02

Tubuhku terasa sangat ringan, sejuk semilir angin dapat kurasakan kembali. Ahh nikmatnya hidup.

...Hei tunggu bukankah aku sudah mati!...

Perlahan kubuka kelopak mataku, indah satu kata yang dapat terpikirkan di otak kecil ku.

Kuraba tempat dimana aku berbaring saat ini terasa seperti bulu namun kasar... rumput? ini memang rumput.

Berdiri aku seraya berlari dengan merentangkan kedua tanganku.

...apa aku masih hidup? ataukah ini yang dinamakan surga?...

Entahlah aku tak tahu. sekarang jika memang aku masih hidup, bukankah aku harus mencari pemukiman terdekat dari sini?

Bahkan di sini hanya ada padang rumput! Sebuah padang rumput yang tak berujung.

Mataku terfokus pada tempat dimana aku tersadar tadi. Ku dekati pohon yang samar samar mengeluarkan cahaya warna warni.

Tangan ku menyentuh pohon tersebut. cahayanya yang makin lama semakin terang menyilaukan seakan memerintahkanku untuk menutup kedua kelopak mataku.

..."Akan ku kabulkan keinginnan mu, dan jadilah aku..."...

Sayup sayup terdengar suara bisikan lembut yang menggema di telinga ku.

"Apa maksudmu? dan siapa kau?" Teriakku dengan mata yang masih enggan untuk terbuka.

Seketika tubuhku serasa terjatuh dari ketinggian, aku ingin berteriak namun mulutku tidak dapat mengeluarkan suara.

Apa ini apa yang terjadi? Rasa sakit, panas terasa membakar kulitku, bahkan organ dalamkupun merasakan hal yang sama. Aku ingin berteriak namun lagi lagi suaraku tidak bisa keluar.

Rasa sakit itu semakin menjadi saat ingatan ingatan asing masuk menerobos. Perlahan kesadaranku mulai pudar bersama sakit yang perlahan ikut menghilang.

___________________________

"Hiks... hiks..." suara tangisan yang perlahan mulai terdengar nyaring di telingaku. Seperti suara tangisan untuk mereka yang sedang berkabung? tapi siapa yang meninggal?

Kelopak mataku perlahan terbuka, tubuhku yang tadinya terasa sangat ringan dan bugar, kini menjadi sangat berat dan pastinya rasa nyeri serta perih mulai terasa di sekujur tubuhku.

Kurasakan guncangan ringan dari tempat ku berbaring saat ini. Kedua tanganku meraba sekitar, karena keadaan gelap gulita aku hanya bisa mengandalkan indra peraba ku "tempat ini terlalu sempit untuk bisa di kategorikan sebagai ruangan" batinku.

Aku mencoba untuk berteriak namun yang keluar hanya rintihan pelan dari mulut ku. Aku tak kehilangan akal ku ketuk ketukan tanganku pada dinding kayu yang masih setia berguncang beserta suara tangis yang makin histeris.

"A a aku me mendengarnya" teriak seorang dari luar dengan suara terbata bata dan serak khas orang yang sudah menangis cukup lama.

"A anakku masih hidup di dia masih hidup" teriaknya lagi namun kini terdengar lebih bersemangat.

"Kakak jangan berbicara seperti itu huhuhu" sahut seorang dengan suara tangis yang terdengar di buat buat.

"Ahhh hanya orang gila yang percaya dengan suara tangisan seperti itu" batin ku sambil terus mengetuk kayu bergoyang dan berharap ada seorang yang peka untuk segera mengeluarkan ku dari sini, sungguh perutku terasa di aduk aduk.

"Ikhlaskan Lili kakak dia sudah tiada" lanjut wanita dengan suara tangisan di buat buat tadi.

"Tidak! Lili ku masih hidup" Teriaknya "Buka petinya sekarang juga aku ingin membawa pulang Lili ku!" Teriaknya lagi yang terdengar seperti nada perintah.

Seketika guncangan yang tadi kurasakan sudah menghilang bersamaan dengan terbukanya penghalang penglihatanku.

Ku kedip kedipkan mataku kini mulai terlihat jelas sosok sosok asing tengah menangis tersedu. Berlari dia mendekat dan memeluk erat tubuh lemahku, anehnya bukan rasa sakit yang kurasakan melainkan kehangatan yang sangat menenangkan hingga tanpa sadar air mataku keluar dengan sendirinya.

"Ibu bawa aku pulang" ucapku dengan lemah bersamaan dengan mulai kaburnya penglihatanku. Gelap hanya itu yang dapat mendeskripsikan apa yang ku rasa saat ini.

_________________________

Silau mentari yang menerobos masuk memaksa ku untuk membuka kelopak mataku. Lagi lagi bersama suasana dan tempat asing, sebenarnya dimana aku ini?

Ornamen bangunan yang sangat indah namun terlihat sangat ketinggalan jaman, sebelas dua belas hampir mirip dengan lokasi syuting drama kolosal.

Perlahan kuangkat tubuh ku dan kusandarkan, duduk sembari mataku masih fokus pada ruangan yang cukup besar dan nampak tidak terlalu mewah.

Bahkan dimataku ini adalah tempat tinggal yang tidak layak, kecuali jika dia orang yang sangat miskin ataupun setara dengan pembantu kelas menengah.

"Pergi!" teriak seorang wanita yang tidak asing dari luar ruangan.

Seketika perhatian ku tertuju pada pintu yang seakan ingin melepaskan diri dari siksaan, karena jika pintu itu hidup dia pasti akan merasa sangat kesal dan kesakitan karena diperlakukan dengan sangat tidak menyenangkan.

Brak!

Suara dobrakan yang sangat keras dan terkabulah doa sang pintu. Karena saat ini kayu pipih dengan ukiran cantik itu sudah berubah menjadi beberapa potongan yang tak beraturan.

Kualihkan fokus ku dari pintu. Kini ku tatap laki laki yang sudah berdiri tepat dihadapanku.

Tubuhnya yang gagah wajah yang terlihat tegas dengan garis garis keriput yang mulai menutupi wajah tampannya. Tapi bukan berarti saat ini dia tidak terlihat tampan namun usia sudah mulai menutupi wajah rupawan di hadapan ku ini.

Kualihkan pandanganku menatap seorang wanita yang nampak menangis tersedu sedu. Wajahnya terlihat masih sangat cantik dengan garis kerut yang tidak begitu terlihat.

Tubuhnya terlihat sangat lemah dan kurus.

Dan Kualihkan lagi pandangan ku pada pasangan ibu dan anak yang terlihat menyebalkan. Cantik memang, tapi dari luar sudah terlihat seperti wanita yang sangat licik.

"Ayah cukup jangan marah marah lagi" ucap si anak wanita licik.

"Benar sayang jangan marah marah lagi, mungkin kakak tidak bermaksud membohongi mu dengan berita kematian palsu, dan acara pemakaman yang gagal" Tambah si ibu licik dengan nada menggoda sambil bergelayut manja di tangan laki laki yang berdiri di hadapanku saat ini.

"Lili" ucap laki laki tersebut dengan lemah, matanya terlihat memancarkan kesedihan yang amat mendalam namun tidak merubah sedikitpun wajah tegas dan ekspresi datarnya.

Aku hanya diam membatu sambil mencerna apa yang terjadi.

"Lili sayang ini ibu" ucap wanita yang sedari tadi menangis tersedu sedu mendekati ranjang ku dan menjatuhkan tubuhnya di atas lantai sambil di genggamnya tangan ku.

Tangan kurusnya yang bergetar terasa sangat hangat namun juga membuat hatiku sangat sakit karena kondisi tubuhnya yang mengenaskan.

"Ibu" panggilku dengan suara bergetar tak terasa air mataku ikut mengalir. Entah karena rasa iba atau memang karena rasa rindu yang amat mendalam.

"A aku ayah mu" Ucap lelaki berwajah dingin dengan nada canggung namun tersirat kerinduan dalam tatapannya.

Aku menatap laki laki yang mengaku sebagai ayah ku ini dengan jijik. Bagaimana tidak? Bahkan di lengannya terdapat kera berayun.

Itu mencerminkan bila dia adalah laki laki yang tidak setia, karena tidak cukup dengan satu wanita.

Terpopuler

Comments

Brenda

Brenda

muka selir cyo terkesan jahat

2020-07-13

5

lee

lee

selir nya bener bener menggambarkan seekor ular

2020-07-09

19

AK_Wiedhiyaa16

AK_Wiedhiyaa16

wtf! itu penampakan si selir cyo kok lebih mirip nenek sihir gitu wkwkwk

2020-07-02

21

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!