Untuk pertama kali, Nisa menginjakkan kakinya sebagai staff di kantor. Di dalam gedung menjulang tinggi itu, hanya ia seorang yang mengenakan hijab.
Keganjilan itu menyebabkan mata seluruh karyawan lain tertuju padanya. Membuatnya yang berhijab seakan bersalah telah bekerja di situ.
Awkward-nya bertambah ketika salah satu dari mereka yang menatapnya, berbicara setengah berbisik.
“Kok bisa sih perempuan berhijab diloloskan kerja di sini? Bukannya pak Arka benci tampilan begitu ya?”
“Pak Arka mungkin belum lihat dia di sini,” balas karyawan lain yang berhasil membuat Nisa bergidik mendengarnya.
Sekeluarnya dari lift, mereka berpapasan dengan Arka. Jantung Nisa berdetak tidak karuan saat melihatnya.
Terakhir kali ia melihat senior dambaannya itu di hari kelulusan kelas tiga. Lama tak bertemu, Arka jadi semakin gagah saja di matanya.
Arka menatap sekilas pada Nisa, sebelum akhirnya melangkah dengan cepat ke ruangan Farel.
Geram bukan main yang ia rasakan. Baru saja beberapa hari ia keluar negeri, rules yang ia berikan sejak lama dilanggar oleh bawahannya dalam sekejap mata.
Saking kesalnya, ia masuk tanpa memberi salam, pun mengetuk pintu ruangan Farel. “Siapa yang membiarkan perempuan berhijab bekerja di kantor ini?” tanyanya dengan nada berapi-api.
Farel berdiri dari duduknya. “Duduk dulu, bro. Mari, kita bicarakan masalah ini baik-baik.”
“Seharusnya kamu menjawab, karena saya bertanya, bukan meminta duduk. Cepat jelaskan kenapa sampai ada perempuan berhijab yang bekerja di kantor ini!”
“Itu.. anu bro... berkasnya memenuhi syarat.”
Arka mendekat ke arah Farel, menarik dengan keras kera kemeja sepupunya itu. “Karena berkasnya memenuhi syarat katamu? Sudah lupa sama rules yang saya kasih selama ini?”
“Okay, biar saya jelaskan. Tapi lepaskan dulu tanganmu ini. Saya bisa kehabisan nyawa kalau terus-terusan kamu cekik.”
Arka pun dengan terpaksa melepaskan tangannya.
Farel langsung menghirup udara ke segala penjuru. Ia sungguh kehabisan nafas karena cekikan sepupunya yang temperamen itu.
“Well, jadi begini ya sepupu yang paling ganteng sejagat raya. Saya cuman meloloskan berkasnya. Selebihnya itu atas kehendak pacarmu yang super cantik itu. So, kalau mau protes, protes saja ke dia.”
Beberapa detik kemudian, Farel menunduk sejenak. Membenarkan kemejanya yang berantakan karena sentuhan Arka.
Saat mendongak, lelaki yang penuh amarah di hadapannya tadi ternyata sudah tidak di tempat lagi.
“Sana, marahi pacarmu kalau berani.” Ia cekikikan membayangkan betapa tidak berdayanya Arka di hadapan Dara.
Setibanya di ruangan Dara.
“Sayang.”
Panggilan Arka membuat Dara yang sedang memandangi hiruk pikuk kota dari sudut jendela, berbalik. “Chagiya,” ujarnya kemudian berlari untuk memeluk kekasihnya yang jangkung.
“Tumben pulang nggak bilang-bilang,” tambahnya sambil terus mempererat dekapannya.
Perlahan tapi pasti, amarah Arka mereda lantaran pelukan hangat dari sang pujaan hati. Ia turut memberi pelukan itu dan berkata, “Sengaja. Mau kasih suprise ke kamu.”
Arka membelai rambut panjang Dara. “Tadi saya lihat ada perempuan berhijab yang bekerja di kantor kita. Kata Farel, kamu yang loloskan di. Is it right darling?” imbuhnya.
Dara melepaskan rangkulannya. Kemudian menjawab, “Ne.”
Arka bersikeras membalas ucapan Dara dengan lembut. Menekan sekuat tenaga perang batinnya yang timbul sejak berpapasan dengan Nisa tadi.
“Kenapa diloloskan sayang? Kamu kan tahu saya paling benci melihat perempuan yang berhijab.”
“Tidak semua perempuan berhijab seperti mantanmu. Mereka berhijab kan juga karena perintah agama. Lagian, staff baru itu junior kita dulu di SMA.”
“Tapi dia bermutu kan? Jangan sampai cuman bisa bikin onar seperti Alisha.”
“Pasti, haha. Jangan pernah meragukan kualitas alumni sekolah kita. Oh ya, ada satu hal yang menarik dari wawancara dengan dia kemarin.” Dara menggantung ucapannya.
“Apa itu, sayang?”
“Ternyata kita seterkenal itu ya ...”
Arka menaikkan satu alisnya. “Terkenal bagaimana?”
“Tentang jabatan kita dan hubungan kita dulu. Dia tahu loh kita ketos dan waketos. Dia juga tahu kita sepasang kekasih.”
“Wow, amazing.”
Di sisi lain.
Nisa tiba di ruangan khusus staff Divisi Regional. Orang-orang di dalam amat jarang berbincang. Mereka begitu sibuk memencet huruf-huruf di keyboard komputer.
Ia, sebagai staff baru tak lepas dari dampak senioritas di tempat kerja. Di antaranya melakukan semua yang diperintahkan oleh staff lain yang telah lebih dulu berkecimpung di kantor itu.
Raganya kesana kemari, namun jiwanya stuck in uang sewa kontrakan. “Saya baru bekerja. Bagaimana mau gajian? Kalau tidak gajian, bagaimana cara bayar kontrakan? Ya Allah, rumit sekali,” pikirnya.
Hingga tiba-tiba, Athira masuk ke ruangan. Senyum Nisa jadi lebih lebar dari sebelumnya melihat atasannya datang. “Athira mungkin punya uang. Saya pinjam di dia saja,” batinnya lagi.
Jarum jam terus berputar.
Tepat di jam 12, semua karyawan di divisi Nisa berhamburan ke Cafetaria kantor. Kecuali Athira, ia masih berkutat di tempat duduknya.
Nisa mendekatinya. “Thira, bisa bicara sebentar?”
Thira berhenti mengetik. “Iya, silakan say. Kamu kayak ke orang lain saja.”
“Saya boleh pinjam uang kamu?”
Thira menggigit bibirnya sebentar. “Maaf yah Nisa, saya belum gajian. Uang sisa gajian kemarin juga tinggal sedikit. Cuman cukup untuk biaya transportasi dan makan saya bulan ini.”
“Oh, iya. Nanti saya cari pinjaman ke orang lain saja.”
“Sekali lagi maaf yah, Nisa.”
“It is okay Thira. Seharusnya saya yang minta maaf. Sudah dikasih info kerja, masih juga mau meminjam uang.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
mis FDR
aku mmpir kk
2023-04-29
0
Windarti08
disini agak kaku ya cara berbicaranya, antara sepasang kekasih dan juga teman menggunakan kata "saya" dalam percakapan mereka, terkesan formal gitu
2023-02-22
0
Buna_Qaya
jadi penasaran sama sang mantan 🤔
semoga saja semoga saja...
bukan Nisa
2022-10-10
1