibu sudah menjadi milikku seutuhnya."
"Baiklah. Maafkan ibu, nak Angga. Kalau begitu, ibu masuk kamar dulu!" ucap Iis kemudian berjalan masuk ke dalam kamarnya.
Setelah melihat kepergian ibu mertuanya. Angga membuka pintu kamar istrinya.
Matanya membulat sempurna saat melihat kamar istrinya yang berantakan seperti kapal pecah.
"Kamarku berantakan. Lebih baik, Bapak tidur di luar! Atau tidur di kamar ibuku. Biar ibuku tidur di kamarku yang berantakan ini!" ucap indah yang baru saja keluar dari kamar mandi. 'Harusnya, cara ini berhasil untuk mengusirnya.' batin Indah terkikik.
Tak ingin emosinya kembali muncul. Angga berjalan sambil mengambil pakaian yang berceceran di lantai.
"Wanita jorok!" ketus Angga memberikan pakaian milik istrinya, lalu merebahkan tubuhnya di kasur kecil milik istrinya, membuat Indah menganga.
"Hei, Pak! Kenapa tidur di kasurku! Aku mau tidur di mana! Sudah aku bilang, kamarku berantakan! Pergilah dan tidur di sofa atau ruang tamu atau depan rumah!" kesal Indah menjatuhkan pakaiannya yang diberikan Angga. "Pergi! Jangan di sini! Spreiku bau, Pak! Sudah sebulan aku belum ganti sprei!" teriak indah mendorong tubuh Angga yang lelah.
"Kau lebih memilih, membiarkan aku tidur di sini, atau kau ... ingin aku melakukan kewajibanku sebagai seorang suami, sekarang!" ketus Angga membuat Indah mematung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments